Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gi
MENU
About Us  

"Kamu nggak ada kerja hari ini, Nam?" Suara Bu Fitri membuatku menoleh sebentar, lalu menyimpan pensil yang dari tadi aku gunakan untuk menggambar. 

 

Aku menggeleng cepat sebagai jawaban. "Hari ini aku janji mau jemput adikku, Bu."

 

Bu Fitri duduk di depanku. "Hari ini kok tumben Bastari nggak ada, Nam?"

 

"Bastari tadi langsung dijemput paksa Mas Niko, Bu." 

 

Mendengar kalimatku barusan Bu Fitri tertawa geli. Aku selalu bingung dengan pilihan kataku yang terkadang membuat lawan bicaraku justru tertawa, seperti saat ini. Aku hanya tersenyum menanggapi tawa Bu Fitri. 

"Kamu nih, Nam, ada-ada saja. Mas Niko kan kakaknya Bastari, mana ada pemaksaan, itu memang sudah kewajibannya sebagai kakak, kan?" 

 

Aku memamerkan deretan gigiku. "Maksudnya Nami, Mas Niko kan nggak perlu jemput Bastari segala, Bu ... lagian Bastari sudah gede juga, biasanya juga dia naik angkot bareng Nami," ucapku, teringat bagaimana Bastari berteriak kepada Mas Niko saat kakaknya itu mengancam tidak akan membiarkan Bastari keluyuran setelah jam pulang, termasuk untuk ekstrakurikuler sekalipun, kalau saat itu Bastari menolak ajakannya. 

 

Ponselku berbunyi tanda pesan masuk. Aku melirik kearah layar ponsel yang menyala, di sana ada nama Babas. 

 

"Mungkin kali ini ada urusan keluarga yang mendesak, Nam. Makannya Mas Niko sampai jemput, kan ...." 

 

"Iya, Bu, mungkin," sahutku. 

 

Bu Fitri mengeluarkan plastik dari dalam tas yang ia bawa. "Ini ada sedikit kue yang ibu buat sendiri, baru belajar, mungkin rasanya nggak akan seenak kue yang dijual di toko rotinya Bastari. Tapi, ibu harap kamu mau menerimanya, ya, Nami?" Bu Fitri memberikan plastik itu kepadaku. 

 

Aku menerimanya, sembari berujar ucapan terima kasih atas pemberian Bu Fitri. "Ibu, apa boleh aku tunggu di sini sampai adikku mengabari untuk menjemputnya?" tanyaku. Jujur saja sebenarnya keberadaanku di perpustakaan membuat Bu Fitri jadi terlambat pulang. 

 

Aku melihat air wajah Bu Fitri yang berubah, dia melihat sambil lalu ke arah jam tangannya. "Maafkan Ibu ya, Nami ... Ibu hari ini harus pulang cepat," jawabnya. 

 

"Ah, begitu .... Iya, Bu, nggak apa-apa, kok. Nami bisa tunggu di taman depan saja." Aku segera membereskan peralatan menggambar milikku ke dalam tas. 

 

"Sekali lagi Ibu minta maaf, ya, Sayang," ucap Bu Fitri dengan ekspresi menyesal yang kentara di wajahnya. 

 

Aku mengukir senyum simpul, lalu berkata, "Nggak usah minta maaf, Ibu ... nggak apa-apa, Ibu nggak salah, kok." 

 

Aku beranjak dari tempat duduk dan segera berdiri di sebelah Bu Fitri. "Ayo, Bu. Kita jalan sama-sama sampai depan," tambahku, segera dijawab lewat anggukan oleh Bu Fitri. 

 

Bu Fitri pamit undur diri saat tiba di taman depan. Dia segera menuju tempat parkir yang berada tidak jauh dari taman. Tidak lama, sepeda motor yang dikendarai oleh Bu Fitri datang. Bunyi klakson panjang terdengar nyaring, dan membuatku melambaikan tangan kearahnya. 

 

"Hati-hati, Bu!" Aku berseru. 

 

Aku duduk di salah satu kursi yang ada di taman depan. Aku kembali ingat pesan Bastari yang belum sempat aku buka, baca dan balas. 

 

Babas: [Nami ... tolong aku, please! Mas Niko gila, Nam!]

