Hingga malam hati tiba, resto jepang mereka masih laris manis. Resto pun malah tutup lebih awal. Alzaki dan si bos bersama ketiga pegawai lainnya berberes ria.
"Wah, hari ini kita tutup lebih awal," ujar Fajar senang, mengelap peralatan memasak Ramen."Kita jarang lho tutup lebih awal kayak begini."
"Iya, karena ini berkat Erza," jawab Dita juga ikut mengelap mangkuk Ramen.
"Hehehe. Erza hebat, ya! Dheweke isa nggaet pelanggan ing kene."
"Iya, merga dheweke kayak idola K-pop," tambah si bos."Nandi areke?"
"Embuh, Mas. Palingan ing njero lagi resik-resik."
Di ruang depan, Alzaki sibuk mengelap meja. Di meja nomor 9, di bawah meja, tampak secarik kertas terjatuh. Entah kertas itu dibuang dengan sengaja atau cuma sengaja ditinggal di situ. Meraihnya. Kertas tersebut tidak diremas, tetapi dilipat rapi.
"Apa ini?" Membuka lipatannya. Di kertas itu memerlihatkan sebuah sketsa gambar sebuh karakter gadis humanoid beserta entah di sampingnya robot raksasa mirip robot raksasa milik Ballader, karakter antagonis di game terkenal—Gashin Impact. Ia kagum akan sketsa yang style-nya mirip dengan pengarang Naruto.
"Wow..."
Walau hanya sketsa biasa, namun gambarnya itu terkesan manga sekali. Menatap nama di bawah tanda tangan. Nama si penggambar.
"Argya Musyaffa..." bacanya. Teringat pemuda SMK yang memesan Nanami Ramen tadi."Jadi, namanya Musyaffa, ya?" Kertas itu tidak dibuangnya, melainkan di kantongi."Semoga anak itu enggak mencari gambar ini." Ia kembali ke dapur.
"Wis rampung, Za?" tanya si bos.
"Sampun, Bang. Kula badhe napa ngrantosi sing liyane niki?"
"Ora usah. Wis rampung kok iki."
Selesai membereskan pelaratan masak dan lainnya, resto pun tutup. Alzaki bisa bernapas lega karena bisa beristirahat lebih awal di kost. Tepat jam 08.00 malam. Ia keluar dari belakang dapur. Menuju ke pinggir jalan, siapa tahu ada angkot yang datang. Tidak lama, angkot melayang menghampirinya. Masuk saat pintu bergeser otomatis. Hanya ada beberapa penumpang yang duduk. Di pojok dekat jendela, tampak seseorang yang dikenalnya. Ia duduk di sampingnya tepat ada ibu-ibu yang bergosip ria dengan tetangganya soal gaji anaknya masing-masing.
Ya. Siapa lagi kalau bukan Maria. Di balik kaca, wajah gadis itu tampak muram semuram hatinya. Baju yang dikenakan sama persis seperti tadi siang. Ia mencoba memamggilnya seraya memegang pundaknya pelan.
"Maria," panggilnya.
Cewek itu menoleh. Tidak sadar di sampingnya sudah ada Alzaki.
"Alzaki...?"
"Kamu kok naik angkot? Kamu enggak balik sama temanmu?"
Maria menggeleng pelan.
"Enggak, aku pulang lebih dulu..."
Alzaki menatapnya. Berpikir, gadis ini tampaknya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Padahal tadi siang saat makan di resto ia bekerja masih tampak riang. Mencoba bertanya,"Kamu ada masalah?"
Maria menggeleng lagi.
"Enggak kok. Aku enggak lagi ada masalah."
Alzaki terdiam sebentar."Bohong. Kelihatan dari mukamu kayak polong Snargalluf yang digenjet begitu..."
Maria menatap Alzaki sebentar. Dia tidak mengenakan kacamata bulatnya.
"Kelihatan, ya?"
"Kelihatan banget," kata Alzaki.
Maria menunduk, tangannya meremas ujung tas kuning mungil yang dibawanya."Aku... Aku habis putus..."
"Putus?" kata Alzaki,"sama siapa? pacarmu?"
"Iya. Dia selingkuh ternyata..."
"Terus, kacamatamu ke mana?
