Manusia ibarat unsur atom, mereka akan berpasangan membentuk suatu senyawa
Jika sudah mengenal satu sama lain dan memiliki kecocokan
Maknanya, semua tidak bisa dipaksakan sebelum hati memilih dan memperjuangkan
***
"Aisyah!"
Aisyah Tersentak kaget, Ia gelagapan sendiri ketika di depannya sudah berdiri Laela, Kakak tingkatnya yang sekarang menjabat sebagai Co.Ass (Asisten dosen) dan hari ini akan membimbingnya untuk melaksanakan praktikum.
"Kenapa belum pakai masker sama sarung tangannya? Kita akan segera mulai praktik."
"Maaf, kak." Aisyah segera merogoh saku jas Lab-nya, mencari dua benda yang wajib ada selama praktikum itu.
"Kamu, mikirin apaan, sih?" Pani menyikut lengan Aisyah. Dia sudah memperhatikan Aisyah dari tadi, sikap anak itu hari ini memang tidak seperti biasa. bengong-bengong nggak jelas gitu.
"Nggak ada, Pan. Mungkin gara-gara kurang tidur, makanya jadi kurang fokus," elak Aisyah, dia segera memakai masker dan sarung tangannya sebelum kena omel lagi oleh Co.Ass yang lain.
“Di asrama, lagi banyak kegiatan, ya?”
Aisyah hanya mengangguk, ia masih fokus merapikan sarung tangan yang masih tidak mau terpasang dengan benar di setiap jarinya.
"Ok, semua! Sebelum kita mulai. Pastikan alat dan bahan yang akan kalian gunakan sudah tersedia di atas meja masing-masing kelompok. Di sini satu kelompok akan di bimbing oleh satu Co.Ass. Jadi, jika ada yang dibingungkan dari petunjuk praktikum yang sudah tertera di diktat. Kalian bisa langsung tanya ke Co.Ass masing-masing. Bagaimana, mengerti?"
"Mengerti, kak!" Serentak mahasiswa yang ada di dalam Laboratorium menjawab dengan lantang.
"Saya ingatkan sekali lagi, pagi ini kita akan coba membuat Bom Hidrogen sederhana, jadi perhatikan dengan teliti takaran dari bahan-bahan yang akan kalian gunakan. Jangan sampai melebihi dari apa yang di minta. Jangan bercanda, apalagi main-main. Baik, kalau begitu silahkan di mulai!"
Tangan-tangan yang berbalut sarung tangan karet itu mulai sibuk bergerak kesana-kemari mengambil alat dan bahan yang akan mereka gunakan. Masing-masing kelompok mulai membagi peran untuk anggotanya.
"Aisyah, tolong timbang serbuk Zn sebanyak 5 gram." Rama, teman kelompok Aisyah meminta tolong. Aisyah Mengangguk dan segera mengambil apa yang di minta.
Fokus Sya, jangan pikirin itu dulu. Nanti-nanti aja mikirnya.
Batin Aisyah mulai mencoba mengkoordinir perasaannya sendiri. Akibat mimpinya yang di lamar oleh Reyhan tadi malam membuat Aisyah tidak bisa konsentrasi dari tadi. Kenapa epek mimpi itu bisa sedahsyat ini?
"Ini, Ram." Aisyah menyodorkan gelas arloji yang sudah berisikan serbuk Zn. Alis Rama terangkat sebelah, dia melirik Aisyah beberapa kali bergantian dengan serbuk Zn yang sekarang tengah di sodorkan kepadanya.
"Kamu yakin itu 5 gram, Sya?"
Aisyah mengangguk yakin, dia tadi nggak salah lihat, ini serbuk yang dia sodorkan memang ukuran 5 gram.
"Udah aku foto, kok Ram. Nih." Aisyah menyodorkan Handponenya memperlihatkan foto timbangan analitik yang tadi dia ambil.
"Gelas arlojinya, udah kamu taruh ke zero tadi, sebelum masukin serbuk Zn-nya?" Aisyah terdiam, mencoba mengingat-ingat.
"Sepertinya sudah, Ram." Jawabnya sedikit ragu, pasalnya dia benar-benar lupa apakah sudah melakukan hal itu sebelum menimbang serbuk Zn tersebut. Rama mengambil gelas arloji yang berisi serbuk Zn tersebut lalu melangkah kembali ke tempat penimbangan.
"Ikut aku, sini!"
