Loading...
Logo TinLit
Read Story - Take It Or Leave It
MENU
About Us  

Ketika hati menginginkan agar makhluk lain mengetahui keistimewaan yang ada pada dirimu

Maka itu adalah salah satu tanda bahwa dirimu tidak tulus dalam beribadah

*** 

Gerakan tangan Reyhan terhenti ketika retinanya tak sengaja melihat payung miliknya sudah bertengger santai di dekat lemari. Dia yang sedang mengeringkan rambut sehabis mandi segera melepas handuk kecil yang ada di tangannya. Dia berjalan menghampiri benda tersebut, ingin memastikan bahwa itu benar payungnya atau tidak.

“Ternyata dia yang kamu kasih pinjam payung itu.” 

Reyhan urung mengambil payung tersebut, dan beralih melihat Diky berdiri di depan pintu. Berarti benar itu memang payungnya. 

“Siapa yang ngembaliin payung ini?” 

“Ya jelaslah dari orang yang kamu kasih pinjam, ciee!” 

Reyhan menegang, apa secepat itu Aisyah tahu kalau payung itu milik dia? Makanya dia mengembalikannya dengan cepat. 

“Maksud ka-kamu…Ai….”

“Yap! Dugaanku benar, kan!” 

Reyhan tersenyum kecut, dia yakin Aisyah pasti semakin tidak ingin bertemu dengannya lagi. Dan siapa yang memberitahu Aisyah kalau payung itu milik dia?

“Tadi Aira sama yuni datang ke depan Aula, nyariin kamu. Kebetulan ketemunya sama aku.” 

kening Reyhan mengkerut. Dia berjalan menghampiri Diky yang masih berdiri di ambang pintu.

“Yuni? Aira?” 

Anggukan pembenaran dari Diky semakin membuat kedua alis Reyhan menyatu.

“Kamu kasih pinjam Aira, kan?” 

Astaga! Ternyata Diky salah orang, dan dirinyapun salah menebak kebenaran, ternyata yang Diky maksud adalah Aira bukan Aisyah. 

“Kok, diam? Tenang, Rey, aku akan tutup mulut. Rahasia perasaan kamu aman di aku!” 

Reyhan menggeleng sembari meninggalkan Diky yang sok tahu, tapi ada untungnya bukan Aisyah yang mengembalikan payung tersebut, jadi dia masih tetap aman. Biarkan untuk sekarang, Cuma dia dan sang pemilik cinta yang mengetahui apa yang terlintas dalam benaknya, jika memang sudah waktunya, jangankan Diky, jika bisa seluruh dunia akan dia kasih tahu.

Reyhan duduk di tepi ranjang, satu pertanyaan lagi masih bersemayam di benaknnya, bagaimana bisa payung itu ada di tangan Aira dan Yuni?

“Kamu benar suka sama Aira?” kini Diky berjalan menghampiri Reyhan.

“Menurut kamu?”

Dikiy malah menggaruk tengkuknya.

“Suka beneran ‘kan? Bukan karena ada yang minta?”

“Aku lagi nggak suka sama siapa-siapa, paham?” sanggah Reyhan berbohong, dia hanya ingin mengatakan secara halus bahwa dirinya sedang tidak menyukai Aira.

“Termasuk Aira?” 

“Iya,” jawab Reyhan singkat.

“Terus kenapa ngasih perhatian? Jangan buat anak orang salah paham, entar kamu sendiri yang bingung menghadapinya.” 

Alis Reyhan terangkat sebelah. Memberi perhatian? Reyhan merasa tidak pernah memeberi perhatian selain kepada Aisyah, itupun dia lakukan secara diam-diam, tanpa ingin orang lain tahu.

“Maksudnya? Aku nggak paham.”

“Di asrama ini udah tersebar kali, kalau kalian lagi dekat, ditambah lagi tadi kamu kasih pinjam dia payung, makin ramai nanti, tuh, cerita berseliweran.”

“Aku nggak ngasih Aira pinjam payung, kok.” 

Kini Diky yang mengerutkan keningnya, kalau bukan Aira lantas siapa? Diky tidak tahu saja, siapa orang yang diam-diam Reyhan pantau.

