Read More >>"> Take It Or Leave It (||Mimpi||) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Take It Or Leave It
MENU 0
About Us  

Hanya melihat tanpa menyapa 

Hanya memandang tanpa berkata

Dekat belum tentu terikat, ada  belum tentu bersama

***

“Ayah, tujuan Reyhan datang hari ini adalah untuk melamar putri Ayah, Aisyah.”

Mata Aisyah membulat sempurna, dibalik dinding yang menghalangi tempatnya berdiri dengan dua sosok laki-laki yang tengah duduk serius membicarakan dirinya di ruang tamu. Ia tidak menyangka bahwa sosok lelaki yang ada di hadapan Ayahnya sekarang datang untuk melamarnya. Melamar? Bukankah itu tandanya ia akan menikah? 

“Apa Nak Reyhan sudah mengenal anak Ayah?” 

Aisyah kembali memasang pendengarannya dengan tajam, jantungnya kembali berdetak lebih kencang dari biasanya. 

“Ck, kenapa diam?” Aisyah semakin penasaran karena Reyhan tak kunjung membuka suara, dengan sedikit membungkuk Aisyah mencoba mencuri pandang ke arah ruang tamu. Tanpa sengaja manik mata mereka beradu pandang beberapa detik, membuat Aisyah langsung menarik tubuhnya kembali ke belakang. 

“Kenapa pakai ikutan ngelihat, sih?! Kan, malu, ketahuan gini!” Aisyah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bagaimana kalau Reyhan menganggapnya wanita yang kepo.

Reyhan yang sama kagetnya juga langsung menunduk setelah tanpa sengaja manik mata mereka bertemu beberapa detik. Dia segera mengatur ekspresi wajahnya, lalu tersenyum ke arah laki-laki paruh baya di depannya.

“Itu sebabnya Reyhan datang melamar, karena Reyhan ingin lebih mengenal Aisyah,”jawab Reyhan tegas.

“Apa Nak Reyhan, yakin?” 

“In Syaa Allah, yakin, Yah.” 

Laki-laki paruh baya itu mengangguk pelan, sembari terus menatap lawan bicaranya.

“Kalau boleh Ayah tahu, apa alasan Nak Reyhan memilih Aisyah?” 

Aisyah memejamkan matanya cemas mendengar tiap pertanyaan yang sang ayah lontarkan kepada Reyhan. Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya yang berada di posisi Reyhan, diintrogasi sedemikian rupa oleh sang ayah. Aisyah yang mendengarnya saja sudah setegang ini, terus apa kabar Reyhan yang ditanya? Semoga hatinya baik-baik saja.

Aisyah tahu, semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sang ayah semata-mata hanya demi dirinya dan masa depannya. Karena seorang ayah pasti menginginkan pasangan yang terbaik untuk anak perempuannya.

“Agamanya….” 

Aisyah kembali memfokuskan pendengarannya ketika Reyhan kembali membuka suara setelah sekian detik laki-laki itu terdiam.

“Karena saat godaan dunia melemahkan cinta, maka agamalah yang akan berperan untuk menguatkannya.” 

Bolehkah Aisyah baper? Hati wanita mana yang tidak akan berbunga-bunga jika ada lelaki yang mengatakan kalimat yang Reyhan ucapkan tadi. Mungkin Aisyah akan menganggap ucapan Reyhan hanya rayuan semata, jika laki-laki tersebut mengucapkan kalimat itu di depannya. Namun keadaannya sekarang berbeda, laki-laki itu sama sekali sedang tidak berbicara dengannya. Aisyah kembali mengintip ke arah ruang tamu.

“Minum dulu, Nak.” 

Kehadiran bunda Raina membuyarkan keseriusan dari dua laki-laki tersebut.

“Siapa namamu tadi?” Sekarang Aisyah tahu dari mana dia mendapatkan sifat pelupa perihal nama orang, siapa lagi kalau bukan dari sang Bunda.

“Reyhan…”

“Panggil Bunda saja.” 

Aisyah melongo. Tadi sang ayah, sekarang bundanya. Tidak biasanya kedua orang tuanya ini meminta seseorang memanggil mereka dengan sebutan Ayah dan Bunda, setahu Aisyah panggilan tersebut hanya berlaku untuk dirinya dan Adik laki-lakinya. Apa ini sebuah kode, kalau ayah dan bunda sebenarnya setuju dan hendak menerima lamaran dari Reyhan.

“Nak Reyhan, Ayah hargai niat baik kamu. Tapi, keputusan tetap ada di tangan Aisyah.” Reyhan mengangguk paham. Aisyah menarik napasnya lega, dugaan yang sempat terlintas dalam pikirannya tadi ternyata salah, kedua orang tuanya tetap memberikan hak penuh kepadanya untuk memilih.

“Aisyah, kesini sayang!” Aisyah yang memang dari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri, tersentak kaget akibat panggilan yang tiba-tiba dari sang Bunda. Refleks tangannya yang memegang dinding terlepas, membuat tubuhnya terjerebak ke depan.

Bugh!

Tiga pasang mata di ruang tamu kini tengah menatap Aisyah, dengan gaya sesantai dan sebiasa mungkin Aisyah segera bangkit, lalu merapikan gamis dan jilbabnya yang berantakan. Dia memberikan senyum termanisnya untuk menutupi rasa gugup dan malu yang saat ini dia rasakan. Rasanya Aisyah ingin bermetamorfosis seperti ulat yang bisa mengubah dirinya menjadi kupu-kupu, agar bisa segera terbang menghindari tiga pasang mata yang saat ini tengah memperhatikannya. Jujur, rasa sakit akibat terjatuh tadi sama sekali tidak dia rasakan, yang ada hanya rasa malu yang menjalar di setiap permukaan kulitnya. 