Aisyah menurut, dia segera mengikuti langkah Rama untuk kembali ke tempat penimbangan. Rama mengambil gelas arloji yang baru, kemudian mulai menimbang ulang. Aisyah nyengir, ketika melihat hasil timbangan yang jauh berbeda dari hasil yang ia dapati. Rama hanya menggeleng geli melihat ekspresi Aisyah sekarang.
"Kalau serbuknya sebanyak yang tadi, daya ledaknya nggak akan besar, Sya. Ya udah, ayo balik. Lain kali lebih teliti lagi, Ok!"
"Siap, dan…Sorry." Aisyah menyatukan kedua telapak tangannya sembari tersenyum lebar ke arah Rama. Rama hanya terkekeh, kemudian kembali melanjutkan tugasnya yang belum selesai. Aisyah menghebuskan napas lega, hampir saja kelompoknya gagal bereksperimen gara-gara dia.
Kali ini Aisyah lebih memilih menjadi pembaca petunjuk praktikum, dari pada nanti kejadian lagi seperti tadi, bisa nggak beres uji coba mereka hanya gara-gara keteledoran Aisyah.
Sekitar 10 menit berlalu akhirnya semua kelompok di minta untuk keluar dari ruang laboratorium menuju lapangan yang ada di samping gedung mereka. karena mereka tidak akan bisa meledakkan balon di dalam gedung.
"Pan, larutan NaOH udah kamu bawa?" Sendy melirik ke arah Pani yang sekarang tengah sibuk dengan korek api di tangannya.
"Sepertinya ketinggalan di dalam, Sen. Kebetulan belum aku ukur berapa juga tadi."
"Biar aku yang ambil. Berapa banyak?" Aisyah yang memang sedang tidak memegang apa-apa segera angkat bicara. Mereka memang berlima dalam 1 kelompok. Dan kebetulan Rama dan Tania sedang sibuk membersihkan alat-alat yang mereka pakai tadi. Jadi tinggal dirinya yang memang tidak memiliki kerjaan.
Sendy membuka diktat. " 5 ml, Sya."
Aisyah mengangguk paham, kemudian segera mengambi larutan NaOH yang memang sudah tersedia di atas meja mereka.
Kehebohan tidak bisa di bendung lagi, suara ledakan mulai bermunculan dari tiap-tiap kelompok.
"Jangan lupa, dokumentasinya, ya!" Teriak Farah, Salah satu Co.Ass mereka di sela ledakan yang salin sahut menyahut dari tiap kelompok.
"gawat, nih, kalau sampai teroris pada tahu." Sendy nyeletuk membuat sebagian mereka mengangguk setuju, meski perkataan Sendy hanya sebuah candaan. Apa mereka tidak tahu, kalau teroris juga mempelajari hal seperti ini?
Banyak mahasiswa dari fakultas maupun jurusan yang lain juga ikut menyaksikan kehebohan yang mereka buat. Bahkan banyak dosen yang menyaksikan dari lantai-lantai atas. Karena memang mereka berada di luar gedung, sehingga bebas untuk yang lain bisa menyaksikan.
"Jangan heboh sendiri, amati apa yang terjadi!" Laela kembali menginstruksi, perlahan keributan yang tercipta tadi menjadi hening. Mereka tidak mau mengambil resiko, jika masih terus saja membuat keributan.
Sekitar pukul 11 siang, mereka akhirnya selesai dengan bahan-bahan kimia tersebut. Aisyah duduk selonjoran setelah selesai membersihkan semua alat yang tadi mereka pakai, bereksperimen seperti tadi memang sangat menyenangkan. Namun, yang tidak mengenakkan adalah setelahnya. Ya, setelah ini Aisyah dan teman-temannya harus berkutat dengan laporan yang sangat menguras pikiran.
"Nih, minum dulu."
Dengan sigap Aisyah segera menangkap air botolan yang Rama lempar ke arahnya.
"Makasih. Eh, tapi ini gratis, kan?"
Rama mengangguk, kemudian ikut duduk di sampingnya. Aisyah segera membuka tutup botolnya dengan semangat. Tenggorokannya langsung terasa dingin, setelah meneguk hampir setengah dari isi botol itu.
“Capek banget, ya?”
Aisyah terkekeh, dia kembali meneguk beberapa ml sebelum berbicara.
“Kalau nggak capek, bukan dunia namanya, Ram.”
