"Sudah Mas. Aku kenyang." rengek Kinan pada Sultan di kursi sofa kamar milik gadis itu.
Sultan sejak tadi terus menerus menyuapi Kinan martabak telur spesial yang sengaja dia beli untuk Kinan saat perjalanan pulang.
"Makan, Ki. Jangan jarang makan malam kayak kemarin-kemarin. Jadi pacar aku harus kuat tenaga dan kuat mental. Jadi harus banyak makan."
Sebenarnya Sultan punya tujuan tersendiri ketika menyuruh Kinan terus menerus makan. Dia tidak mau Kinannya terus menyiksa diri. Sultan tahu alasan apa yang membuat adik angkat yang telah resmi menjadi pacarnya itu mendadak jarang makan malam akhir-akhir ini. Kinan insecure pada Ambar. Pacarnya itu merasa rendah diri sejak dia mendapat bulian yang membandingkan fisik dia dengan Ambar.
Bahkan kemarin Sultan juga menemukan obat diet di laci kamar Kinan yang langsung Sultan buang saat itu juga. Ingin sekali Sultan memarahi Kinan karena mengkonsumsi obat tidak berguna tersebut. Namun alasan Kinanlah yang membuat Sultan tidak tega memarahinya. Jadi hal yang bisa Sultan lakukan adalah membuang obat diet itu lalu menyakinkan Kinan jika obat itu hilang ketika Kinan mencarinya.
"Mas Sultan tahu dari mana aku jarang makan malam kemarin-kemarin?" tanya Kinan merasa ketahuan.
"Bunda yang laporan sama aku. Kamu beruntung tidak aku tegur karena aku selalu langsung tidur awal. Lelah soalnya karena seharian menjaga dan memperhatikan Ambar terus."
"Syukurin! Bisa tidak sih Mas Sultan tidak mengungkit-ungkit Mbak Ambar kalau kita sedang berdua. Aku tidak suka, Mas."
Ekspresi Kinan kesal ketika mengatakan itu. Jelas dia sedang cemburu.
Sultan mendelik tidak terima. "Bukannya kamu yang selalu begitu. Tadi saja saat aku mengajak kamu pacaran, kamu bisa-bisanya menyebut nama Ambar dan membandingkan fisik kamu sama dia."
Kinan yang merasa pun tersindir pun terkekeh malu. Sultan tersenyum melihatnya.
"Mulai sekarang jangan cemburuan. Aku cintanya sama kamu kok, Ki. Bukan sama Ambar," nasihat Sultan sembari mengelus-ngelus rambut harum pacarnya itu.
Kinan memeluk Sultan manja. Membenamkan wajahnya dalam pelukan Sultan.
"Setelah resmi berpacaran. Mas Sultan pasti akan terus melanjutkan kewajiban menjaga Mbak Ambar di sekolah kan. Lalu bagaimana dengan aku, Mas? Aku pacar kamu loh sekarang. Aku juga kewajiban kamu."
"Aku akan berusaha lebih memprioritaskan kamu, Ki. Aku janji. Aku hanya perlu kerja sama dari kamu. Aku juga tidak mudah menjalani ini, Ki. Membagi perhatian kepada dua gadis secara bergilir itu melelahkan. Aku juga inginnya terus bersama kamu. Oleh karena itu, aku minta kamu sabar yah, Ki. Hanya setahun kok sampai Ambar lulus. Dia akan pergi dan aku akan sepenuhnya memprioritaskan kamu lagi. Karena memang harusnya seperti itu. Kamulah prioritas satu-satunya aku."
Kinan tersenyum mendengar kata-kata manis Sultan itu. Dia mengangguk mengiyakan. "Iya, Mas. Aku akan coba."
"Kamu juga harus banyak tersenyum, Ki. Akhir-akhir ini kamu jarang sekali tersenyum," nasihat lagi Sultan.
"Ya mau bagaimana lagi. Aku rindu sama Mas Sultan. Ditambah aku cemburu Mas Sultan menjaga Mbak Ambar terus."
"Aku barusan bilang apa? Jangan cemburuan, Ki."
"Iya Mas iya, namanya kan belum terbiasa."
Sultan mencium puncak rambut Kinan yang masih dia elus-elus saat ini.
"Ki, apakah aku boleh bertanya sesuatu?"
"Bertanya apa, Mas?"
"Kamu kemarin membentak Ambar yah di tengah lapangan?"
Seperti yang Sultan tebak, Kinan langsung terhenyak dalam pelukan Sultan.
