Nanda, pasangan kekasih Delio dan Sela, tak
terlupakan juga dua insan yang sedari tadi masih bersitatap tajam satu sama
lain, Henan dan Gina. Setelah sesi antar barang pesanan selesai, Nanda
kebetulan yang melihat kakak tingkat dan kekasihnya berdiri di tempat dengan
muka heran memilih memanggilnya. Sekalian dengan dua anak yang tak akur itu
ikut dipanggil untuk bergabung.
Selesai dengan tugasnya, Nanda beralih untuk
memesan beberapa kue-kue ringan yang ada di kantin. Niatnya dia ingin
meluruskan masalah antara anak Hawa dan Adam ini, yang mana seharusnya bukan
termasuk urusannya. Tapi apa daya, Nanda masih dalam status sebagai induk dari
anak banyak tingkah Henan dan saudaranya sendiri, Jeon.
"Makan, gak usah saling pandang terus. Nanti
saling suka, mampus," pukas Nanda yang berhasil menyuap satu kue ke dalam
mulutnya.
Sedangkan Delio dan Sela yang duduk berdampingan
masih dilingkupi perasaan heran. Kalau Sela dia masih sedikit maklum sebab
perihal hari itu dan Gina sudah cerita juga kepadanya. Hanya saja saat dirinya
baru mengetahui dengan tanda tanya kenapa keduanya masih saling beradu tetap
berlanjut.
"Apaan?! Ogah, dih!" tolak Gina.
"Gue juga ogah asal lo tahu," balas
Henan.
Nanda cuman bisa menghela napas kasar sembari
terus menyuapi mulutnya.
"Cewek yang makan bubur pakai gula makasudnya
apaan?" sahut Delio. Mulutnya sudah gatal sebenarnya dari awal. Dia ingin
segera mendapat jawaban dari alasan kedua anak ini tak saling akur.
"Ini, Bang. Masa makan bubur pakai gula? Apa
rasanya coba? Mencoreng citra orang makan bubur," jawab Henan. Memberi
tatapan rendah ke arah Gina.
Gina mendengkus kesal. Ingin rasanya dia melempar
kue yang ada di depan ke muka Henan. Terlalu menjengkelkan untuk dia.
Delio menoleh ke arah Gina yang duduk di samping
Sela. Dengan sebelah alisnya yang menukik ke atas dia kembali menatap
Henan.
"Memang biasa ada orang yang makan bubur
pakai gula, gak masalah, sih. Meskipun memang itu terbilang agak aneh. Tapi
tergantung yang makan mau rasanya kayak bagaimana," jelas Delio. "Ini
mah, lonya doang yang kurang kerjaan. Perkara makan bubur doang lo
permasalahin, alay."
Gina tersenyum miring memberi tanda kemenangan.
Sementara Henan malah memberi dengkusan kasar. Bahkan sempat di
beri juluran lidah dari Gina mengejeknya membuat Henan mememelotot kesal.
Sekarang lihat siapa yang di buat kesal?
"Sel, ada kelas? Mau aku antar pulang?" Daripada pusing dengan kelakuan anak kecil adik tingkatnya
ini, mending Delio memikirkan kekasihnya sekarang.
"Sudah selesai. Niatnya mau pulang sekarang
sama Gina," jawab Sela. Delio mengangguk dan meneguk segelas air.
"Yaudah yuk, Sel, balik. Gue masih harus ke toko
sore ini," ajak Gina.
"Oh, iya. Ayo!"
Sela mengangguk dan mengambil posisi berdiri. Tidak melupakan pesanannya jangan
sampai tertinggal. Berpamitan dengan tiga lelaki tadi sebelum akhirnya
benar-benar pergi dan menghilang dari pandangan mereka.
Tinggal mereka yang masih sibuk mengunyah di sana.
Termasuk kini Henan yang malah makan kue dengan sedikit kasar. Dari raut
mukanya dirinya masih merasa kesal. Delio mendelik ke arahnya namun nampak
tidak diperdulikan sama sekali.
"Kenapa sih, lo? Jangan-jangan lo demen sama
dia?" selik Delio.
Henan menoleh dengan segera begitu mendengar
lantunan Delio. "Heh?! Mana ada. Yang ada gue kesal sama dia,
tuh!" sungutnya.
