Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Gina baru selesai bersiap untuk berangkat ke kampus. Sialnya, masih dengan naik kendaraan umum sebab motor yang dipinjam teman indekosnya belum juga dipulangkan. Gina sudah berjanji untuk tegas dengan tetangga indekos. Terlalu lembek hanya akan membuatnya terlihat lemah dan gampang dibodohi.

Sela sudah berangkat duluan. Hari ini lagi dia dapat kelas yang berbeda dengan gadis itu. Tadi Sela memberinya kunci motor menyuruh untuk memakai motor miliknya berangkat ke kampus. Tapi Gina tidak enakan, takut ada apa-apa di jalan jadi menolaknya. Meski sempat dipaksa tapi Gina tetap bersih keras menolak.

Baru memutuskan ingin naik apa, ponselnya malah berbunyi dan menimbulkan notif pesan masuk. Gina menyerit karena mendapat pesan dari nomor asing yang tidak dikenal.

+62-0606-2000 :
Buru turun, gue di depan.
Yang cepat, ya, Nona :)
Nanti kulit eksotis gue terkelupas kepanasan di sini.

"Siapa ini? Sembarangan banget chat orang pagi-pagi. Gak jelas," pukas Gina. Tidak memperdulikan pesan itu dan akhirnya beranjak turun dari lantai kamarnya.

Baru ketika dirinya selesai memakai sepatu di teras depan indekos, berjalan mendekat pagar dan hendak keluar, Gina malah mendapati Henan yang duduk tenang di atas motornya.

"Lah? Hen? Lo ngapain di sini?" herannya.

Henan menoleh. "Lama amat. Dandan lo?" ucapnya. Ponsel dalam genggamannya lantas disimpan dalam kantung celana. "Buru naik. Ada kelas pagi gue," titahnya.

Gina memberikan telapak tangannya, memasang raut muka masih belum paham kenapa anak ini bisa ada di sini pagi-pagi.

"Bentar, jawab dulu kenapa lo ada di sini?" tanyanya ulang.

"Haduh, pakai ulur waktu segala. Lihat jam, deh. 30 menit lagi masuk kelas. Buruan naik saja kenapa?" keluhnya. "Nanti gue cerita di jalan. Buru naik, jangan lupa helm," suruhnya lagi.

Karena tidak ingin memperpanjang uluran waktu memang, Gina lantas mendengarkan titah Henan dengan segera. Mengambil helm miliknya yang untung tidak ikut dipinjam keluar kota. Baru lekasnya naik di motor lelaki itu dan berangkat.

Dalam perjalanan pun hanya diam. Ucapan Henan yang katanya akan bercerita di jalan nampaknya tidak ada. Gina jadi mendengkus soal itu. Tapi lumayan juga, dirinya tidak harus mengeluarkan uang pagi-pagi lagi untuk ke kampus.

Sedangkan Henan yang tengah fokus menyetir sesekali menatap Gina dari balik kaca spion motornya. Raut wajah gadis itu yang nampak masih merasa heran perihal dirinya yang tiba-tiba berada di depan gerbang indekos putri. Dia hanya tersenyum singkat sebelum kembali menatap jalan.

"Henan."

"Hm."

Gina sedikit mendekatkan dirinya. "Lo yang chat gue tadi, ya? Dapat nomor gue dari siapa?" tanyanya.

"Tahu dari mana kalau gue yang chat?"

"Feeling, sih. Soalnya kan, chat-nya bilang dia sudah di bawah. Jadi gue pikirnya memang lo." Henan tidak memberi jawaban soal ucapan Gina. Sudah terlalu jelas memang dan untungnya anak ini memang peka.

"Minta sama siapa lo nomor gue?"

"Sama Mavi."

Kedua alis Gina terangkat, mencoba untuk memperjelas pendengarannya. "Kak Mavi? Kapan?"

"Gue teman seindekos sama dia. Cowok Sela juga, Bang Delio sama sepupunya," jelas Henan.

"Ohh."

Mendapati lampu merah, keduanya kembali diam. Henan yang asik menatap jalan di depan sedangkan Gina hanya menatap sekeliling. Cuaca pagi tepat jam delapan, matahari sudah lumayan tinggi tapi entah mengapa, Gina malah menginginkan hujan hari ini. Mungkin bawaan mood-nya.

"Ada unsur apa lo jemput gue? Gak minta imbalan kan, lo?" sahut Gina.

Henan sedikit memalingkan wajahnya, membuat Gina memundurkan kepala. Sedikit kaget karena Henan tiba-tiba saja menoleh.

"Daripada buang duit, mending gue yang jemput. Searah juga, meskipun jaraknya agak jauh," katanya. "Ketimbang imbalan, ini mah, rasa terima kasih gue. Untung boneka Shin-chan kemarin ada sama lo. Jadi tenang gue," lanjutnya.

"Ya, ampun. Perkara boneka lo doang rupanya," pukas Gina, membuat Henan hanya menyengir manis di depan.

Motornya kembali berjalan, tinggal melewati perempatan dan mereka tiba di halaman kampus. Masih terlalu pagi tapi sepertinya memang banyak yang dapat kelas awal hari ini. Henan dan Gina bahkan sudah berapa hari hampir dapat jadwal jam kelas yang sama.

