Loading...
Logo TinLit
Read Story - Take It Or Leave It
MENU
About Us  

Allah tidak akan memberikan suatu harapan kepada hambanya

Jika Allah tidak ingin memberikan hal tersebut

 Tinggal memilih 

Ingin menjemput atau hanya cukup sampai berharap saja

*** 

Hanya butuh waktu lima menit untuk Aisyah bisa sampai di asrama. Karena memang gedung asrama yang dia tempati masih berada di dalam area kampus. Dia sangat bersyukur karena bisa tinggal di asrama, yang kebanyakan mahasiswa katakan penuh dengan peraturan. Tapi menurut dia, Asrama baginya adalah tempat yang nyaman, tempat yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan yang terpenting tempat dia bisa menambah ilmu pengetahuan. Di sana dia tidak hanya di ajarkan perihal ilmu agama saja, namun dia dan teman-temannya yang tinggal di sana juga di ajarkan banyak keterampilan. 

Ada sedikit benarnya, tentang apa yang di katakan mahasiswa yang tidak tinggal di asrama. Di asrama memang di penuhi dengan peraturan, namun peraturan tersebut menurut Aisyah tidak merugikan aktivitas kuliahnya sama sekali, ya walaupun terkadang dia sering kewalahan membagi waktu ketika tugas mulai menggunung. Namun selebihnya dia bahagia dan merasa begitu nyaman.

Kini kakinya sudah memasuki gerbang asrama yang sudah hampir dua tahun dia tempati. Pemandangan pertama yang indra pengelihatannya tangkap adalah sosok Fadila, dia kini tengah asyik duduk di meja kantin sembari mencocol gorengan bakwan yang ada di tangannya. 

"Tumben pulang cepat, Sya." 

Aisyah hanya tersenyum. Fadila sepertinya memang sudah hapal kebiasaan Aisyah yang selalu pulang hampir mau maghrib kalau sudah memasuki tengah semester.

"Bi, Es Teh satu, ya." 

“Tumben, neng? Biasanya mesannya cokelat panas atau nggak dingin.” 

“Hehe iya Bi, lagi pengen yang beda aja. Ini uangnya Bi.” 

Aisyah segera duduk dan melepaskan jas Lab yang dari tadi membuat badannya semakin gerah, cuaca juga lagi tidak bersahabat dengan manusia, membuat panas yang dia rasakan berkali-kali lipat. 

“Malah bengong! Bukannya jawab pertanyaan aku,” ucap Fadila, menyadarkan Aisyah dari pikirannya yang sedang begitu riwet.

“Apa tadi pertanyaannya?”

Fadil menggeleng heran, meski begitu ia tetap mengulang pertanyaan yang tadi belum Aisyah jawab.

“Tumben pulang cepat.”

"Alhamdulillah. Kebetulan Praktikumnya cuma sedikit hari ini,” jawab Aisyah sembari tersenyum. 

“Nggak ke kampus, Dil?" sambung Aisyah setelah beberapa detik terdiam.

Fadila menggeleng. "Nanti sore, baru ada jadwal," ucap Fadila membuat Aisyah mengangguk paham. 

“Lagi lihatin apa, sih?” Aisyah kepo dengan apa yang Fadila perhatikan di layar handponenya, tidak biasanya sang pemilik wajah itu menampakkan wajah serius seperti sekarang. Fadila menarik napas dalam sebelum menjawab.

“Pengen daftar beasiswa, tapi takut nggak lolos,” ucap Fadila lirih.

“Kok, udah pesimis duluan? Belum mencoba, ‘kan? Siapa tahu ternyata Allah kasih jalan dan dimudahkan.”

“Gimana, ya, Sya. Masalahnya pasti banyak yang daftar. Sebenarnya nggak pengen berharap, tapi sudah berharap duluan, gimana, dong?” 

Aisyah terkekeh melihat ekspresi Fadila yang dirasanya terlalu menggemaskan.

“Dil, singkatnya gini, ya. Allah itu nggak akan ngasih harapan kepada hambanya, kalau memang Allah tidak menginginkan hal itu terjadi. Sekarang tinggal kitanya, mau menjemput harapan itu atau hanya pasrah tanpa do’a dan usaha.”

“Jadinya daftar, nih?” 

Aisyah mengangguk membuat seulas senyum terbit di wajah Fadila. Manusia tidak ada yang tahu takdir apa yang akan dia hadapi ke depannya, karena itu semua sudah Allah atur dengan sebaik-baiknya, namun jangan lupakan kalau manusia itu masih memiliki do’a dan usaha untuk membuat takdir itu berubah. Bukankah Allah maha pemberi? Lantas, alasan apa lagi yang membuat manusia ragu.

