Loading...
Logo TinLit
Read Story - SORRY
MENU
About Us  

POV KALE

Hampir seharian gue mengerjakan penyuntingan video. Sementara itu, cewek di hadapan gue ini tengah mengerjakan tugas yang dikirimi oleh Javier. Pun menyalin materi-materi yang telah dicatat oleh Gema. Ya seenggaknya ada yang bisa dia kerjakan selama gue sibuk.

Gue sebenarnya masih enggak habis pikir kenapa tiba-tiba dia berani menyatakan perasaannya. Jadi, selama ini dia menganggap gue bukan sebagai seorang sahabat, melainkan sebagai lelaki? Tapi kenapa di antara kami bertiga, yang dipilihnya itu gue? Iya sih, gue lebih ganteng. Tapi kenapa? Apa gue pernah kasih dia pengharapan? Kan yang gue harapkan cuma jadian sama Venya.

Serius, gue sama sekali enggak bermaksud memanfaatkan Aluna untuk situasi yang gue alami sekarang. Tapi, gue enggak tahu harus berbuat apalagi pas lihat Aluna masang muka sedih sewaktu nembak gue. Demi Tuhan, gue enggak bisa lihat dia sedih.

“Maaf, Na. Lo harus nungguin lama gue gini,” kata gue sambil tetap menatap layar laptop.

“Nyantai, Le. Kan gue yang minta ikut lo tadi. Ya gue terima resikonya dong. Toh gue di sini enggak cuma diem doang, kan. Tapi, eh, kalo cabut gini kan lo enggak jadi belajar MTK bareng Gema.”

Gue menatap Aluna. “Oh, iya. Lupa. Tapi ya udahlah. Itu gampang nanti juga bisa.” Gue mengambil dompet dari saku celana, dan mengeluarkan selembar uang merah. “Beli makanan lagi gih. Gue yang traktir.”

“Ng..., makan apa ya yang enak?” Aluna bertopang dagu, hendak berpikir sesuatu. Dia melihat arloji di lengan kiriku. “Eh, udah lewat jam makan siang nih.”

Pukul dua siang. “Eh, iya. Ya udah. Makan nasi gih pesen.”

Dunkin donut mana ada nasi, Le....”

“Oh, iya. Maaf. Ya udah kita cabut.” Aku segera menutup laptop, dan merapikan segala peralatan.

“Eh, Le,” tiba-tiba Aluna mencondongkan kepalanya sampai-sampai aku memundurkan sedikit kepalaku, “boleh nanya enggak?”

“Boleh, Na, boleh. Tapi jangan ngagetin orang gitu.” 

Aluna malah cengengesan, membuat gue menggelengkan kepala. “Nih, ya. Ng..., gue yakin ini bukan waktu yang tepat buat nanya hal ini. Tapi gue penasaran aja. Barang kali gue bisa ngewujudinnya dalam waktu dekat.”

Selesai menutup tas Aluna, lalu gue pun meletakkan kedua tangan di meja dengan jemari yang saling bertaut. “Ya udah. Apaan? Jangan aneh-aneh lagi deh. Udah mumet nih gue.”

“Ih, aneh dari mana coba. Malah gue pengen ngasih tawaran ke lo.” Aluna menjawabnya dengan penuh semangat, membuat gue menatapnya curiga. “Sebutin satu permintaan lo yang lo pengeeen banget!”

“Cuma satu?”

“Iya. Gue cuma bisa satu.”

“Kenapa?”

“Ng..., enggak apa-apa, sih. Cuma takut aja dalam jangka waktu 30 hari ini gue enggak bisa ngewujudinnya. Soalnya pasti enggak gampang bikin lo jatuh cinta ke gue. Apalagi saingan gue nambah jadi dua.”

Gue hela napas dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi, lalu bersedekap. “Mulai deh anehnya. Emangnya lo mau ngacak-ngacak hidup gue dari bagian mana lagi sih, Na?”

“Ih, Kale mah gitu. Enggak asyik, ah.” Aluna berdecak sebal. “Tinggal ngomong aja susah banget. Lagian juga gue enggak niat ngacak-ngacak hidup lo, kok. Cuma ngasih warna dikit aja.” Dia terkekeh. “Kan gue cuma minta 30 hari doang. Setelah itu, hak lo mau lanjut apa enggak.”

Gue enggan menjawab. Bukan apa. Hanya saja gue merasa Aluna itu agak aneh. Gue rasa ada yang janggal di sini. Dulu, dia enggak pernah bertingkah laku seperti ini. Ya wajar-wajar saja gitu. Ah, gue kangen Aluna yang dulu. 

“Apaan, sih? Ngasih gue adek? Bikin anak?” Perkataan itu yang terlontar begitu saja dariku.

Aluna mendelik, lalu berkata, “Ih, mending gue bikin anak sendiri sama lo!”

