Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Henan yang duduk di sofa ruang depan indekos hanya menatap datar siaran pada layar TV di depan. Ada Thilo yang duduk di sampingnya, tertawa sambil menikmati jagung berondong buatan sendiri. Saat ini hanya mereka berdua yang menghuni. Delio masih sibuk seperti hari biasanya sebagai mahasiswa kedokteran sedangkan Mavi belum pulang dari acara jalan bersama Gina. Henan berdecih untuk itu.

Katakan sekarang dirinya tengah kesal setengah mati. Setelah mendapat info dari Jeon Henan lantas dengan cepat menyusul ke parkiran. Sempat tertinggal tapi bukan Henan namanya kalau tidak menyusul. Bahkan dengan gerakan layaknya seorang penguntit, lelaki itu berhasil mengekor dengan sembunyi-sembunyi. Meski tidak mendengar perbincangan mereka tapi Henan sudah sangat jelas menaruh cemburu pada keduanya. Apa Henan belum bilang? Tentu tanpa lelaki itu kasih tahu pun kalian pasti paham kalau dirinya sudah jatuh cinta sama Aryana Regina. Gadis pendek dengan selera makan bubur ayam yang aneh.

Maka di sinilah Henan. Duduk dengan wajah masam dan tidak peduli pada tontonan. Bahkan sahutan Thilo pun tidak dia dengarkan.

"Henan, lo lihat, deh. Dia mirip banget sama lo masa? Hahaha." Henan hanya menjawab dengan dehamannya. Entah lelaki itu dengar atau tidak yang jelas dirinya sudah menjawab.

Langit di luar sudah menunjukkan malam namun Mavi masih belum menunjukkan batang hidungnya. Baru saja hendak melantunkan umpatan-umpatan pada lelaki itu suara motor seketika terdengar dari arah luar. Gerbang yang digeser pun sangat terdengar jelas. Dan dalam hitungan menit, kini Mavi berjalan masuk dan melepas helm dengan begitu tenang.

"Gue pulang," sahutnya.

"Selamat datang. Makan terus istirahat," Thilo menjawab.

Mavi mengangguk dan menyimpan sepatunya pada rak. Mengangkat kepala dan kini pandangannya bertemu dengan Henan. Kelopak matanya yang bergerak turun mencermati maksud dari pandangan tajam anak lelaki itu padanya.

"He—"

"Bagaimana kencan lo?" Bahkan Henan sudah menyahuti dirinya lebih dulu.

Mavi menyerit heran. "Kencan apaan? Siapa yang kencan?"

"Lo lah! Siapa lagi memang? Bang Thilo? Dia belum ada gandengan," jawab Henan. Thilo yang tengah asik menonton seketika menoleh. Tangan yang hendak menyuapi diri terhenti di depan mulut.

"Gue kenapa disebut-sebut heh!" protesnya pelan. Namun, baik Henan maupun Mavi nampak tidak memperdulikannya.

Mavi mendesah. Aura Henan seperti mengajaknya ingin ribut sekarang. Maka Mavi memilih menghindar dengan melanjutkan kembali langkahnya menuju kamar. Belum mencapai tangga, dirinya harus berhenti kala lelaki lebih muda setahun darinya itu kembali menyinggung.

"Mentang-mentang lo sudah punya satu, tambah lagi biar lebih puas?" sahut Henan. Mavi berbalik menatap anak itu. "Gue kira lo bakal mau ikut jejak Jeon. Ternyata lo lebih berengsek dari lelaki itu rupanya," lanjutnya kembali.

"Lo ngomong apa, Hen? Gue gak ngerti."

Thilo yang masih di tempat seketika duduk menegang. Jagung brondong di pangkuan disimpan pelan di atas meja. Dirinya merasa tidak enak dengan aura ruangan mereka sekarang.

"Apa Mba Abey gak cukup buat lo, Vi? Apa Gina juga harus ikut jatuh hati sama lo?" Henan kini berdiri dan menghadap pada Mavi. Pandangannya masih sama, penuh akan intimidasi. "Gue gak habis pikir lo dengan beraninya bertindak sampai begini. Lo gak pikir sama orang yang sakit gara-gara kelakuan lo?"