"Pecah," katanya."Waktu aku pulang," katanya lagi. ditabrak orang, alhasil kacamatanya terjatuh lalu terinjak dan patah. Dalam keadaan buram pun, dia tidak sekalipun menggunakan contact lens. Maria adalah tipe gadis anti mengenakan contact lens Saat itu dia sedang diajak lagi oleh temannya yang Food Vloger ke restoran jepang lain selain Miami Resto. Di resto jepang lain tidak sengaja dirinya bertemu dengan pemuda, tidak lain adalah pacarnya sendiri! Pacarnya yang ketahuan telah kepergok Maria, yang sedang nge-date ria bersama gadis lain. Maria yang mengetahuinya, tidak melakukan perlawanan, beranjak pergi tanpa memedulikan temannya yang menunggu makanan yang dipesan memanggilnya. Berjalan secepat mungkin tanpa menoleh ke belakang sekalipun. Pacarnya, bukan sudah menjadi mantan pacar, kembali makan dan sama sekali tidak mengejarnya.
Sialan, umpat Maria dalam batin.
Maria terus berjalan cepat keluar dari resto jepang itu. Tidak sadar, dirinya menabrak seseorang, kacamatanya tersenggol hingga jatuh dan patah sekaligus. Patah terbelah menjadi dua. Dia pun segera melambaikan tangan ke salah satu angkot melayang yang melintas. Naik, tanpa sekata pun terucap dari bibirnya. Dalam keadaan perasaan sedih bercampur kecewa.
"Kamu langsung nyegat angkot melayang, begitu? Terus pulang?"
"Iya..."
"Oala, Maria, Maria, kok isa. Wis, ta cowok kuwi ora mung mantanmu kuwi. Cowok kuwi ora siji. Akeh banget malah. Mengko ana
nggantine," ujar Alzaki bijak. Seperti seorang abang memberi petuah kepada adik perempuannya."Kamu sih cari cowok model kayak
begituan. Pacarmu, eh, mantan pacarmu yang goblok."
"Itu saja yang mengenalkannya temanku sesama make up artis, Al. Mukanya saja ganteng kayak malaikat, tapi sifatnya... Sifatnya... Ah, enggak tahulah!"
"Jadi itu pelajaran. Lain kali, jangan cari cowok model kayak begitu. Kamu baru pertama kali pacaran?"
"Sudah beberapa kali, sih. Entah kenapa aku terus yang di php in..." Maria tambah sedih."Kamu sendiri, pasti punya cewek?"
"Berarti selama kamu berpacaran dengannya kamu itu yang sering dimanfaatin. Wih, mantanmu banyak, ya? Oh, aku? Aku mana ada cewek. Boro-boro punya cewek," kata Alzaki jujur.
Maria menatap Alzaki dalam.
Cowok ini ternyata lucu, batin Maria.
Maria tertawa. Mirip karakter Hange Zoe kalau sedang tertawa.
"Geneya kok ngguyu?" tanya Alzaki.
"Enggak apa-apa." Maria tersenyum."Kamu langsung pulang ke kost?"
"Iyalah. Kan, aku tinggal di sana sekarang. Daripada rumah besar
itu..." Ia langsung terdiam. Kejadian orang tua dan sang adik yang telah meninggalkannya duluan dan tantenya dengan tega mengusirnya dari rumah, membuatnya kembali teringat dalam pikirannya.
Maria buru-buru meminta maaf."Eh, maaf, aku enggak tahu... Maksudku, aku salah ngomong tadi..."
"Enggak apa-apa," kata Alzaki.
Angkot melayang melesat menuju jalan kost. Ia berseru kepada sang sopir. Sang sopir pun menghentikan laju kendaraannya.
"Mudhun ten mriki, Mas?"
"Inggih, Pak." Alzaki turun dari angkot melayang, merogoh saku celana, mengelungkan uang lebih kepada sang sopir.
Sang sopir menerimanya."Lho, Mas, dhuite sampeyan kakehan iki."
"Anu, ongkose tebih karo mbayari ongkos pacar kula," jawab Alzaki dari jendela angkot sebelah kiri yang terbuka.
Maria mendengarnya pipinya merona merah.
Pacar, dia bilang? Batinnya tidak percaya.
"Tiyange niku, Pak," tunjuk Alzaki dari luar.