Mata gue membeliak kaget. Bisa-bisanya Aluna mengatakan hal itu dengan suara lantang. Tentunya mereka berdua langsung dibanjiri pandangan tatapan bengis para pengunjung. 

Gue mengusap wajah, frustrasi. “Aduh, Una. Please, jangan error di sini dong.”

“Ups, maaf.” Aluna menutup mulut. “Keceplosan gue, Le.” 

Gue segera pun berdiri meminta maaf dengan membungkukkan badan berkali-kali. “Maaf, Om, Tante. Temen saya ini emang lagi sakit. Jadi susah dikontrol omongannya.”

Gue duduk kembali setelah suasana kembali tenang. Ya meski gue tahu ada dua remaja lain yang membicarakan kami. “Una, tunggu gue di luar!” 

“Iya, iya. Maaf. Gue tunggu di depan, ya,” katanya sambil buru-buru memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas.

***

Waktu menunjukkan pukul 20.20 saat gue turun dari Ninja di halaman rumah. Atmosfer di sini langsung berubah 100%. Gue menghela napas, lelah. Sudah terbayang dengan apa yang akan terjadi dalam rumah. 

Pak Uus menyambut gue dengan sedikit mengomel. “Aduh, Mas, kenapa baru pulang? Ibu udah ngamuk-ngamuk dari tadi.”

Gue menyerahkan kunci motor pada Pak Uus. “Yang penting aku pulang, kan?” 

“Iya sih, Mas.” Pak Uus menggaruk-garuk belakang lehernya. “Tapi tadi anak tamunya sampe nangis-nangis gitu karena enggak ketemu Mas Kale.”

Gue tersenyum miring. “Ih, lebay banget. Siapa suruh jodoh-jodohin gitu. Emang zaman Belanda. Terus udah pulang kan tamunya?”

“Udah, Mas, setengah jam yang lalu.”

Gue mengangguk-angguk sekenanya seraya mengambil ponsel di saku jaket, lalu berjalan menuju pintu masuk belakang rumah. Karena pasti Mama Papa tengah menunggu gue di balik pintu depan dengan kepala yang siap meledak.

73 PANGGILAN TAK TERJAWAB from KANJENG RATU

“Agresif amat, sih.” Gue hanya bisa menghela napas melihat kelakuan Mama. Heran gue. Kenapa tetap maksa, sih? Padahal jelas tadi pagi, gue tolak mentah-mentah. Lalu, terlihat notifikasi WhatsApp masuk dari Aluna.

 

ALUNA: Jd apaan, Le? Biar gue bs siapin.

 

Senyum gue mengembang saat membacanya sambil membuka pintu pelan-pelan. Mungkin sebaiknya nanti gue bercerita tentang hal ini pada Aluna.

 

KALE: Kok lo ngotot gitu sih, Na? πŸ˜‘

ALUNA: Ya maaf. Gue gak bs tidur, nih.

KALE: Jam segini udah mau tidur?

ALUNA: Capek gue, Le.

 

Gue buka lemari es dan mengambil botol air mineral. 

 

KALE: Yaudh tidur aja. Krn lo bsk ngadepin cowok lo satu ini hahaha πŸ˜‚

 

Ponsel gue taruh di samping botol, lalu gue ambil gelas. Tenggorokan gue kering. Dan ini adalah pertolongan pertama untuk diri gue.

“Kale!”

Teriakan Mama terdengar tepat saat gue meneguk air. Untuk saja gue sudah memperkirakannya. Jadi, gue terus meneguk air hingga tandas, baru menoleh ke arah Mama.

“Kamu dari mana?” 

“Sekolah.”

“Enggak mungkin sekolah sampe jam malam gini. Mama tahu kamu enggak ada jadwal les!”

“Ya terus?” Gue berjalan melewati Mama. 

“Kamu ngapain lagi setelah pulang sekolah? Kamu tahu kan kalo malam ini ada pertemuan. Kenapa enggak langsung pulang, hah?”

“Nganterin Aluna pulang.” Gue duduk di kursi makan untuk membuka sepatu.

Sedangkan Mama menghentakkan kaki dengan tergesa mengikuti gue. “Aluna anak pemilik hotel ternama itu?”

“Iya.” Gue memutar mata, jengah. Kalau sudah mendengar sesuatu berbau uang saja, mata Mama pasti langsung bersinar. Sebenarnya hidup itu buat apa, sih? Terkadang gue ingin menanyakan hal tersebut pada mereka. Sepertinya ada yang salah tentang pemahaman arti hidup. 

Lalu, suara langkah kaki Papa mendekat. Gue mengangkat kepala. Pandangan gue pun bertemu dengan tatapan geram Papa. Tapi sekarang gue lagi malas banget berbasa-basi lagi karena akan memperpanjang perdebatan. Lebih baik gue melanjutkan langkah ke kamar dan istirahat, kan? 