"Seru sekali obrolannya. Ini, Neng, satu gelas es teh manisnya." 

"Makasih, Bi." Aisyah segera meminum es teh yang kini sudah berpindah ke tangannya. Retinanya tak sengaja menangkap sosok yang dari tadi sibuk berkelana di pikirannyaa.

“Kenapa harus nongol lagi, sih?!” kesal Aisyah tanpa sengaja, membuat Fadila bertanya tidak mengerti.

“Ah, kenapa Sya?” 

Aisyah gelagapan, kenapa ucapannya sampai bisa terdengar jelas. Perasaan dia hanya berucap dalam hati saja. tapi kini Aisyah menghiraukan pertanyaan Fadila, matanya kembali tertuju pada sosok yang entah kenapa berjalan seolah mendekati mereka.

“Jangan mendekat, jangan mendekat, Please….” batin Aisyah berteriak keras. Bukannya kegeeran, bisa jadi sosok itu melangkah menuju kasir ‘kan? Namun, entah kenapa perasaan Aisyah mengatakan kalau sosok itu akan menghampiri mereka.

“Kamu kenapa sih, Sya? Kayak lihat dosen killer aja, minum dulu.” 

Tanpa berucap Aisyah menuruti apa yang Fadila sarankan, dia segera meneguk minuman dingin yang saat ini hanya tinggal setengah.

"Assalamu'alaikum, Dil. Gimana kabar?" 

"Wa'alaikumussalam. Eh, Kak Rey. Alhamdulillah baik, Kak." 

Mendengar nama itu Aisyah yang masih sibuk dengan minumannya langsung mendongak. 

"UHUK!!" Air yang sempat masuk ke dalam mulutnya tadi kini menyembur keluar, untung saja tidak mengenai siapapun, hanya saja baju dan jilbabnya kini harus rela basah karena ulahnya. Meskipun perasaannya tadi sudah menebak, tapi tetap saja kehadiran laki-laki di hadapannya ini membuat jantungnya tidak aman.

"Pelan-pelan dong, Sya."  

Fadila segera menyambar tisyu yang ada di dekatnya kemudian ikut membantu Aisyah mengelap bajunya. Rasanya Aisyah ingin menenggelamkan diri ke dasar laut, bisa-bisanya dia keselak dengan minumannya sendiri, hanya gara-gara kehadiran dari manusia bernama Reyhan ini. 

Jika dipikir-pikir, kenapa setiap kali mereka bertemu selalu saja ada kejadian ajaib yang harus membuat Aisyah malu untuk kembali bertemu dengannya.

“Ayah, tujuan Reyhan datang hari ini adalah untuk melamar putri Ayah, Aisyah.”

Kata-kata itu kembali terngiang di kepala Aisyah. Astaga, ada apa dengan dirinya. Tidak biasanya kepalanya merekam mimpi sampai selama ini. Jangankan untuk merekam, biasanya setelah dia bangun, maka semua mimpi yang pernah menjadi kembang tidurnya akan lenyap begitu saja. Tapi kali ini, mimpinya itu sungguh-sungguh membuatnya ingin mencuci otaknya ke dalam mesin cuci. 

Aisyah melirik lewat ekor matanya, akhirnya dia bisa bernapas lega ternyata mata itu tidak lagi menatapnya. 

"Udah, Dil. Makasih." Aisyah kembali menormalkan ekspresinya, berpura-pura tidak pernah terjadi sesuatu yang membuatnya saat ini begitu malu. Perasaan, mau di dunia mimpi dan dunia nyata sekalipun, kenapa dirinya begitu suka membuat diri sendiri malu.

Sekarang dia berpura-pura fokus dengan minumannya, meski pada nyatanya telinganya berusah menyimak dengan baik apa yang di perbincangkan oleh Fadila dan  Reyhan, walau kenyataannya konsentrasinya kembali buyar oleh mimpinya tadi malam.

"Ngomong-ngomong, kamu kelas apa, Dil?" 

"Kelas A, kak." Reyhan mengangguk paham.

"Kamu?" 

Fadila menyikut lengan Aisyah, yang membuat gadis itu mendongak.

"Apa?" bisik Aisyah, saking sibuknya dengan pikirannya sendiri, Aisyah sampai tidak mendengar apa yang mereka perbincangkan.

"Ditanya Kak Rey, tuh." 

Aisyah mengerutkan alisnya, kemudian netra coklatnya menatap sejenak ke arah Reyhan. 

"Kalau, kamu?" Reyhan kembali mengulang pertanyaannya. 

"Aisyah, kak."  Jawab Aisyah dengan pede, meski sempat tidak fokus tadi tapi dia yakin Reyhan pasti menanyakan namanya. 

"Saya tidak tanya nama kamu. Maksud saya, kamu kelas apa?" 