Motornya diparkir di area yang sesuai. Gina turun dan segera membuka helm. Jangan tanya mengapa beberapa orang yang lewat menatap keduanya. Tahu saja, Henan ini lumayan anak yang banyak dikenali di kampus. Apalagi mendapati dirinya yang datang dengan seorang gadis tak dikenal.

Gina cukup risih ditatap seperti itu. Dan karena memang dirinya peka juga telinganya masih tajam. Meskipun mereka yang lewat sudah berbicara dengan suara yang kecil, Gina masih dengan jelas bisa mendengarnya.

"Masih pagi padahal sudah mulai saja gue dapat gibah," ujar Gina.

Henan menoleh setelah merapikan rambutnya. Bergantian menatap orang-orang yang lewat. "Oh, sudah biasa. Ini karena lo datang ke kampus bareng gue," ucapnya.

"Ha ha, rupanya gue nebeng sama orang famous di kampus, ya? Iyain saja," ledek Gina.

"Serius. Lo kalau tanya mereka pasti kenal gue. Baru tahu lo gue famous di kampus?"

Gina hanya merotasikan matanya malas. Memberi Henan helmnya dan segera untuk masuk ke dalam gedung kampus. Henan mengulum bibirnya dan menggantung helm milik gadis itu di antara jok motor.

"Wuih! Siapa ini yang pagi-pagi sudah datang bawa gandengan?" Jeon datang dengan tampang kayak anak berandal sambil mengemut permen.

Henan menatapnya dari ujung bawah hingga atas. Setelahnya berdecak sembari menggeleng. Tampilan Jeon yang betul-betul jauh berbeda dengan saudara kembarnya, Nanda.

"Gaya lo, Je. Habis tawuran di mana lo, hah?" sindir Henan.

Jeon terkekeh. "Sembarangan. Ini faktor gue buru-buru antar Nanda. Sialan banget, padahal lagi enak tidur malah diguyur air," jawabnya.

Henan tertawa singkat. Memang Nanda kalau perihal membangunkan Jeon harus pakai banyak akal. Kalau tidak, kembarannya pasti hanya membalas menjawab iming-iming sudah bangun padahal masih sibuk bergelayut dengan dunia mimpi.

"Memang lo gak ada kelas pagi?"

"Ada, tapi di jam sepuluh nanti," Jeon mendesah. Merapikan kamejanya yang tidak beraturan dan nampak kusut. Bahkan menyisir rambutnya dengan modal jari. "Padahal gue sudah ada niatan tidur sebelum jam kelas, hadeh," keluhnya.

Henan hanya bisa memberi Jeon tepukan penyemangat pada bahu.

🎗

"Lo berangkat sama Henan? Serius? Dijemput?"

Gina mendorong kepala Sela dengan jari telunjuknya. Anak ini terlalu histeris perkara dirinya yang datang ke kampus dengan Henan. "Ya, begitu. Gue mana kaget dapat dia ada di bawah. Jadi yaudah, sekalian," jawab Gina.

Sela malah tertawa seperti seorang Santa. Gina berkerut dengan kelakuan aneh temannya ini. Untung saja kekasihnya seoang anak calon dokter, Gina tidak perlu jauh-jauh mencari konsultan untuk penyembuhan.

"Bagus, deh. Kan, adem lihat lo berdua akur. Gak ribut terus kayak kucing sama tikus," pukas Sela.

Kelas Sela sudah selesai tepat pukul 12 siang ini. Sedangkan Gina masih harus berlanjut hingga pukul 2. Benar-benar kelas yang panjang, padahal keduanya punya jadwal hari yang sama.

Langit kayaknya mendengar doa Gina pagi ini. Awan mendung sudah nampak berkumpul memenuhi langit. Hawa dingin pun mulai menerpa kulit, bertiup halus sampai membuat merinding. Tapi bodohnya, permintaan Gina berbalik dengan cara berpakaiannya. Hanya berbalut kameja putih dan celana kulot. Karena memang perkiraan cuaca yang menyatakan panas, tapi langit mendengar doanya dan mengganti cuaca.

"Padahal panas pagi tadi. Mendung banget tiba-tiba," ujar Sela. Dia juga ikutan heran tapi untung memakai pakaian yang cukup tebal.

"Pulang nanti naik apa, Sel?"

"Diantar Delio," jawab Sela cepat.

"Lo gak kasihan sama cowok lo? Dia kan, semester lima sekarang. Gak sibuk emang?" ujar Gina. Membayangkan bagaimana padatnya kelas mahasiswa Fakultas Kedokteran membuatnya pusing seketika.

"Sibuk, lah!" sungut Sela. "Asal lo tahu saja, sih. Pas dia sudah nyamper buat jemput, gue kasih ceramah panjang. Gue juga gak mau diantar jemput kayak gini. Tapi mau bagaimana, Gin? Itu cowok cerewetnya melebihi Mama gue masa?" jelas Sela. Bahkan raut wajahnya sangat mendukung saat ia bercerita.

"Oh, ya?"