*** 

Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an bergema di setiap sudut gedung asrama, minggu pagi bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan aktivitas yang positif. Selesai sholat subuh berjama’ah, semua santri kembali ke halaqohnya masing-masing untuk menyetor sekaligus muroja’ah hapalan yang didapatkan selama satu minggu ini.

“Aisyah, giliran kamu.” Aisyah meringis, dia hanya baru mendapatkan beberapa ayat semenjak tadi malam. Tugas yang menggunung membuatnya harus begadang dan hampir tidak tidur semalaman. Dengan langkah pelan Aisyah maju, dan menyodorkan Al-Qurannya kepada ustadzah Iswa. Aisyah menarik napasnya sejenak, menyetor hapalan membutuhkan tingkat ketenangan yang stabil. Apalagi sekarang dirinya belum terlalu lancar tidak seperti hari-hari biasanya.

“Begadang lagi?” 

Aisyah membuka mata ketika suara ustadzah Iswa menghentikan dirinya yang masih memaksa kepalanya untuk memutar rangkaian huruf hijaiyah yang dia hapal.

“Hehehe, iya Ustadzah.” 

Ustadzah Iswa menggeleng, dia menutup mushaf milik Aisyah.

“Udah, jangan dipaksa, ini juga sudah nyampai satu lembar, kok. Tapi besok usahakan ditambah lagi setorannya.” 

“Terima kasih Ustadzah.” Aisyah mengambil Al-Qur’an yang Ustadzah Iswa sodorkan, ia kemudian mundur untuk memberikan teman-temannya yang lain untuk menyetor. 

“Aisyah! Bisa simak aku sebentar?” Aisyah memiringkan tubuhnya menghadap Siska teman satu halaqohnya.

“Boleh, sini. Surah apa?”

“Surah An-nisa, Cuma sedikit, kok.” Aisyah mengangguk, dia kemudian membuka mushaf Al-Qurannya, mencari surah yang Siska sebut.

“Kamu setor berapa surah tadi?” 

Aisyah tersenyum kikuk, mendengar pertanyaan yang Siska lontarkan

“Cuma beberapa ayat, Sis. Alhamdulillah.” 

“beberapa ayat, ya. Hmmm… emang mulai menghapalnya kapan? Tadi setelah sholat subuh?” Aisyah menggeleng.

“Dari tadi malam,” Jawab Aisyah lirih. 

“Wah, kok bisa? Aku saja mulai menghapalnya tadi beberapa menit sebelum subuh, tapi alhamdulillah bisa hapal sampai 3 halaman.” 

Lagi dan lagi Aisyah hanya tersenyum kikuk. Dia tahu kemampuannya dalam menghapal tidak sebagus yang lain. 

“Mau mulai dari ayat berapa?” Aisyah mencoba mengalihkan pembicaraan, mengingatkan tujuan utama Siska untuk disimak sebelum menyetor hapalan kepada Ustadzah Iswa.

“Ayat pertama, Sya. Kalau keliru tegur ya, tapi in syaa allah aku sudah lancar.” 

Kalau sudah lancar kenapa memintanya untuk menyimak? Bukankah dia bisa langsung mengambil antrian untuk menyetor. Astaghfirullah, Jangan menggerutu Aisyah yang kamu lakukan adalah perbuatan baik, membaca ataupun mendengarkan apalagi menyimak orang yang membaca Al-Qur’an itu pahalanya luar biasa. Dalam hadits riwayat At-Tirmidzi, Rasulallah SAW bersabda: “Siapa saja membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.”

Dan  dikutip dari buku karya Abu Ya’la Kurnaidi, bahwa Rasulallah Saw tidak menyebutkan bahwa alif lam mim itu sebagai satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.

Aisyah mencoba menenangkan pikirannya, dia yakin Siska tidak bermaksud menyinggungnya dengan berbicara seperti itu, seharusnya Aisyah harus menjadikan ucapan Siska sebagai motivasi untuk lebih baik ke depannya.

Setelah semua selesai menyetor, ustadzah Iswa mengajak santri didiknya berjalan-jalan mengelilingi berbagai gedung kampus yang menjulang tinggi. Mereka berjalan santai sembari muroja’ah bersama. Waktu yang tersisa tinggal 30 menit sebelum semua santri bersiap-siap untuk melakukan senam pagi bersama. 