Lagi dan lagi, kenapa hobi sekali membuat dirinya malu sendiri. Mungkin kantong doraemon saat ini akan sangat berguna bagi Aisyah untuk melarikan diri. Fadila terlihat mengulum bibirnya, menahan tawa yang sepertinya akan meledak.

"Kelas A juga, Kak." Aisyah masih bisa bersikap biasa, meski kenyataannya dirinya sendiri ingin menghilang dari tempat itu secepatnya. Tepat setelah dia selesai berkata, es teh yang dia pesan akhirnya habis tak tersisa. 

"Dil, aku duluan, ya. Mau ngerjain tugas di atas." 

"Sip. Nanti aku ke sana, ya." 

Aisyah mengangguk kemudian meraih jas lab-nya yang dari tadi ia taruh di atas meja. 

"Mari, kak. Duluan." Aisyah masih berusaha untuk tetap ramah kepada orang di depannya itu. Memberikan seulas senyum kemudian beranjak menaiki tangga. Padahal dalam hatinya, ia tidak berhenti merutuki dirinya yang kelewat ambyar, hanya gara-gara mimpi unpaedah tersebut.

"Aisyah…." 

Aisyah menoleh, ia yakin tadi namanya pasti disebut meskipun hanya terdengar lirih. 

"Ada apa, Sya?" 

Aisyah menoleh ke arah Fadila yang kini mendongak ke arahnya. Aisyah tersenyum lalu menggeleng kemudian kembali melangkahkan kakinya, mungkin suara tadi hanya halusinasinya saja. 

“Kebetulan Kak Rey bawa gitar, duet yuk, kak?” 

Langkah kaki Aisyah terhenti mendengar ucapan Fadila, dari sela-sela tangga ia masih bisa melihat mereka yang tengah berbincang. Mengingat Fadila pernah mengatakan kalau yang kemarin bermain gitar sambil sholawatan adalah Reyhan dan teman-temannya, apa mungkin sebenarnya suara imam yang Aisyah kagumi selama ini adalah suara Reyhan? 

Aisyah menggeleng cepat, itu pasti tidak mungkin. Jika memang benar, dapat dipastikan dirinya akan semakin ambyar dan pusing dengan realita yang dia alami sekarang. Aisyah kembali melangkah dan kini semakin cepat, dia tidak ingin kepalanya semakin pusing dengan prasangka-prasangka anehnya.

Petikan gitar mulai terdengar dan perlahan sayup-sayup lantunan sholawat mulai terdengar. Aisyah membeku, menyandarkan badannya di anak tangga yang masih ia pijaki.

“Ya Allah, kenapa bisa kebetulan seperti ini?” lirih Aisyah masih tidak percaya. Jadi selama ini suara imam yang diam-diam dia kagumi adalah suara Reyhan, manusia yang jika bertemu dengan Aisyah selalu mendatangkan hal tak terduga.


How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kebugaran cinta
444      316     0     
Romance
Meskipun sudah memiliki harta kekayaan yang berlimpah tidak membuat martia merasakan ketulusan dan bahagia. Orang tua martia selalu sibuk mengejar karir dan kesuksesan sampai-sampai martia dari kecil sampai besar harus dirawat oleh asisten rumah tangganya. Kebiasaan buruk martia selalu melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga kesedihan nya dengan cara ngemil makanan sehingga tanpa sadar bera...
Too Sassy For You
1535      694     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
LUKA TANPA ASA
8983      2210     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
BALTIC (Lost in Adventure)
4620      1531     9     
Romance
Traveling ke Eropa bagian Barat? Itu bukan lagi keinginan Sava yang belum terwujud. Mendapatkan beasiswa dan berhasil kuliah master di London? Itu keinginan Sava yang sudah menjadi kenyataan. Memiliki keluarga yang sangat menyanyanginya? Jangan ditanya, dia sudah dapatkan itu sejak kecil. Di usianya ke 25 tahun, ada dua keinginannya yang belum terkabul. 1. Menjelajah negara - negara Balti...
Zona Elegi
522      340     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
809      508     5     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
Aku Mau
11483      2162     3     
Romance
Aku mau, Aku mau kamu jangan sedih, berhenti menangis, dan coba untuk tersenyum. Aku mau untuk memainkan gitar dan bernyanyi setiap hari untuk menghibur hatimu. Aku mau menemanimu selamanya jika itu dapat membuatmu kembali tersenyum. Aku mau berteriak hingga menggema di seluruh sudut rumah agar kamu tidak takut dengan sunyi lagi. Aku mau melakukannya, baik kamu minta ataupun tidak.
Into The Sky
498      326     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Kala Senja
35134      4915     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
Haruskah Ku Mati
53006      5873     65     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...