Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Henan sudah sampai di kampus lantas memakirkan motornya. Ada yang nampak berbeda dari anak itu sekarang. Wajahnya lusuh seperti tidak ada semangat untuk kuliah. Terlalu datar bak tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Terhitung hari kedua dirinya ke kampus dengan model yang seperti itu. Terhitung dua hari juga Gina tidak masuk kampus dikarenakan masalah kesehatan. Henan hanya bersyukur kalau sakit anak itu tidak berujung kepenyakit yang serius. Gina memang hanya dilanda demam biasa dan masuk angin karena memaksa pulang di waktu tengah malam. Memberinya sebuah omelan panjang layaknya seorang Ibu yang berujung Gina hampir memblokir nomornya.

"Pagi, Henan. Masih kusam saja muka lo," sapa Nanda. Sudah sangat jarang menjumpai anak ini di pagi hari.

Henan tidak membalas. Hanya merapikan beberapa helai rambutnya sebelum akhirnya jalan meninggalkan area parkiran.

Nanda mendengkus mendapat Henan yang menjadi pendiam tidak seperti biasanya. Dia tidak tahu apa alasan jelas yang membuat temannya itu seperti ini. Yang dia tahu, hari kemarin sempat mendapat kabar kalau Gina jatuh sakit. Dia jadi berpikir kalau masalah Henan nampak tidak bersemangat dari hari kemarin disebabkan karena anak gadis itu. Nanda belum terlalu yakin, tapi sudah.

"Kenapa, sih? Murung terus. Nanti mendung berabe, Hen. Gue pakai baju tipis hari ini," ucap Nanda. Aslinya, dia hanya ingin mengajak anak itu untuk berbicara meski tetap mendapat balasan yang sama.

"Hadeh ...," desah Nanda. Menyamakan langkahnya dengan Henan yang benar-benar pelan dan tidak bersemangat. "Dia pasti bakal sehat, Hen. Anaknya belum sekarat," pukasnya. Henan masih bersikukuh tidak memberikan reaksi apa pun.

Nanda mendelik. Rasanya sedikit jengkel melihat teman sekolahnya seperti ini. Membuatnya terlihat seperti berbicara sendiri atau pada patung hidup yang berjalan. Bahkan saat dirinya mendengkus kasar pun Henan sama sekali tidak peduli.

"Lo kelas pagi?" Akhirnya Henan mengeluarkan suaranya. Meskipun terdengar rendah dan lemah, Nanda setidaknya bersyukur kalau temannya ini tidak mengalami sariawan mendadak karena galau.

"Iya. Ini hari Rabu, sekelas lagi kita," jawab Nanda.

Hingga keduanya sudah masuk ke kelas mendapati cukup banyak orang di dalam. Henan dan Nanda mengambil tempat di mana mereka berdua biasanya duduk, paling belakang dan sedikit di tengah. Dikarenakan posisi kursi kelas yang bertingkat layaknya sebuah terasering sawah membuat posisi keduanya menjadi yang paling di puncak.

"Lo kenapa bisa dapat kelas bareng gue? Sangkut pautnya perasaan gak ada sama jurusan lo," tanya Henan.

Memang sedari dulu dia ingin menanyakan pasal ini. Karena setiap hari Rabu, Nanda selalu berada di kelas pagi yang sama dengannya. Dan anehnya, hanya Nanda satu-satunya mahasiswa dari Fakultas Kedokteran.

"Memang gak ada sangkut pautnya. Cuman Dr. Koya yang suruh gue buat ikut kelasnya di hari Rabu. Gue juga gak tahu tujuannya apa, cuman nurut saja. Secara, dia dosbim gue, bos," jelas Nanda. Tangannya melayang merangkul Henan. "Lagian kan, bagus. Lo punya gue buat diajak ngobrol. Kadang dia menjelaskan buat gue mengantuk," lanjutnya sedikit berbisik.

Henan menganggukkan kepala membenarkan. Tidak jarang memang dirinya merasa mengantuk kala dosen bernama Dr. Koya itu menjelaskan. Mana dirinya sudah sangat dihapal oleh beliau.

"Selamat pagi anak-anak." Pria berumur yang baru saja mereka gibahkan seketika masuk.

Dr. Koya masuk dengan modelan jas panjangnya. Memberi kesan kalau dirinya benar-benar adalah seorang dokter. Berdiri di depan meja panggung seraya meletakkan buku-buku yang dibawa. Kacamata bulat yang tak pernah lepas dari wajahnya memberitahukan pasal pintarnya dosen dengan sebutan dokter itu.

Henan dengan segera mengeluarkan buku-buku dari dalam tasnya. Meskipun dengan rasa malas yang masih membelenggu, dirinya tetap memaksa melakukan. Rasa semangatnya belum datang.

"Henan, tidak terlambat untuk hari ini, hm?" sahut Dr. Koya.

Henan mendongak. "Lagi rajin, Pak," jawabnya.

Dr. Koya mengangguk seraya mengulum bibir bawahnya. Tidak berniat melanjutkan percakapan dan memilih untuk memulai perkuliahan.