 

Babas: [Kamu tahu kan, perkara Mas Niko yang nggak mau nikah dan dia sampai ngaku di hadapan ortu kalau dia homo?]

 

[Aku sudah pernah cerita, kan, Nam?]

 

Aku menggelengkan kepalaku ke kiri dan kanan, sembari mengurut dadaku pelan seiring dengan embusan napas yang keluar. "Ampun banget deh nih, kakak-adik! Nggak ngerti lagi aku!" 

 

Kembali aku membaca kelanjutan pesan yang dikirim oleh Bastari kepadaku. 

 

Babas: [Gara-gara dia yang nggak mau nikah, akhirnya ortu aku nyuruh aku ikut acara pertemuan sama keluarga besar Pak Subroto, Nami ...!]

 

Babas: [Nami! Kamu tega banget nggak balas pesan aku, Nam! Dasar tega, sahabat macam apa kamu, Nam? 😭]

 

[Balas pesanku, Napa, dah!]

 

Tawaku pecah membaca isi chat terakhirnya. Segera aku membalas pesan Bastari. 

 

Anda: [Maksudnya, kamu mau dinikahi sama om-om yang usianya 11-12 sama Papi kamu, gitu, Bas?]

 

[Atau gimana, sih? Aku nggak ngerti 😩]

 

Belum dibaca. Tumben Bastari cuekin chat aku? 

 

"Anjing! Bangsat!" Tiba-tiba saja kalimat umpatan itu terdengar dan sukses membuat aku menengok ke sumber suara. 

 

Kedua mataku terbuka lebar saat mendapati beberapa laki-laki berlarian sambil membawa tongkat baseball berlari mondar-mandir di depan gerbang sekolah. 

 

"Hei, hei! Ada apa ini? Ngapain kalian di depan gerbang sekolah ini, hah?" Kali ini giliran suara Pak Tono, satpam sekolah yang terdengar. Takut-takut aku berjalan menuju arah gerbang. Aku melewati pos satpam terlebih dahulu, sebelum sampai di gerbang sekolah. 

 

"Anjing! Si setan itu hilang!" Salah seorang dari gerombolan siswa laki-laki itu berkata, setelah pandangannya beredar ke dalam sekolah dan memastikan bahwa yang dicarinya tidak ada, dia memberikan kode lewat lembaian tangannya dan seketika gerombolan itu bubar mengikuti laki-laki itu. 

 

"Ada apa, Pak?" tanyaku tiba-tiba penasaran. 

 

"Nggak tahu, Dik. Tapi sepertinya mereka cari seseorang dari sekolah kita, hanya saja Bapak nggak tahu siapa yang mereka cari." Pak Tono menjelaskan. 

 

"Daripada mereka ribut di sini, lebih baik Bapak usir, kan, Dik?" tambahnya.

 

Aku setuju jadi aku hanya mengangguk. 

 

"Dik Namina belum pulang?" 

 

Aku menggeleng pelan. "Belum, Pak. Kebetulan sebentar lagi Nami baru pulang, sekalian jemput adik." 

 

"Oooh, begitu ...." 

 

Aku mengangguk sebagai jawaban. "Masih banyak yang belum pulang di dalam, Pak?" Kali ini giliran aku yang bertanya. 

 

"Iya betul, Dik. Masih banyak. Biasalah, Dik, siswa yang sedang ada kegiatan ekstrakurikuler."

 

Sekali lagi aku hanya dapat mengangguk sebagai jawaban. 

 

"Kalau begitu, Bapak ke dalam dulu ya, Dik," pamit Pak Tono yang segera menuju pos jaganya. Mungkin dia harus memberikan laporan terkait dengan gerombolan barusan. 

 

Ponsel miliku berbunyi nyaring, panggilan masuk dari adikku. Segera aku mengangkatnya. Adikku meminta jemput. 

 

Aku berjalan menuju tempat pemberhentian angkutan umum sambil mengirim pesan kepada adikku.

 

Anda: [Tunggu sebentar ya, Kakak sedang menunggu angkot.]

