Canggung. Kata itulah yang dapat menggambarkan suasana ruang tamu kediaman Aditama malam ini. Baik Ambar, Sultan dan Kinan, ketiganya tidak ada yang berani membuka suara atau memulai pembicaraan. Termasuk Tyas dan Diana yang merupakan Bunda Ambar dan Sultan.
Ambar menatap ke arah Sultan. Pria itu masih tampan seperti dulu. Bahkan semakin tampan. Ambar sangat merindukan mantan pacarnya itu. Namun Sultan sepertinya merasakan sebaliknya. Dia bahkan tidak menyapa ambar sama sekali setelah sekian lamanya mereka tidak bertemu. Sepertinya Sultan masih marah pada Ambar. Atau mungkin membencinya.
Orang tua Ambar dan Sultan memang sudah saling mengenal sejak dulu. Bahkan berteman. Keluarga mereka mempunyai kesamaan, yaitu mempunyai perusahaan yang sama-sama bergerak dalam bidang teknologi.
Pertemanan ayah Ambar dan Sultan yang menjadi sebab pertemuan Ambar dan Sultan dulu. Mereka menjadi sering bertemu. Satu sekolah di SMP yang sama. Sultan selalu menjaga dan melindungi Ambar. Tahu jika Ambar mempunyai penyakit yang membuatnya harus dijaga dan diperhatikan setiap saat. Sampai mereka saling jatuh cinta satu sama lain karena terbiasa bersama. Sultan pun mengajak Ambar berpacaran saat itu.
Setelah lulus SMP, Ambar dan Sultan harus menerima kenyataan jika mereka disekolahkan di SMA yang berbeda. Mereka pun jadi berjarak. Menjadi sangat sulit bertemu. Hingga Ambar membuat kesalahan karena berselingkuh dengan sahabat baik Sultan semasa SMP yang Sultan percayakan untuk menjaga Ambar di sekolahnya.
Itulah alasan Sultan begitu tidak sudi menatap Ambar saat ini. Sultan sepertinya ingin menghukum Ambar atas dosanya dulu. Pria mana yang tidak sakit hati ketika pacar dan sahabatnya mengkhianatinya secara sekaligus dalam satu hari.
Masih dalam suasana yang semakin canggung di ruang tamu. Tetap tidak ada yang memulai pembicaraan. Ambar tahu kedatangannya ke kediaman Aditama benar-benar tidak terduga. Kedatangannya benar-benar seperti jalangkung, datang tak dijemput, pulang tak diantar. Oleh karena itu, Ambar memaklumi kecanggungan dan kebingungan yang terjadi saat ini.
"Kinan, ini Ambar. Kamu pasti belum kenal kan. Ambar, ini Kinan. Adik angkat Sultan. Keluarga baru kami."
Bunda Diana yang sepertinya tidak tahan dengan situasi akkward para anak muda di ruang tamunya saat ini pun berinisiatif membuka pembicaraan dengan memperkenalkan Ambar kepada Kinan, begitupun sebaliknya.
Gadis putih yang bernama Kinan pun memberi senyum sambutan hangat pada Ambar. Tubuh Kinan sedikit gendut, namun begitu manis dan menggemaskan di mata Ambar. Kinan bahkan mengulurkan tangan untuk berkenalan secara resmi bersama Ambar. Ambar pun dengan cepat menerima uluran tangannya.
"Gue Ambar. Salam kenal, Kinan."
"Nama aku Kinan. Salam kenal juga, Mbak Ambar."
"Panggil Ambar saja. Jangan pakai Mbak."
"Kinan tidak mau, Mbak. Takut kualat. Kinan memanggil Mas Sultan juga suka memakai embel-embel Mas, Kok."
"Memang semestinya harus seperti itu kan, Ki. Kamu mau jadi adik durhaka memanggil aku memakai sebutan nama saja?"
Ambar mengernyit mendengar fakta barusan. Mas? Ada rasa cemburu yang menghampiri dirinya ketika tau ada yang memanggil Sultan dengan panggilan itu. Bahkan ketika Ambar dan Sultan berpacaran dulu, Ambar tidak pernah memanggil Sultan dengan panggilan seintim itu.