Sopir menoleh ke belakang. Melihat Maria."Inggih, Mas, suwun," ucapnya.
Alzaki mengangguk dan melambaikan tangan pada Maria. Maria dengan pipi merona, membalas lambaian Alzaki. Angkot melayang melesat kembali. Alzaki melanjutkan perjalanannya. Ia berbelok ke satu jalan yang menuju di mana tempat kost pria berada. Di jalan itu masih ada lalu lalang kendaraan melayang. Salah satu sepeda melayang membunyikan klason dan berhenti tepat di samping Alzaki.
"Za! Sampeyan wis mulih ta?" tanya pemuda itu di balik helm, membuka pelindungnya."Bareng pora?" tawarnya.
Alzaki menoleh. Pemuda yang memberhentikan sepeda melayang-nya itu ternyata Nurin."Iya, wis," jawabnya. Langsung naik di bangku belakang.
"Sampeyan kok ya wis mulih?" tanya Alzaki.
"Iya. Biasane kayak ngene aku lembur, Za." Nurin melajukan kembali sepeda melayang-nya menuju kost pria. Menyusuri setiap rumah-rumah. Sampai di kost pria, yang pagarnya terbuka sedikit, Nurin memberhentikan sepeda melayang. Alzaki turun, menggeser pagar agar terbuka lebih lebar. Nurin masuk hingga menuju dapur belakang. Alzaki menutup pagar, berjalan masuk ke kamarnya.
Ia merogoh saku, meraih kunci kamar, membuka pintu. Pintu terbuka, masuk. Jam di dinding menunjukkan pukul. 08.00. Resto memang tutup lebih awal. Semua makanan sudah habis tidak bersisa. Akan pulang, ia sempat melihat ekspresi wajah bosnya. Bosnya tersenyum senang karena makanan di restonya laris manis. Badannya sudah lengket karena keringat, memutuskan untuk mandi. Keluar dan menaiki tangga menuju balkon. Meraih handuk, kembali masuk ke kamar. Langkahnya terhenti, ada notifikasi masuk dari WhatssAp-nya.
Ting!
Terima kasih ya, Al. Sudah dibayarin tadi. Love you. 😊
From:
Maria Gupallo
Alzaki mengetikan balasan.
Sama-sama.
Balasan tersebut dikirimkannya.
"Love you? Ternyata gadis itu mellow juga."
Ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Semenit kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Alzaki lengkap dengan kaos putih berlogo Sarfraz Kingdom, dan mengenakan celana hitam selutut. Menatap tumpukan baju yang kotor di ranjang dekat kamar mandi, semisal hari libur, maksudnya libur bekerja, ia menyempatkan untuk mencuci bajunya. Di kost yang ditinggalinya sama sekali tidak ada mesin cuci.
"Oke. Libur bekerja, aku mulai mencuci baju. Baju yang dibawanya—bukan, baju yang sudah disiapkan tantenya yang sebelum dirinya minggat dari rumah."Setengah dari gaji nanti, sisanya mau kubelikan baju baru."
Padahal, baju di kamarnya yang harganya terbilang mahal banyak di lemari. Malahan, kualitasnya bagus. Namun itu dulu. Sekarang berbeda. Segala sesuatunya semua serba sederhana. Tidak ada yang istimewa. Ada notifikasi masuk. Meraih handpone-nya di atas meja di samping ranjang. Duduk, membukanya.
Al, kapan kamu libur kerja? Aku ada tawaran kerjaan buat kamu.
From:
Maria Gupallo
"Tawaran pekerjaan?"
Ia mengetikan balasan.
Tawaran kerja apaan?
Pesan tersebut dikirimkannya.
Ting!
Ada pesan masuk.
Jadi model. Kamu mau kan? Kalau mau, libur bekerja, kamu bisa ke rumahku eh bukan ke acara undangan untuk para creator content. Acaranya di aula hotel. Jaraknya enggak jauh dari tempatmu kerja.
From:
Maria Gupallo
Ia terkejut membacanya."Jadi model?"
Tapi, Mar. Aku enggak bisa jadi model. Aku enggak tahu bisa apa enggak.
Balasnya.
Ting!
Bisa. Tenang, aku ajarin kok caranya jadi model.
From:
Maria Gupallo
Alzaki berpikir keras. Mau menerima tawaran dari gadis itu atau tidak.