🎗

Tidak ada kegiatan yang Gina lakukan di indekosnya selain makan dan tidur. Dirinya benar-benar dilanda bosan dengan siklus yang sama semasa tidak ke kampus. Sejenak kesal pada Sela yang tidak memberikannya izin untuk masuk kuliah. Padahal dirinya sudah merasa baik-baik saja. Ya, meskipun masih merasa sedikit pusing kala bangun.

Untuk kesekian kalinya Gina menghembuskan napas kebosanan. Benar-benar tidak ada kegiatan yang terbesit dibenaknya untuk dilakukan. Ingin membaca novel namun tidak menemukan buku baru yang harus dibaca. Semuanya terlalu tidak menyenangkan kala harus membaca novel yang sama untuk kesekian kalinya. Kepalanya akan memberikan spoiler demi spoiler meskipun Gina suka dengan ceritanya. Dirinya lebih menikmati penuh akan rasa penasaran dibanding membaca cerita berulang.

Dirinya bangkit dari tidur. Turun dari kasur untuk menyerbak seluruh kain gorden. Biasanya hanya menyisihkan gorden bagian dalam, kali ini Gina benar-benar membiarkan kaca jendela nampak telanjang menunjukkan pemandangan di luar. Tidak ada bagus-bagusnya, hanya sebuah jendela kamar rumah tetangga yang tertutup dan halaman untuk menjemur pakaian di bawah.

"Gue bosan …," monolognya. Duduk merosot di lantai dengan kepala yang bersandar pada dinding jendela.

Matanya melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul 12  siang yang artinya adalah jam istirahat anak-anak di kampus. Dirinya lantas bangkit kembali dan naik ke kasur. Merogoh ponsel dengan posisi terlentang dan bantal kepala menjadi penyangga dagu.

"Telepon siapa, ya? Sela pasti lagi asik membucin saat ini," ucapnya.

Jari telunjuk yang sibuk melakukan tarikan ke bawah untuk mencari kontak. Meski matanya sempat berhenti pada nomor Henan, dia mengurungkannya dan kembali terus melanjutkan.

Membaca nama maniak Shin-chan itu tiba-tiba membuatnya berhenti melakukan kegiatan scrolling. Memori dalam kepalanya malah memutarkan satu adegan di mana dirinya yang mendadak dibuat bingung akan sebuah pesan yang lelaki itu kirimkan. Hanya satu kata dengan emotikon abal-abal berhasil membuatnya kepikiran bahkan saat dirinya tengah berkendara pulang.

'Sayang'

"Lah? Ngapain dipikir? Ada-ada saja," ucapnya seraya menggelengkan kepala.

Baru saat dirinya ingin kembali melakukan kegiatan awal, sebuah panggilan masuk tampil di layar ponsel. Dengan bibir yang menukik membentuk senyum, dirinya lantas menjawab panggilan.

"Abaaaang." Suara manisnya menggema memenuhi kamar.

"Gak usah panggil pakai nada begitu. Jijik."

Gina berdecih. "Tsundere-nya gak hilang-hilang rupanya," ucapnya.

"Barangnya sudah sampai?"

"Iya, sudah." Dirinya mengubah posisi menjadi bersandar pada kepala kasur. "Tapi, Bang. Ini kenapa gue dikirimkan boneka anjingnya Shin-chan sama piyama? Gue bukan penggemarnya, dih!" Akhirnya dirinya bisa mengajukan protes.

"Syukur saja bisa, kan? Masih untung gue kirim oleh-oleh. Kalau gak mau, lain kali gue kasih rumput Cina saja kalau begitu."

"Apaan dah." Bibirnya mengerucut. "Abang kapan pulang? Gak bosan di sana?"

"Biasa saja. Kalau soal pulang, kayaknya gak lama lagi." Abangnya memberi jeda. "Kenapa?"

"Gak kenapa-kenapa. Cuman ya, begitu." Jari Gina memainkan ujung sarung bantalnya.

"Ada Bunda sama Ayah, lo bisa pulang sesekali kalau kangen. Kasihan juga kamar gue kalau gak ada yang tempati. Sudah berdebu karena gak ada yang urus."

"Niat aslinya sebenarnya apa, nih? Bermaksud jadikan gue babu untuk bersihkan kamar Abang, begitu?"

"Itu lo tah." Gina menggigit bibirnya seraya tersenyum kesal.

"Yang ada gue bakal acak-acak kamar Abang sampai berantakan. Gue biarkan berdebu ditinggali sama laba-laba. Biar pas Abang pulang digigit sampai bentol-bentol," kesal Gina.

"Coba saja, sih, kalau berani," tantang abangnya membuat Gina tersenyum kecut untuk kedua kali. "Sudah, ya, gue masih ada urusan. Nanti gue hubungi lagi kalau ada waktu."

"Abang alasan itu saja terus kalau sama gue. Giliran sama Ayah Bunda teleponannya lancar banget kayak gak ada hambatan. Pilih kasih!" Gina kembali protes.