"Mas? Kayaknya Kinan jadi satu-satunya gadis yang pertama kali memanggil lo dengan sebutan Mas yah, Tan."
Sultan tidak menjawab dan memilih tetap tidak mengacuhkan Ambar.
"Sebenarnya itu terpaksa, Mbak Ambar. Mas Sultan sendiri yang memaksa aku untuk terus memanggil dia dengan sebutan Mas. Aku awalnya sering memanggil Mas Sultan dengan panggilan Kak Sultan saja kok. Namun sepertinya Mas Sultan lebih kecanduan dipanggil Mas daripada Kak. Awwww!"
Perkataan Kinan itu diakhiri dengan ringisan Kinan setelah pinggangnya mendapat cubitan keras dari Sultan.
"Mas Sultan kok mencubit aku sih?!" protes Kinan.
"Itu hukuman untuk adik durhaka yang suka membuka aib kakaknya," balas Sultan sambil kembali mencubit gemas Kinan. Kali ini pada bagian pipinya.
Pertengkaran manis kakak adik itu tidak lepas dari pandangan Ambar sejak tadi. Ambar jelas merasakan ada banyak perubahan dari dalam diri Sultan. Baru kali ini Ambar melihat Sultan sangat akrab dengan seorang gadis selain Ambar.
Harusnya Ambar memaklumi karena Sultan dan Kinan adalah sepasang kakak adik. Namun, entah mengapa Ambar iri sekali melihat semua itu. Sultan yang sekarang terasa asing baginya. Ambar merindukan Sultan yang dulu. Sultan yang menjadikan Ambar pusat dunianya.
"Kalian berdua lucu sekali. Sayang sekali Ambar tidak punya adik lucu seperti kamu, Kinan. Ambar hanya mempunyai Kakak yang pendiam dan gila kerja." Tyas, Bunda Ambar yang sejak tadi diam pun membuka suara.
"Jeng Tyas, kalau boleh tahu sebenarnya ada keperluan apa Jeng Tyas dan Ambar datang berkunjung ke sini?" tanya Diana dengan nada akrab.
"Oh itu Jeng Diana. Duh, saya jadi bingung mau bicara mulai dari mana. Kita sudah lama tidak bertemu. Ditambah kedatangan saya juga mendadak sekali. Pasti sangat mengganggu dan merepotkan yah? Saya jadi tidak enak hati loh, Jeng Diana."
"Tidak apa-apa, Jeng Tyas. Kebetulan saya juga sedang tidak sesibuk dulu. Suami saya menyuruh saya berhenti bekerja dan istirahat di rumah. Jadi tidak merasa repot sama sekali ketika menerima tamu dadakan seperti Jeng Tyas. Jadi Jeng Tyas, kalau boleh tahu ada urusan apa sebenarnya Jeng Tyas dan Ambar bertamu mendadak kesini?"
"Ini soal Ambar, Jeng Diana." Tyas menatap Ambar dengan tatapan sendu sebelum akhirnya meneruskan perkatannya. "Seperti yang kita tahu kan, Ambar punya kebocoran jantung sejak kecil. Dia tidak boleh kecapean atau sedih sedikit saja. Karena kalau iya Ambar bisa drop."
"Saya tahu kok mengenai itu, Jeng Tyas. Ambar dulu sangat dekat dengan Sultan. Sering bermain juga ke kediaman Aditama. Saya sudah menganggap Ambar seperti anak saya sendiri."
"Terima kasih banyak, Jeng Diana. Saya terharu mendengarnya. Saya izin melanjutkan maksud dan tujuan saya datang kesini yah, Jeng Diana. Boleh?"
"Silahkan Jeng Tyas. Kami siap mendengarkan. Jadi, ada apa dengan Ambar? Apa yang Ambar butuhkan? Atau apa ada yang bisa kami bantu untuk Ambar?"
"Jadi begini, Jeng Diana. Ambar itu mempunyai seorang pacar di sekolahnya yang sekarang. Pacar Ambar ini yang biasanya selalu mengontrol kegiatan Ambar di sekolah agar tidak terlalu kecapean atau sedih. Namun sayang sekali, pacar Ambar sudah dipindahkan sekolahnya ke luar negeri oleh keluarganya. Saya jadi bingung siapa yang harus saya percayakan menjaga Ambar setelah kepergian pacarnya. Soalnya saya hanya bisa mengontrol Ambar di rumah. Tidak bisa sampai mengontrol ke sekolah."