Hampir 10 menit mereka berjalan, tak terasa sudah berapa halaman mereka dapatkan untuk muroja’ah. Ustadzah Iswa meminta mereka untuk beristirahat di bangku-bangku yang berjejer rapi di samping trotoar. Sembari menunggu waktu setoran dan muroja’ah habis, ustadzah Iswa memberikan sedikit motivasi untuk mereka. Tak mudah memang, dikala harus sibuk dengan urusan kampus, disisi lain harus bisa membagi waktu dengan kegiatan ma’had.

Untuk melalui semua itu, memang harus dengan keyakinan yang kuat, dan tekat yang jelas. Jika tidak, maka bisa dipastikan perjuangan mulia tersebut akan kandas di tengah jalan. Rintangan yang bertubi-tubi, cobaan yang selalu silih berganti, serta keyakinan yang terkadang lelah untuk menyemangati diri. Percayalah, tidak mudah untuk melakukan itu semua, dan betapa beruntungnya orang-orang yang bisa berada ditahap tersebut.

 “Assalamu’alaikum Ustadzah!” Suara belasan santri putra yang kebetulan lewat, membuat semua terdiam. Ternyata bukan hanya halaqoh ustadzah Iswa saja yang memutuskan untuk muroja’ah sambil jalan-jalan, namun hal itu juga dilakukan oleh halaqoh Ustadz Nirwan.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh.” Ustadz Nirwan yang memang terlihat mengomando anak didiknya tersenyum ramah kepada para santri putri. Dia berhenti sejenak, mengajak Ustadzah Iswa mengobrol sejenak.

Aisyah mendongak dan tak sengaja retina cokelatnya berbenturan dengan tatapan Reyhan. Dia segera menunduk, rasa malu dan bersalahnya masih melekat di hatinya, apa mungkin karena sampai sekarang dia belum meminta maaf kepada Reyhan? Aisyah  sengaja membuka mushaf kecilnya, mencari kesibukan agar tidak perlu memandang ke lain arah.

“Cih! Sok suci!” 

Tatapan Reyhan beralih ke Faiz yang tidak jauh darinya. Suara Faiz memang cukup lirih, namun masih mampu tertangkap jelas oleh gendang telinganya. Siapa yang Faiz maksud? Faiz yang menyadari kalau Reyhan mungkin mendengar ucapannya, segera datang menghampiri.

“Kamu tahu dia?” 

Lirikan mata Reyhan mengikuti arah telunjuk Faiz. Alis Reyhan bertaut, tidak salahkan Faiz menunjuk Aisyah? Reyhan pura-pura menggeleng, ia ingin tahu ada apa antara Aisyah dan Faiz.

“Namanya Aisyah, dia perempuan paling sok suci yang pernah aku temui!” tukas Faiz geram, Reyhan masih tetap diam membiarkan Faiz menyelesaikan ucapannya.

“Mending jauh-jauh, deh! Jangan coba mendekat, biarin saja dia jadi perawan tua sekalian!”

Tepat setelah Faiz selesai dengan ucapannya, Ustadz Nirwan mengajak mereka kembali ke asrama, untuk bersiap-siap melakukan senam pagi. Selain ilmu, kesehatan juga penting. Karena tanpa sehat, bagaimana bisa seseorang merasakan  nikmatnya menuntut ilmu. 

Sebelum masuk ke kamar masing-masing, Reyhan mencegat Faiz. Dia harus memastikan apa alasan Faiz mengeluarkan kata-kata yang begitu tidak baik terhadap Aisyah, dia harus tahu sebab-musababnya dulu sebelum mengambil sebuah keputusan.

“Kenapa, Rey?”

“Aku masih penasaran, kenapa bisa kamu bilang seperti itu tadi? Memang apa yang salah dengan seorang Aisyah?” 

Sebenarnya Reyhan adalah tipe orang yang tidak mau ikut campur perihal urusan pribadi seseorang, namun kali ini berbeda. Karena hal ini menyangkut Aisyah, karena memang dia belum banyak tahu tentang gadis itu.