Rama terkekeh, bisa-bisanya dia lupa kalau yang diajak bicara adalah Aisyah, perempuan di sampingnya ini akan memiliki banyak jawaban yang membuatnya selalu kagum.
"Kapan kerjain laporan sementaranya?" rama kembali bertanya, Aisyah menghembuskan napasnya, ia menggaruk alisnya yang memang tak gatal sama sekali. Baru saja ia merenggangkan syaraf otaknya, Rama sudah kembali membuatnya berpikir keras.
"Andai aja praktikum nggak ada laporan, pasti seruh, tuh."
Lagi-lagi Rama terkekeh mendengar curhatan yang terdengar harapan itu.
"Gampang, jangan kerjain. Bereskan."
Mata bundar Aisyah melotot sempurna ke arah Rama.
"Terus nilai aku, bagaimana?" Mana bisa seperti itu, tidak mengerjakan laporan sama saja tidak mengikuti perkuliahan dia mata kuliah itu. Rama kalau ngasih ide, sukanya nggak mikir dulu.
Kini Rama bahkan tertawa melihat ekspresi yang muka Aisyah tampakkan, tak menjawab pun Aisyah akan tahu jawabannya, karena memang Aisyah sering sekali berandai-andai seperti itu setelah mereka selesai praktikum.
"Terus aja ngetawain!"
"Maaf, maaf. Nggak lagi, deh. Jangan cemberut gitu makanya!"
"Ciee, ciee yang beduaan." Aisyah merotasikan matanya, Pani dan Sendy yang entah sejak kapan berada di belakang mereka, mulai bertingkah kekanak-kanakan.
"Kita, tuh nunggu kalian, Jadi kapan dan dimana mau kerjain laporan sementaranya? Besok siang harus sudah jadi."
Untung saja ada Rama yang memang sangat sabar menghadapi tingkah aneh dari mereka.
"Tania, mana?" Pertanyaan Aisyah menyadarkan Rama kalau ternyata Tania tidak ada bersama Sendy dan Pani.
"Katanya tadi ada urusan mendadak, makanya pulang duluan. Hmmm…Berhubung kitanya nggak lengkap, mending bagi tugas. Nanti Rama jadi tukang bagi, terus kita tinggal lihat di grop, gimana?" Sendy segera menoyor kening Pani.
"Bilang aja, mau pulang cepat!"
"Sirik aja!"
"Gimana, Sya?" Rama kini menatap Aisyah yang masih sibuk dengan botol air minumnya.
"Aku, sih, yes. Asal Sendy jangan limpahin kerjaan dia ke aku lagi." Sendy yang memang sering memanfaatkan kebaikan Aisyah kini hanya nyengir kuda. Dia bukannya tidak mau mengerjakan, hanya saja otaknya sering lupa kalau ada tugas, Khususnya yang berbau kelompok.
"Kemarin itu, aku khilaf, Sya. Sekarang nggak lagi."
"Khilaf, kok. bisa tiga kali. Berturut-turut lagi!" Sindir Pani, membuat Sendy garuk-garuk kepala nggak jelas.
"Becanda, Sen. ya, udah kalau gitu aku balik asrama dulu. Kalian mau langsung pulang, kan?" Mereka mengangguk serentak, kapan lagi mereka bisa pulang cepat dari kampus, waktu yang langka dan harus di manfaatkan sebaik mungkin untuk tidur, eh maksudnya belajar.
"Sya!" Aisyah segera menghentikan langkahnya dan menoleh.
"Iya, Ram?"
"Hati-hati." Aisyah mengangguk sembari tersenyum, sebelum ia kembali melangkahkan kakinya.
"Cinta itu ibarat larutan, kalau dibiarkan terus menerus kayak gini, nanti mengendap, dan akhirnya akan susah untuk di larutkan lagi."
Rama menatap Sendy dengan kening mengkerut, anak itu ternyata masih berada di belakangnya.
"Hubungannya sama aku apaan? Bambang!"
“Oh, ya, kamu, ‘kan sudah punya Rini.”
“Nggak jelas!”
“Iya, Kayak perasaan kamu, Ram.”
Rama merotasikan bola matanya. Tak mau mendengar ocehan Sendy yang menurutnya tak masuk akal, tidak rasional, dan tentunya tidak nyambung. lebih baik Rama pergi, untuk menghindari mulutnya berbuat dosa lebih banyak kalau terus menerus di dekat Sendy.