Mavi menghela napas berat. "Gue gak paham lo ngomong apa. Abey, Gina, memangnya kenapa sama keduanya? Gue cuman dekat sa—"

"Oh? Dekat? Berarti lo sama Mba Abey cuman sebatas dekat, begitu? Janji manis lo ke dia buat dijadikan pacar mana? Yang katanya sudah cinta, sayang, ini dan itu. Nyatanya cuman dekat?" Senyum Henan terbit tapi Mavi tahu itu bukan senyum bersahabat. "Vi, apa lo masih buta buat lihat?"

Untuk kesekian kalinya Mavi menyerit keheranan. "Apa lagi?" jengahnya.

Kali ini senyum Henan penuh kemirisan menatap Mavi. "Memang kepekaan lo itu nilainya nol, Vi. Sampai sekarang pun lo masih gak tahu. Buka mata lo lebar-lebar." Tangannya lantas meraih kunci motor yang tergeletak diam di atas meja. "Jawaban lo itu Gina," katanya kemudian berlalu keluar dari indekos serta membanting pintu dengan kasar.

Thilo menatap kepergian Henan dengan diam. Beralih pada Mavi juga mendapat lelaki itu tengah mematung di tempat. Pandangannya masih lurus ke depan pada pintu yang sempat dibanting. Ingin menegur namun Thilo bingung ingin mengatakan apa.

Kala hendak membuka mulut dan bersuara, Mavi sudah lebih dulu berlalu dan naik menuju kamarnya. Thilo menghela napas kasar dan kembali bersandar pada sofa. "Kasmaran anak muda yang baru jatuh cinta. Aduhai rumitnya kala-kala drama India," celetuknya dan melanjutkan nonton kembali.

🎗

"Gin, ada Henan di bawah," sahut Sela yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Gina.

Sang pemilik kamar seketika berbalik dengan kursi belajarnya. Kedua alisnya bertemu di ujung menatap heran. "Henan? Ngapain?" Delikan bahu Sela berikan sebelum gadis itu berlalu masuk ke kamarnya.

Gina lantas beranjak dan keluar. Membuka pintu rumah indekos dan benar saja, lelaki maniak Shin-chan itu kini duduk diam seraya menatap ke depan. Tidak mengetahui keberadaanya yang menatap dari samping. Motor lelaki itu bahkan terparkir rapi di depan gerbang. Dan kemungkinan Henan sendiri yang membuka akses untuk duduk di teras tempatnya sekarang.

"Henan? Lo ngapain kemari malam-malam?" Gina kini menghampirinya dan berdiri sedikit di depan.

Henan yang dipanggil lantas berpaling menatapnya. Bukannya memberi jawaban, lelaki itu malah menariknya untuk berdiri tepat berhadapan. Dua lengan yang seenak jidat seketika melingkar dan memeluk pinggang. Sedangkan wajah Henan kini bersembunyi pada perut datarnya.

Gina jelas terkejut dengan tindakan anak itu. Hendak memberontak melepaskan, takut akan seseorang yang melihat tapi entah mengapa tubuhnya malah enggan untuk melakukan. Membiarkan Henan diam dengan posisi yang entah bisa dibilang intim atau tidak. Sedikit tidak nyaman apalagi hal ini dilakukan di waktu yang malam. Entah apa kata tetangga nanti.

"Henan."

"Sebentar. Gue kangen."

Dirinya berhasil bungkam. Gina tidak tahu sekarang. Tindakannya yang membiarkan Henan memeluknya, juga dengan tangan yang malah bergerak lembut membelai kepala lelaki itu. Semuanya seperti bergerak di luar kendali.

Terhitung terlewat dari 5 menit aksi keduanya seperti itu. Tanpa ada niatan untuk membuka suara. Membiarkan keheningan dengan teriakan jangkring memekikkan telinga.

Jujur, kaki Gina sudah mendapati kesemutan. Diamnya Henan juga membuatnya berpikir kalau anak itu tengah tertidur. Lantas elusannya terhenti berganti dengan tepukan pelan pada bahu lelaki itu.

"Hen, lo gak tidur, kan? Henan? Kaki gue kesemutan.” Gina sudah mengguncang tubuh lelaki itu.

"Dua menit," jawab Henan.