"Iya! Ibarat kalau lo cerita sepuluh kata, dia sudah ratusan, mungkin. Bisa pecah kepala gue kalau dengar dia ngomel. Padahal yang harusnya ceramah kan, gue?" gerutu anak itu.

"Tapi cinta dong, ya?"

Mendadak wajah Sela menjadi sumringah. Gina hanya menggelengkan kepalanya. "Kelihatan banget, ya?" dan Sela yang menggaruk pipinya. "Kalau sudah lama berhubungan, pasti sudah kebal soal kelemahan masing-masing, Gin. Gue yang dengar ceramah panjang Delio, meskipun capek tapi gue juga paham itu bentuk dia sayang sama gue."

"Gue jomblo, Sel. Gak usah kasih penjelasan soal begituan," elak Gina. Mendapat decihan singkat dari Sela.

🎗

Hujan benar-benar turun membasahi bumi. Bukan turun dalam modelan rintik, sangat deras hingga menimbulkan sedikit banjir. Genangan air juga sudah memenuhi halaman depan kampus.

Sudah 10 puluh menit Gina berdiri menunggu hujan mereda, sendirian tanpa ada orang-orang. Sela sudah pulang sejak dia masuk kelas akhir hingga berakhir jam 2 ini. Henan? Dia tidak tahu menahu soal kelas anak itu. Yang dia tahu, helmnya masih terjaga di motor lelaki itu. Mau ke fakultas sebelah pun harus menyebrang. Bisa-bisa dirinya basah dan masuk angin.

"Gina? Belum pulang?"

Sudah hujan, mood tidak enak, malah ketemu dengan alasan mood-nya buruk. Luar biasa kuat Gina tengah diuji menahan diri sekarang.

"Iya, Kak. Tunggu hujannya reda," jawab Gina. Setengah mati menahan untuk tidak menatap ke samping lelaki ini.

"Dijemput?"

"Enggak."

"Terus? Diantar?"

"Gak tahu juga."

"Lah?"

Gina hanya memohon, semoga lelaki di sampingnya ini cepat pergi. Mentalnya sekarang sudah benar-benar amburadul. Perkara postingan kemarin yang dilihatnya.

"Kemarin tumben like postingan gue. Kepencet?"

Ingin rasanya Gina melebur berbaur bersama genangan air. Kenapa malah membahas postingan yang membuatnya uringan seperti orang patah hati?

"Ah, iya. Gak sengaja kepencet karena lewat," jawab Gina. Dirinya juga mengumpati Henan karena anak itu yang membuatnya berada dalam obrolan menjengkelkan ini.

"Btw, itu pacar ya, Kak? Kok, baru tahu?" Gina hanya ingin tahu kebenaran untuk melanjutkan perasaannya atau tidak.

"Belum, sih. Masih gebetan," jawab lelaki itu. "Tapi gak lama lagi gue bakal nembak dekat hari," lanjutnya.

Lelaki itu menoleh ke arah Gina. "Doain, ya? Kali saja doa lo manjur. Gak kayak Henan cuman misuh-misuh doang ke gue."

"Iya Kak, pastilah. Siapa sih, yang bakal tolak Kak Mavi? Orangnya pintar begini." Dan senyum itu hanya terlintas kecut.

"Begitu, ya? Makasih, deh." Mavi memberinya cengiran senang.

"Eh, Kak, maaf, ya. Gue baru ingat kelupaan buku catatan di kelas. Gue tinggal, ya?"

"Oh, iya, gak apa. Hati-hati."

Itu hanya sebuah alasan. Gina tidak ingin merasakan sakit yang berlebihan. Lebih baik pergi daripada harus mendengar cerita panjang yang bisa saja membuatnya menangis di tempat. Gina cuman bisa memilih sadar, status keduanya cuman sebatas adik dan senior. Sisanya, hanya dirinya yang menyukai sepihak.

"Sialan. Gue baru tahu rasa suka sepihak sesakit ini." Dan demi apa pun, mungkin langkah mundur memang pilihan yang tepat untuknya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ojek
859      594     1     
Short Story
Hanya cerita klise antara dua orang yang telah lama kenal. Terikat benang merah tak kasat mata, Gilang dihadapkan lagi pada dua pilihan sulit, tetap seperti dulu (terus mengikuti si gadis) atau memulai langkah baru (berdiri pada pilihannya).
The Ruling Class 1.0%
1458      615     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?
About Us
2746      1084     2     
Romance
Cinta segitiga diantara mereka...
Katamu
3091      1178     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Premium
Cinta Dalam Dilema
39317      4872     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Infatuated
895      583     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
Blue Rose
301      249     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
Good Guy in Disguise
692      506     4     
Inspirational
It started with an affair.
Suami Untuk Kayla
8405      2596     7     
Romance
Namanya Kayla, seorang gadis cantik nan mungil yang memiliki hobi futsal, berdandan seperti laki-laki dan sangat membenci dunia anak-anak. Dijodohkan dengan seorang hafidz tampan dan dewasa. Lantas bagaimana kehidupan kayla pasca menikah ? check this out !
Today, I Come Back!
4071      1421     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...