"Alibinya kesal, aslinya suka. Terbukti
masalah sepele saja lo permasalahkan. Kayak gak ada yang lebih penting
saja," bantah Delio.
Henan diam membatu. Bukan karena dia membenarkan
ucapan Delio, tapi dia kesal. Bisa-bisanya kakak tingkat sekaligus teman indekosnya
itu mengambil kesimpulan yang menurutnya tidak masuk akal.
"Ingat, Hen. Jangan terlalu benci sama orang,
nanti ujungnya lo bakal terlalu cinta," ujar Nanda. Menutup laporan
materinya sebelum meneguk segelas air dengan sekaligus.
"Gue gak benci, ya. Cuman kesal,"
koreksi Henan.
"Beda tipis doang," sanggah Delio.
Lelaki itu mengambil tindakan berdiri dari duduknya, "Yaudah, gue juga
duluan. Masih ada kelas," pamitnya. Mendapat anggukan dari Nanda sedangkan
Henan cuman memberinya lambaian tangan bermaksud mengusir. Delio berdecak
dengan posisi seperti ingin menampar Henan karena kesal.
Henan memilih untuk menghabiskan kue-kue yang
tidak disentuh. Daripada dibuang, mending dirinya yang menghabiskan. Sekalian
ini juga makanan gratis dan Henan sangat suka yang seperti ini. Nanda sendiri
cuman bercibik di samping anak itu. Sudah tidak terlalu terkejut dengan
perubahan duality Henan.
"Gak ada niatan lo cari tahu siapa dia,
Hen?" tanya Nanda.
Dengan mulut penuhnya dia menghadap ke arah Nanda.
Mengundang helaan napas sangat kasar dari lelaki itu. Dirinya benar-benar lelah
menghadapi Henan. Seperti dirinya tengah berteman dengan salah satu pemeran
dalam film Dumb Dumber.
"Memang lo kenal?" tanyanya balik.
Sempat membuat beberapa remahan keluar dari mulutnya. Nanda sedikit menjerit
sembari sedikit mundur, menghindari remahan yang keluar bebas dari mulut anak
itu. Bukannya maaf, Henan malah terus sibuk mengunyah tidak peduli dengan apa
yang baru saja keluar dari mulutnya seperti tidak terjadi apa-apa.
"Makan yang benar ya, sialan. Gue banting
juga kepala lo di meja, Hen," kesal Nanda. Sibuk menggerutu kecil saat
membersihkan noda kue bekas makanan Henan yang terbang sempat
terkena lengan kamejanya.
Henan akhirnya menelan habis makananya, dengan
bantuan segelas air yang disodorkan Nanda. "Memang lo kenal sama
dia?" tanyanya ulang.
"Gak. Gue kan, cuman tanya ke lo. Kok, lo
tanya balik?"
"Ya, kali saja," jawabnya. "Lo kok,
emosian sama gue? Gak lagi datang bulan, kan?" lanjutnya.
Wajah Nanda berubah menjadi datar. Dirinya
benar-benar sudah berada dibatas kesabaran saat ini.
"Gue punya pisau kecil di dalam tas, Hen. Itu gue bawa untuk jaga-jaga
siapa tahu gue perlu potong sesuatu. Lo mau gak leher lo gue potong?"
Henan menelan ludahnya kasar. Berubah menjadi
sebuah cengiran dan garukan pada tengkuknya. Tersenyum canggung untuk
menghindari tatapan Nanda yang sudah dia rasakan tengah kesal padanya.
🎗
Gina sekarang sudah berada di toko buku milik tantenya. Bukan karena alasan sepupunya sakit lagi, dia hanya datang berniat
membantu sembari mencari novel incarannya. Kali saja buku itu datang dan ikut
dijual dalam toko itu. Tantenya juga tidak merasa keberatan dengan
kedatangnnya. Menurutnya hal itu malah sangat membantu.
Tentang novel, buku satu itu sudah sangat di
gemari Gina semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saking cintanya pada novel, menjelang kuliah yang tinggal pisah dari orang tuanya, sekali
meminta jajan uangnya habis demi menambah koleksi novel di indekosnya. Gina
bahkan sampai punya rak khusus untuk novel dan saat ini kondisinya tengah di
impus-impus, alias penuh dan
berdesakan.
"Gina, hari ini aunty bukanya sampai jam 8
malam. Kalau kamu mau pulang dulu gak apa," sahut tantenya.