"Dua menit gue doakan lo sembelit! Kaki gue kesemutan ini," kesalnya.

Henan menghela napas dan akhirnya melepas zona nyamannya. Wajah mengadah sekilas menatap Gina yang kini nampak berdesis menahan kegelian pada kedua kakinya. Lantas dengan ide kemanusiaan membawa gadis itu untuk duduk di kursi sebelah.

"Kasih lurus kakinya," titah Henan. Gina mendengarkan dan kaki jenjang itu seketika direntangkan. Sempat merasa lebih baik sebelum Henan dengan nakal menendang kakinya hingga mendatangkan kejang yang menggelikan.

"Jangan di sentuh!" seru Gina. Henan hanya tersenyum penuh kesenangan. "Lo ngapain ke sini malam-malam? Mau maling?"

"Kan, sudah gue bilang tadi."

"Apa?"

"Kangen," balas Henan cepat. "Gue kangen."

Sempat menatap Henan hingga akhirnya Gina memalingkan wajahnya. "Virus Jeon tertular sama lo kayaknya. Mau gue ambilkan minum biar mulut lo bersih dari virus buaya?"

"Dikasih tahu yang jujur malah gak percaya," ucap Henan yang kini ikut memalingkan pandangan ke depan.

Gina tidak memberi balasan. Masih fokus untuk mendiamkan kakinya yang masih kejang gatal karena berdiri lama.

Sela tiba-tiba keluar dengan setelan hoodie dan celana training. Menenteng sebuah kantong plastik yang kemudian di taruh di meja. "Lah? Malah berduaan di luar. Masuk sana. Sudah kayak orang pacaran saja lo berdua," ucapnya. "Roti bakar lo, Gin. Makan keburu dingin."

"Terima kasih," balas Ghina.

Sela mengangguk. "Gue keluar sebentar, ya. Mau antar makanan buat pacar gue di kampus. Nanti gue kirim pesan kapan pulang. Tolong kasih tahu sama Nyonya indekos." Lepasnya gadis itu sudah melongos dengan motornya.

"Bang Delio beruntung banget punya pacar sepengertian Sela," sahut Henan masih menatap perginya gadis itu.

Gina menoleh dengan menyerit. "Lo suka sama Sela?"

Henan dengan cepat menoleh menatapnya. "Kenapa? Lo cemburu?"

"Ngomong apa, sih? Ngaur mulu dari tadi." Dan gadis itu memilih memalingkan wajahnya daripada menatap Henan yang penuh keanehan. Menikmati roti bakar yang disuguhkan tadi.

"Tumben jajan sendiri." Henan menjabarkan tangannya ikut mencicipi makanan itu.

"Gak. Dibelikan sama Kak Mavi," balas Gina.

Roti gadis itu sudah masuk bebas di dalam mulut sedangkan Henan malah berhenti. Gina yang mengunyah seketika menatap Henan. Terlebih kala lelaki itu malah menyimpan sepotong rotinya kembali.

"Kenapa? Gak suka?" tanya Gina dengan pipi yang nampak berisi.

Henan menatap bagaimana Gina yang makan dengan tenang. "Buang.”

"Hah?"

"Gue bilang buang," ulang Henan.

"Apanya yang dibuang?"

Bukannya memberi jawaban, Henan malah menutup kembali bungkus roti bakar itu. Membawanya pergi dan melewati gerbang indekos. Dan saat itu, kedua mata Gina seketika terbelak kala makanan tak berdosa kini mendarat dalam tong sampah. Dirinya lantas bergegas menghampiri.

"Lo—Lo gila, ya? Kenapa makanannya dibuang!?" sentak Gina. "Lo kalau gak mau gak usah dimakan! Gak perlu sampai buang begini, Henan!" lanjutnya.

"Gue gak suka."

"Ya, gak usah disentuh! Itu belinya pakai uang, Henan! Lo gak ada sopannya main buang makanan orang!"

"Karena itu gue gak suka." Henan tetap bersikukuh bersama dengan suara datarnya.

Gina mendadak frustrasi. "Gak ada yang paksa lo buat suka. Dikiranya hebat buang makanan pemberian orang, huh?"

"Gina, gue gak suka."