Faiz yang memang merasa cukup akrab dengan Reyhan, tidak mencurigai manusia satu itu. Yah, selagi ada yang bertanya kenapa nggak sekalian saja dia menceritakan semuanya. Rasanya cukup lelah kemarin dia menahan rasa sakit karena ditolak mentah-mentah, bagaimanapun Faiz benar-benar menyukai Aisyah. Namun dia tidak suka dengan cara Aisyah menolaknya.

Faiz dengan santai menceritakan semua kejadian yang dialaminya di taman kampus, ucapan Aisyah yang menolaknya, dan dirinya yang sekarang tiba-tiba selalu merasa kesal jika melihat gadis itu.

Reyhan diam, dia geram sendiri dengan Faiz. Jelas-jelas ini bukan salah Aisyah tapi salah dia. Reyhan tidak berpihak kepada Aisyah karena dia menyukainya, namun dari yang Faiz ceritakan. Aisyah tidak salah, Aisyah bukan menolaknya mentah-mentah, gadis itu malah memberi kesempatan untuk Faiz, cukup dengan Faiz mendatangi orang tuanya, hanya itu syaratnya. 

“Jadi… itu sebabnya kamu marah sama dia?” Faiz mengangguk.

“Kamu marah karena dia menolakmu atau kamu marah gara-gara kamu belum bisa membuktikan kalau kamu benar-benar mencintainya?”

“Rey, coba saja pikir, logis nggak dia menyuruhku menemui orang tuanya, hanya untuk minta izin pacaran? Kayak mau lamaran saja!”

“Dari yang kamu ceritain, Aisyah memang tidak mau pacaran, Iz. Kenapa dia bilang seperti itu? Dia hanya mau menjalin suatu hubungan yang mengarah ke jenjang yang lebih serius. Kamu sebenarnya paham atas apa yang Aisyah ucapkan, namun karena kamu terlalu emosi, sehingga menutupi kebenaran yang ingin kamu benarkan.”

Faiz diam, dia masih mencerna apa yang Reyhan ucapkan.

“Jangan mencari pembenaran dari sebuah kesalahan, karena itu semua hanya akan semakin membuat semua terasa rumit. Hidup dalam kebencian itu hanya membuat hati menjadi tidak tenang. Maaf kalau aku kedengeran menggurui.”

“Nggak, kok, Rey. Terima kasih.” Reyhan mengusap pelan pundak Faiz sebelum dia kembali ke kamar. 

Dari Faiz, Reyhan tahu lebih banyak bagaimana seorang Aisyah, dia semakin yakin untuk tidak mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu sebelum waktunya memang benar-benar datang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Belum Tuntas
5018      1720     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Premium
Cinta (Puisi dan Semi Novel
25938      2187     2     
Romance
Sinopsis Naskah ‘CINTA’: Jika Anda akan memetik manfaat yang besar dan lebih mengenal bongkahan mutu manikam cinta, inilah tempatnya untuk memulai dengan penuh gairah. Cinta merupakan kunci kemenangan dari semua peperangan dalam batin terluhur Anda sendiri, hingga menjangkau bait kedamaian dan menerapkan kunci yang vital ini. Buku ‘Cinta’ ini adalah karya besar yang mutlak mewarnai tero...
Girl Power
2395      904     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Koude
3544      1260     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
I'm not the main character afterall!
1373      711     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Hyeong!
192      167     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Aldi. Tujuh Belas. Sasha.
510      294     1     
Short Story
Cinta tak mengenal ruang dan waktu. Itulah yang terjadi kepada Aldi dan Sasha. Mereka yang berbeda alam terikat cinta hingga membuatnya tak ingin saling melepaskan.
Mistress
2579      1301     1     
Romance
Pernahkah kau terpikir untuk menjadi seorang istri diusiamu yang baru menginjak 18 tahun? Terkadang memang sulit untuk dicerna, dua orang remaja yang sama-sama masih berseragam abu-abu harus terikat dalam hubungan tak semestinya, karena perjodohan yang tak masuk akal. Inilah kisah perjalanan Keyra Egy Pillanatra dan Mohamed Atlas AlFateh yang terpaksa harus hidup satu rumah sebagai sepasang su...
Call Kinna
6928      2225     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
411      297     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?