"Lo gak terlalu penting buat gue telepon setiap saat. Sudah, ya." Bahkan sebelum Gina memberi balasan panggilan itu sudah terputus dengan sepihaknya.

"Sialan banget ya, Tuhan. Untung Abang, ck!" kesalnya.

Gina bangkit dari kasurnya untuk ke kamar mandi namun, tertunda sebab layar ponselnya menunjukkan sebuah pesan masuk. Kedua bahunya bergedik sebentar. Ke kamar mandi sangat diperlukan saat ini sedangkan membaca pesan bisa nanti.

Pin!
Pin!
Pin!

Di kamar mandi, Gina cuman berdecak karena mendengar suara notifikasi ponselnya yang ribut tiada henti. "Ini pasti si anak Shin-chan itu. Siapa lagi coba yang bisa kalah berisik dari dia?" gerutunya. Dan benar saja, sesaat setelah keluar dari kamar mandi dan mengecek ponselnya, nama Henan tertera di sana.

"Ini anak kenapa lagi?" dan jarinya mengetuk untuk membuka pesan.

Shin-chan🐽:
| Gina.
| Woi!?
| Gak mati, kan, lo?

You:
| Apa sih?
| Lo saja yang mati sana.
| Doain orang sembarangan.

Shin-chan🐽:
| Gue kira.
| Lagian lo balasnya lama.
| Gue jadi mikir yang aneh-aneh.

You:
| Muka lo yang aneh.
| Sial banget gue dikira sudah mati.

Shin-chan🐽:
| Ya, maaf.
| Galak amat.

You:
| Kenapa?

Shin-chan🐽:
| Apanya?

You:
| Ya, situ.
| Ngapain chat gue?
| Kangen lo?

Shin-chan🐽:
| Mau jawaban apa?
| Jujur atau honest?

You:
| Sama saja itu bego.

Shin-chan🐽:
| Iya, serius.

You:
| Kangen?

Shin-chan🐽:
| Gak.

You:
| Terus?
| Rindu?

Shin-chan🐽:
| Gak juga.

You: 
| Terus apa?
| Lo gabut?

Shin-chan🐽:
| Gak gabut.
| Kangen bukan.
| Rindu juga bukan.
Miss u kayaknya.

Ponsel dalam genggamannya mendadak jatuh dalam pangkuan. Entah kenapa namun, Gina merasakan suhu memanas pada wajahnya, terutama pada bagian pipi.

Shin-chan🐽:
| Sudah sehat?

Gina berdeham sejenak sebelum akhirnya membalas. Detak jantungnya dibuat normal terlebih dahulu. Mengambil napas panjang dan dihembuskan perlahan. Baru jari-jarinya bergerak lincah di atas papan layar ponsel.

You:
| Sudah.
| Cuman masih sedikit pusing.

Shin-chan🐽:
| Bisa keluar gak?
| Mau jalan?

You:
| Ke mana?

Shin-chan🐽:
| Ke mana-mana.
| Hilangkan bosan.

You:
| Lo masih ada kelas.
| Gak usah bolos.

Shin-chan🐽:
| Jam empat gue selesai.
| Langsung ke sana.

You:
| Ya, sudah.

Shin-chan🐽:
| Jangan lupa makan.
| Minum obat.
| Keluar nanti pakai baju tebal.

You:
| Iyaa.

Shin-chan🐽:
| Gue masuk kelas dulu.
| Istirahat, ya.

You:
| Hmm.

Shin-chan🐽:
| Okey.
Get well soon.
Miss u already.
| Bye.

You:
Bye.

Ponsel itu dibuangnya kasar di atas kasur. Wajahnya dari tadi tidak berhenti merasakan panas. Hingga saat menatap kaca, dirinya baru sadar kalau rona merah itu makin jelas kentara.

"Sialan, Henan ...," gumamnya. Meraup kedua pipinya untuk mencoba menghilangkan rona merah sialan itu dan berakhir dengan wajah yang tenggelam dibalik bantal. Dirinya bisa salah tingkah juga cuman karena pesan Henan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Perfect Love INTROVERT
10910      2027     2     
Fan Fiction
My Teaser Devil Prince
6614      1688     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
286      235     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
MANITO
1793      1133     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Unending Love (End)
17396      2592     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
U&I - Our World
397      279     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
Luka Adia
838      510     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
The Arcana : Ace of Wands
174      151     1     
Fantasy
Sejak hilang nya Tobiaz, kota West Montero diserang pasukan berzirah perak yang mengerikan. Zack dan Kay terjebak dalam dunia lain bernama Arcana. Terdiri dari empat Kerajaan, Wands, Swords, Pentacles, dan Cups. Zack harus bertahan dari Nefarion, Ksatria Wands yang ingin merebut pedang api dan membunuhnya. Zack dan Kay berhasil kabur, namun harus berhadapan dengan Pascal, pria aneh yang meminta Z...
Bulan dan Bintang
497      368     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Once Upon A Time: Peach
1171      678     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...