"Iya, gue tahu lo gak suka! Tapi—"

"Gue gak suka semua hal yang ada unsur Mavi sama lo!" seru Henan memotong. Gina mematung karena terkejut. Baru pertama kali mendapati lelaki itu berteriak tepat di depan wajahnya. "Lo jalan sama dia hari ini. Lo ke perpustakaan kota, duduk di taman, berdua, ketawa-ketiwi sambil makan roti bakar. Gue lihat semuanya dan gue gak suka dengan itu."

Keheningan yang melanda keduanya. Henan dengan napas yang menggebu sementara Gina masih dalam mode terkejut.

“Gue gak suka lihat lo berduaan sama Mavi,” lirih lelaki itu.

Helaan napas berat kini keluar dari bilah bibir Henan. Meski raut Gina masih menunjukkan sebuah ketidaksadaran, langkah kakinya justru perlahan mendekat. Dan untuk kedua kalinya, Henan melakukan aksi lancang dengan memeluk seluruh tubuh gadis itu. Melupakan rasa terkejutnya yang kian membesar, Henan malah menyembunyikan wajahnya pada leher kiri Gina.

"Maaf, gue gak bermaksud tadi. Maaf sudah berteriak di depan lo," ucap Henan seraya mempererat pelukannya. “Gue benaran kangen sama lo.”

Malam itu, seperti waktu yang tengah berhenti membiarkan dua insan senantiasa berdiri berpelukan pada keheningan. Gina yang terlalu bingung dan kaget secara bersamaan tidak bisa melakukan apa pun selain membiarkan tubuhnya menjadi korban tenggelam dalam rengkuhan Henan. Namun, dalam hati yang membisikkan keinginan, kedua tangannya bergerak perlahan untuk membalas. Saling berbagi kehangatan dan mungkin di waktu itu keduanya mulai menyadari arti perasaan masing-masing.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1329      683     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
To The Girl I Love Next
386      270     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Diary Ingin Cerita
3248      1497     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
LEAD TO YOU
19193      2118     16     
Romance
Al Ghazali Devran adalah seorang pengusaha tampan yang tidak mengira hidupnya akan berubah setelah seorang gadis bernama Gadis Ayu Khumaira hadir dalam hidupnya. Alghaz berhasil membuat Gadis menjadi istrinya walau ia sendiri belum yakin kalau ia mencintai gadis itu. Perasaan ingin melindungi mendorongnya untuk menikahi Gadis.
THE DARK EYES
702      391     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
fall
4349      1306     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Kanvas Putih
141      123     0     
Humor
Namaku adalah Hasywa Engkak, yang berarti pengisi kehampaan dan burung hitam kecil. Nama yang memang sangat cocok untuk kehidupanku, hampa dan kecil. Kehidupanku sangat hampa, kosong seperti tidak ada isinya. Meskipun masa depanku terlihat sangat tertata, aku tidak merasakannya. Aku tidak bahagia. Wajahku tersenyum, tetapi hatiku tidak. Aku hidup dalam kebohongan. Berbohong untuk bertahan...
Your Moments
8610      2338     0     
Romance
Buku ini adalah kumpulan cerita mini random tentang cinta, yang akan mengajakmu menjelajahi cinta melalui tulisan sederhana, yang cocok dibaca sembari menikmati secangkir kopi di dekat jendelamu. Karena cinta adalah sesuatu yang membuat hidupmu berwarna.
Veintiséis (Dua Puluh Enam)
768      422     0     
Romance
Sebuah angka dan guratan takdir mempertemukan Catur dan Allea. Meski dalam keadaan yang tidak terlalu baik, ternyata keduanya pernah memiliki ikrar janji yang sama sama dilupakan.
My Idol Party
1464      728     2     
Romance
Serayu ingin sekali jadi pemain gim profesional meskipun terhalang restu ibunya. Menurut ibunya, perempuan tidak akan menjadi apa-apa kalau hanya bisa main gim. Oleh karena itu, Serayu berusaha membuktikan kepada ibunya, bahwa cita-citanya bisa berati sesuatu. Dalam perjalanannya, cobaan selalu datang silih berganti, termasuk ujian soal perasaan kepada laki-laki misterius yang muncul di dalam...