"Oh, ya? Yaudah, sebentar. Gina selesaikan
dulu rak di sini baru pulang. Mau mandi juga sebenarnya. Nanti aku balik
lagi," jawabnya dan kembali melanjutkan kegiatan menyusun buku dalam rak.
Karena kebetulan diizinkan, Gina akhirnya beranjak
pulang. Mal tidak terlalu banyak pengunjung saat ini. Mungkin nanti saat malam
tiba. Gina juga menyempatkan dirinya untuk singgah di stand es krim. Memesan es krim dengan rasa coklat oreo
rasa kesukaannya. Sempat singgah juga di toko yang menjual pernak-pernik
hiasan. Matanya lumayan terpancing dengan miniatur lucu yang ramai terpajang.
Sendok es krim yang masih setia di dalam mulutnya,
sedangkan tangannya sibuk menelaah satu miniatur yang dia pegang. Membuatnya
tersenyum singkat karena merasa gemas dengan benda itu.
Tetapi Gina tidak memiliki niat untuk membelinya. Dia hanya
melihat itu karena merasa lucu saja.
"Mba, ada gantungan kunci Shin-chan gak?"
"Mungkin saja ada, Mas. Silahkan cari di rak
sebelah sini."
Gina mematung di tempat. Suara ini sangat familier untuknya. Baru saja dia ketemu dengan pemilik suara di
kampus, kenapa harus bertemu di sini lagi. Gina mendengkus. Dengan perasaan
buru-buru dia lantas mengambil langkah cepat sebelum orang itu menyadarinya. Tapi sialnya, baru saja hendak sampai pada pintu keluar malah bertabrakan
dengan salah satu pengunjung yang datang.
"Ah, maaf. Saya tidak sengaja."
"Tak apa. Lain kali hati-hati."
Baru ketika Gina menoleh ke belakang, bersamaan
yang rupanya orang yang baru dia temu di kampus juga tengah menatapnya. Terjadilah
keduanya yang saling bertukar pandang, yang mana orang itu lebih kaget akan
kehadirannya. Gina sudah merutuki dirinya sekarang ini dan lantas bergegas lari
keluar.
"WOI!!"
Terlambat, kini orang itu sudah meneriakinya di
tengah kerumunan. Gina bahkan heran kenapa tubuhnya malah ikut berhenti setelah
teriakan anak itu. Dengan perasaan yang berat dan tak ikhlas dirinya menoleh.
"Apa?" jawab Gina singkat dan datar.
Gina benar-benar sudah muak bertemu dengan anak lelaki ini.
"Lo ngapain di sini?"
"Ya, serah gue dong. Memang ini mal Bapak
lo?" Lelaki yang tak lain adalah Henan cuman bisa
memasang wajah cibirannya.
"Lo sendiri ngapain?" tanya Gina balik.
"Ya, serah gue juga dong. Memang ini mal Emak
lo?" balas Henan.
Gina menaruh ujung lidahnya menyentuh pipi kiri
bagian dalam. Mangkok yang berisi es krim mencair rasanya ingin Gina lempar ke wajah
anak itu. Apa pun deh, Gina benar-benar ingin melempar wajahnya.
"Btw, nama lo siapa? Kita sering
ketemu tapi gak tahu nama," sahut Henan.
Alis kiri Gina bergerak ke atas. "Apa gerangan lo mau tahu nama gue?" tanyanya.
"Lo nama doang sok jual mahal banget, ya, Tuhan,"
pukas Henan. "Yaudah, gue saja, deh."
Salah satu tangannya terulur ke udara.
"Henandika Tatum, anak Fakultas Seni dan Musik semester 3," ucapnya.
Gina cuman memandang uluran tangan itu cukup lama.
Bukan tanpa alasan, Gina hanya mencoba untuk waspada karena dia punya rasa
ketidakpercayaan yang besar terhadap Henan ini.
"Kalau gak mau jawab nama, setidaknya balas
uluran tangan gue dong. Keram ini," seru Henan.
Dengan wajah tidak ikhlas dia membalas juluran
tangan Henan. "Aryana Regina, Fakultas Sastra dan Bahasa
Asing semester 3 juga," jawabnya. Dengan sedikit memberi gerakan pada
jabatan tangan keduanya.