Aisyah berjalan pelan menghampiri mereka, menundukkan pandangannya untuk mengamankan hati dan perasaannya.

“Duduk dekat Bunda, sayang.” Bunda meraih pergelangan tangan Aisyah, menariknya pelan agar Aisyah duduk disampingnya.

Ternyata rasa gugup bukan hanya dirasakan oleh Aisyah, namun dirasakan juga oleh Reyhan. Laki-laki itu langsung menundukkan kepala ketika Aisyah mulai berjalan ke arah ruang tamu. Aisyah memang bukan gadis asing bagi Reyhan, karena mereka memang sudah saling mengenal, meski hanya sekedar saling mengetahui nama saja.

“Ayah yakin, Aisyah sudah mendengar apa yang Ayah sama Reyhan bicarakan.” Aisyah mengangguk pelan. Sebentar. Apakah ini benar-benar dirinya? Kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi sekalem ini, kemana sifat pecicilannya? Baiklah, mungkin sifat kalemnya akan berfungsi ketika dia bertemu dengan orang yang belum dekat dengannya.

“Jadi… Apa jawaban Aisyah?” 

Aisyah diam sejenak, memejamkan matanya sembari menarik napas pelan. 

“Kasih Aisyah waktu, Yah. Boleh?” Reyhan tersenyum dalam diamnya, setidaknya dengan jawaban Aisyah saat ini dia masih memiliki sebuah harapan. Reyhan paham, tidak mudah untuk memutuskan pilihan dalam waktu secepat ini, jika dia yang berada di posisi Aisyah  mungkin dia akan melakukan hal yang sama, yakni meminta waktu. Karena memang menikah bukan perkara mudah, menikah bukan hanya tentang menyatukan sepasang manusia, namun juga tentang menyatukan dua keluarga.

“Bagaimana, Nak Reyhan?”  Reyhan mengangkat pandangannya, menatap laki-laki paruh baya yang masih terlihat berwibawa dimatanya.

“Reyhan siap menunggu, Yah. Apapun keputusan yang Aisyah ambil, akan Reyhan terima dengan baik. Kalau begitu… Reyhan pamit pulang, Yah, bund, … Aisyah.” 

Aisyah mengangkat pandangannya, menatap ke arah Reyhan yang juga ternyata sendang menatapnya. 

“Aisyah… Aisyah!” Aisyah merasakan pipinya ditarik oleh seseorang.

“Bunda, biarkan Aisyah melihatnya sejenak.”

“Sya, bangun woe! Ngomong apa sih, ni anak. Aisyah!” 

Aisyah terperanjat dari tempat tidurnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha mengembalikan kesadaran.

“Kenapa aku di sini?” Aisyah menatap sekeliling dengan heran, kenapa dia bisa berada di Asrama sekarang, bukankah tadi dia sedang berada di rumah bersama Ayah, Bunda dan juga Reyhan.

“Emangnya kamu mau dimana?” 

Aisyah menoleh mendapati Meimei tengah menatapnya bingung. Otak Aisyah tiba-tiba long loading retinanya cukup lama memandang Memei yang semakin terlihat bingung.

“Astghfirullah!” Sepertinya kesadaran Aisyah sudah 100% kembali, Ia merebahkan tubuhnya kembali ke atas ranjang, setelah menyadari bahwa apa yang tadi terjadi hanyalah sebuah mimpi. Pertemuan itu, lamaran indah itu, hanyalah sebuah halu yang tercipta dalam kembang tidurnya. Tunggu, dan siapa tadi yang melaamrnnya di dalam mimpi? Reyhan? Kenapa harus laki-laki itu yang muncul dalam mimpinya?

“Kamu kenapa, sih? Habis mimpi ketemu setan?”

“Lebih dari itu,” gumam Aisyah sembari memijat keningnya. Bisa-bisanya dia mimpi Seperti itu, kenapa juga dalam mimpinya ia sudah baper duluan, pakai acara kebawa ke dunia nyata lagi bapernya.

“Ck, aneh banget tau, nggak! Mending cepat ambil air wudhu sana, terus shalat tahajjud biar nggak aneh kayak gini!” Meimei berlalu meninggalkan Aisyah yang masih mengetok kepalanya nggak jelas.

“Perasaan, aku sudah baca do’a deh, sebelum tidur. Astaga!” Aisyah segera berlari keluar menuju kamar mandi, ia yakin air wudhu akan menghilangkan mimpi aneh yang tadi sempat menjadi kembang tidurnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Potongan kertas
781      383     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Story of April
1767      724     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Girl Power
1869      774     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
NADI
5675      1518     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Konspirasi Asa
2467      837     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
KEPINGAN KATA
406      269     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Back To Mantan
529      349     0     
Romance
"kenapa lagi.."tanya seorang wanita berambut pendek ikal yang dari tadi sedang sibuk dengan gadgetnya. "kasih saran.."ujar wanita disebelahnya lalu kemudian duduk disamping wanita tadi. lalu wanita sebelahnya mengoleh kesebelah wanita yang duduk tadi dan mematikan gadgetnya. "mantan loe itu hanya masa lalu loe. jangan diingat ingat lagi.loe harus lupain. ngerti?&...
My Teaser Devil Prince
5845      1414     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
The Past or The Future
417      333     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Hyeong!
149      128     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...