Ketika Bundanya mengungkit tentang mantan pacar Ambar, tatapan Ambar langsung tertuju pada Sultan. Benar saja, wajah pria itu sangat muram setelah Bundanya mengungkit-ungkit mantan pacarnya. Sepertinya, Sultan kembali mengingat kejadian di masa lalu yang tidak mengenakkan itu.
Wajah muram Sultan saat ini. Salahkah jika Ambar berharap ekspresi tersebut adalah ekspresi cemburu Sultan? Salahkah Ambar berpikir jika Sultan masih menyimpan perasaan pada Ambar? Karena Ambar juga masih merasakan perasaan itu pada Sultan. Apakah Sultan juga belum move on seperti dirinya?
Lo masih Sultan yang dulu kan, Tan? Tanya Ambar dalam hatinya.
"Oleh karena itu, Jeng Diana. Saya datang kesini bermaksud menemui Jeng Diana dan Sultan. Saya hendak meminta izin. Ambar akan saya pindahkan ke SMA Aditama mulai besok. Tapi, saya punya harapan jika Sultan bisa saya percayakan untuk menjaga Ambar di sekolah barunya. Termasuk menjemput dan mengantar pulang Ambar selama bersekolah. Saya tidak akan menuntut Sultan untuk memperhatikan Ambar setiap saat. Kemauan dan kesiapan Sultan menjaga Ambar saja sudah saya syukuri. Saya akan berterima kasih banyak jika Sultan bersedia."
Sultan langsung mengeluarkan napas berat yang tidak enak di dengar saat itu juga. Ambar yang mendengar itu hanya bisa tersenyum getir. Sangat jelas jika Sultan sangat keberatan dengan permintaan itu. Ambar sadar. Dia tidak seberharga dulu bagi Sultan saat ini. Ambar telah kotor di mata Sultan.
Ditambah Sultan sekarang mempunyai adik secantik dan seceria Kinan. Ambar ingat jika dulu Sultan selalu bercerita bahwa dia sangat ingin sekali mempunyai seorang adik. Dan Sultan sudah mendapatkannya yang tak lain adalah Kinan. Sultan pasti akan lebih memilih diam di rumah dan menghabiskan waktu dengan adiknya itu. Daripada menjaga dan memperhatikan gadis penyakitan seperti Ambar.
"Oh, kalau untuk urusan itu saya serahkan jawabannya kepada Sultan saja, Jeng Tyas. Sultan sudah dewasa. Dia pasti sudah bisa menentukan mana tanggung jawab yang sanggup dan tidak sanggup dia jalani."
"Iya, Jeng Diana. Saya paham kok. Bagaimana, Sultan. Kamu bersedia kan memperhatikan Ambar di sekolah mulai dari besok?"
Sultan berani menatap ke arah Ambar saat ini. Ambar tersenyum kelewat senang.
Bilang iya, Sultan. Gue mohon bilang iya. Mohon Ambar dalam hati.
"Saya saat ini punya Kinan tante. Saya sudah terbiasa menjaga dan memperhatikan Kinan di sekolah selama setahun ini. Jadi, jikalau ditanya mengenai kesanggupan saya diberi amanah baru untuk menjaga Ambar di sekolah, maka yang sepatutnya yang memberi jawaban adalah Kinan. Apakah Kinan sanggup jika saya harus membagi waktu dan perhatian untuk Ambar di sekolah? Karena Kinan saat ini adalah prioritas satu-satunya saya. Maka dia yang sepatutnya memberi keputusan. Bagaimana Ki, kamu siap?"
Kinan yang sejak tadi mendengarkan dengan fokus pembicaraan berat tersebut hanya bisa menganga ketika dia tiba-tiba dituntut untuk memberikan keputusan. Apa yang harus Kinan jawab?
Ditambah, kenapa pertanyaan terakhir Sultan barusan padanya terkesan terdengar seperti seorang suami yang meminta izin untuk menikah lagi?
*****
Instagram : @sourthenswett dan @andwyansyah
itu tuh sudah jelas bgt sultan kalau kamu cinta kinan.
Comment on chapter 2. Denial