“Kamu terima perjodohan ini atau semua fasilitas Papa tarik!” 

Papa berkata tegas dari ujung tangga bawah, sementara gue tetap melangkah naik. Gue enggak berniat sama sekali untuk mengindahkan perkataan Papa. Gue akan tetap berpegang pada pendirian gue dan enggak bakal ada yang bisa merusaknya. Meskipun nanti ketika Papa melakukan ancamannya. 

“Kale, jangan bikin Papa malu!” lanjutnya. “Cuma kamu harapan Papa! Papa udah janji dengan dia, Kale! Ini demi nama baik perusahaan kita. Demi masa depan kamu juga.”

Gue memutar tubuh, menatap Papa. “Makasih, Pa, udah mikirin masa depan Kale. Tapi aku enggak mau begini caranya.”

Rahang Papa mengeras. “Jangan ngikutin jejak Kara, Kale! Dia anak enggak tahu terima kasih!”   

Senyum gue mengembang, lalu berbalik badan, dan melanjutkan langkah menuju kamar. Masih banyak yang mau gue sampaikan ke Papa, tapi gue sudah cukup penat hari ini. Ah, emangnya apa yang Papa tahu tentang anak-anaknya kalau semua hanya dinilai dengan tingkat kekayaan? Bullshit!

Drrrttt... drrrttt...

Baru saja gue melemparkan ponsel ke tempat tidur, benda pipih tersebut bergetar. Gue melepaskan jaket, lalu merebahkan tubuh di atas tempat tidur.


PUTRI RAJA πŸ€ͺ

 

Kening gue mengerut melihat tulisan yang tertera di layar ponsel. Tumben banget kakak gue telepon. “Halo.”

“Gue hamil, Le.”  []

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 1 0 2 1 0
Submit A Comment
Comments (39)
  • athayaaazhf

    Gema pengingat yg baik emang. Gak kek kale πŸ˜—πŸ˜…

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 4)
  • athayaaazhf

    Ahh sad banget part ini 😭

    Comment on chapter 11. SATURSAD
  • athayaaazhf

    Uhuhuu iya biar mereka gak tau

    Comment on chapter BUKU HARIAN UNA (BH 3)
  • athayaaazhf

    Dari khawatir jadi memahat hati πŸ˜… mudahΒ²an beneran ya, le 😁

    Comment on chapter 10. PAHAT HATI
  • athayaaazhf

    Wahh goodluck, una πŸ₯°πŸ˜š

    Comment on chapter 9. PERMINTAAN
  • athayaaazhf

    Keputusan buat left grup itu udah bener sih menurutku. Daripada dicecar ya kann πŸ₯Ίβ˜Ή

    Comment on chapter 8. KAKAK KELAS
  • athayaaazhf

    Hahahaa kale tu pasti πŸ˜†πŸ˜‚

    Comment on chapter 8. KAKAK KELAS
  • athayaaazhf

    Pada ngeselin emang nih ☹

    Comment on chapter 7. KESAL!
  • athayaaazhf

    Kan kann ketahuan πŸ˜—πŸ€”

    Comment on chapter 6. BEKAL KALE
  • athayaaazhf

    Una diculikkk πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter 5. PERIHAL KARA
Similar Tags
TO DO LIST CALON MANTU
1524      693     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
Pacarku Arwah Gentayangan
5889      1751     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Titip Salam
3883      1472     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
AKSARA
6407      2184     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Aku Biru dan Kamu Abu
800      474     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
A CHANCE
1925      857     1     
Romance
Nikah, yuk!" "Uhuk...Uhuk!" Leon tersedak minumannya sendiri. Retina hitamnya menatap tak percaya ke arah Caca. Nikah? Apa semudah itu dia mengajak orang untuk menikah? Leon melirik arlojinya, belum satu jam semenjak takdir mempertemukan mereka, tapi gadis di depannya ini sudah mengajaknya untuk menikah. "Benar-benar gila!" πŸ“ŒπŸ“ŒπŸ“Œ Menikah adalah bukti dari suatu kata cinta, men...
Bee And Friends 2
3085      1049     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
Premium
SHADOW
6179      1840     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Cinta Pertama Bikin Dilema
5080      1410     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
The Last Blooming Flower
8897      2531     1     
Romance
Di ambang putus asa mencari kakaknya yang 20 tahun hilang, Sora bertemu Darren, seorang doktor psikologi yang memiliki liontin hati milik Ianβ€”kakak Sora yang hilang. Sora pun mulai menerka bahwa Darren ada kunci untuk menemukan Ian. Namun sayangnya Darren memiliki kondisi yang membuatnya tidak bisa merasakan emosi. Sehingga Sora meragukan segala hal tentangnya. Terlebih, lelaki itu seperti beru...