"Iya, Mas. Aku membentak Mbak Ambar kemarin. Aku bahkan mengatai dia beban. Parah sekali kan aku. Kenapa? Mas tidak suka yah. Maaf ya Mas, aku khilaf. Aku takut Mbak Ambar kenapa-kenapa kemarin. Aku takut terkena semprot Mas Sultan."
Kinan bercerita dengan nada menyesal dan takut. Kinan sepertinya takut Sultan akan memarahinya saat ini. Walaupun sebenarnya Sultan tidak akan melakukan itu.
"Aku yang harusnya minta maaf, Ki. Semua itu tidak akan terjadi jika aku tidak menitipkan Ambar pada kamu. Sekarang kamu pasti dianggap jelek oleh orang-orang di sekolah, Ki. Itu semua salah aku. aku harus melakukan sesuatu. Aku tidak sudi mereka menganggap kamu gadis jahat atau emosian. Pacar aku bukan gadis seperti itu."
Kinan menatap ke arah Sultan. Tanpa melepaskan pelukannya. Tidak ada ketakutan lagi di mata Kinan. Gadis itu tersenyum begitu manis pada Sultan saat ini.
"Aku tidak apa-apa kok dianggap sebagai tokoh antagonis di mata orang-orang, asalkan aku adalah orang baik di mata Mas Sultan."
Sultan terkejut. Matanya membulat lalu tersenyum kemudian. "Astaga kata-katanya. Kamu belajar gombal dari siapa, Ki? Kok bisa pintar seperti itu. Aku meleleh loh mendengarnya."
Kinan tidak menjawab dan kembali membenamkan wajahnya di pelukan Sultan. Dia sangat suka kegiatan seperti ini. Bermanja-manja pada Sultan mungkin akan jadi kegiatan favoritnya mulai saat ini.
"Mas Sultan, kita sudah resmi pacaran kan?" tanya Kinan.
"Inginnya aku sih langsung resmi jadi suami istri, Ki. Tapi kita masih bocah kencur, Ki. Bangun pagi untuk sekolah saja masih dibangunkan oleh Bunda." Kinan tertawa mendengar candaan Sultan tersebut.
"Tapi kenapa tadi Mas Sultan mengajak aku berpacaran di restoran steak sih. Tidak romantis sekali," protes Kinan pada Sultan.
"Itu restoran bintang lima paling mahal di mall itu loh, Ki."
"Ya maksud aku itu kalau mau mengajak pacaran minimal di tempat-tempat romantis lah, Mas. Seperti menara eiffel paris, di jepang, atau di korea kek. Kreatif sedikit dong, Mas. Modal! Jadi pria harus modal. Apalagi Mas Sultan banyak uang."
"Ya sudah. Nanti saja pas liburan keluarga kita resmikan hubungan pacaran kita di luar negeri. Aku akan mereka ulang mengajak kamu pacaran dengan sangat romantis nanti. Aku janji."
Dahi Kinan mengernyit. "Jadi yang tadi itu tidak resmi, Mas?"
"Yang tadi itu resmi di mata Tuhan, Ki. Di luar negeri nanti kita akan resmi berpacaran di mata Tuhan dan di mata semua orang. Aku akan publikasi hubungan pacaran kita ke semua orang."
"Jadi maksud Mas, kita akan berpacaran secara backstreet?"
Sultan langsung memberikan tatapan menyesal pada Kinan. Karena yang harus dia jelaskan pada Kinan saat ini pasti akan membuat pacarnya itu sedih.
"Iya, Ki. Kita pacaran diam-diam terlebih dahulu yah. Beri waktu Mas mu ini. Aku harus bicara baik-baik sama Bunda dan Ayah kita. Kita juga sudah terkenal sebagai sepasang kakak adik di sekolah. Pasti mereka akan merasa bingung dan aneh. Aku akan cari cara agar mereka tidak merasa seperti itu ketika nanti aku mengumumkan jika kamu adalah milik aku secara publik kepada orang-orang. Milik seorang Sultan," jelas Sultan dengan hati-hati. Dan Kinan sepertinya mengerti.
"Aku akan sabar menunggu waktu itu Mas," ucap Kinan membuat Sultan tersenyum mendengarnya.
BRAKK!!!
Bantingan pintu kamar secara tiba-tiba membuat Sultan dan Kinan terlonjak kaget di kursi sofa.
"Kalian sedang ngapain? Tidur! Sudah malam."
"BUNDA!"
*****
Instagram : @sourthenswett dan @andwyansyah
itu tuh sudah jelas bgt sultan kalau kamu cinta kinan.
Comment on chapter 2. Denial