 

"Aduh!" Kakiku terantuk sesuatu yang membuat tubuhku limbung ke depan. Aku terkejut saat melihat seseorang tengah berbaring di sana dan menghalangi laju kakiku. Rasa kaget itu tidak hilang sampai di situ, saat tiba-tiba tubuh yang membelakangiku itu berbalik dan menampakkan sosok Gi yang penuh luka lebam di wajahnya. 

 

"Astaganaga!" pekikku dan segera beranjak dari tempatku terjatuh. 

 

"Hei, kamu!" 

 

Aku pura-pura tidak mengenali dirinya, dan memilih membuka kembali ponselku. 

 

"Hei, cewek cengeng yang tadi pagi!" Kalimat itu entah kenapa berhasil membuat atensiku penuh kepadanya. 

 

"Apa kamu bilang?" 

 

Bukannya menjawab pertanyaan dariku, Gi justru tersenyum tidak ramah, cenderung meremehkan. "Kalau kamu menolongku, aku janji akan membalasnya nanti," ucapnya. 

 

"Kalau aku nggak mau? Kamu mau apa?" balasku gusar.

 

Sekali lagi senyum itu bertengger pada wajahnya yang babak belur. "Aku bisa minta Papaku untuk mengeluarkan kamu dari sekolah. Kamu mau?" 

 

Jujur saja aku tidak menyukai gaya dia yang sok berkuasa barusan. Padahal jelas-jelas dia sedang butuh bantuan tapi malah menyebalkan. Entah kenapa, situasi ini mirip seperti dongeng yang dulu sempat aku baca di buku, tentang 'Singa dan Tikus' dan pada akhirnya membuat tikus membantu singa yang sedang terjebak di jaring pemburu. 

 

Sial, aku kalah! 

 

Aku mendengus sebelum akhirnya berkata, "Jadi kamu mau minta tolong apa?" 

 

"Kamu bisa mengendarai motor?" Gi beranjak, tubuhnya yang jangkung itu perlahan-lahan duduk di salah satu bangku. 

 

"Bisa," jawabku singkat dan jelas. 

 

"Motor cowok bisa?" tanyanya sekali lagi. 

 

"Nggak, aku cuma bisa bawa motor metik," ungkapku jujur. Teringat cerita Bastari tadi pagi aku semakin malas berbicara dengan Gi, orang yang menurutku tidak bertanggungjawab atas kewajibannya sebagai siswa. 

 

"Nggak guna!" 

 

Baru saja aku mendengar laki-laki yang dibenci seantero sekolah itu mengumpat padaku. 

 

"Maksud kamu apa?" Nada suaraku tidak dapat dikontrol. 

 

"Kalau begitu aku nebeng motormu." Dengan seenak jidat dia berkata. 

 

"Aku nggak punya motor."

 

Sebelah alis tebal miliknya terangkat, dari air wajahnya terlihat jelas kalau dia tidak percaya dengan kata-kata yang aku ucapkan. Terserah.

 

"Kamu pulang naik angkutan umum?" Kali ini dia bertanya lagi tanpa mengabaikan betapa kesalnya diriku. Aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. 

 

"Ya iya, lah ... masa ya iya, dong!" Tambahku kesal. Dia beranjak dari tempat duduk dan berjalan sambil tertatih kearahku. 

 

"Bawa aku .... A--aku ...." Laki-laki itu belum selesai berkata, dan dengan tanpa rasa bersalah dia justru pingsan.

 

"Apa-apaan ini?" Aku memekik saat tubuh jangkung itu menimpaku.

 

 

🌱

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
7656      2529     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
Aku Milikmu
2033      895     2     
Romance
Aku adalah seorang anak yang menerima hadiah terindah yang diberikan oleh Tuhan, namun dalam satu malam aku mengalami insiden yang sangat tidak masuk akal dan sangat menyakitkan dan setelah berusaha untuk berdamai masa lalu kembali untuk membuatku jatuh lagi dengan caranya yang kejam bisakah aku memilih antara cinta dan tujuan ?
AKSARA
6409      2185     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
I'm not the main character afterall!
1374      711     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
9523      2111     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
My Doctor My Soulmate
117      104     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Mr.Cool I Love You
135      119     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?
Hello, Kapten!
1480      739     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Diary Ingin Cerita
3436      1636     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Girl Power
2397      904     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...