Read More >>"> Story of April (Looking Back) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story of April
MENU
About Us  

“Jun Su, aku memutuskan hubunganku dengan Seol Hee,” ujar Chang Yi dengan senyum semringah sambil merebahkan diri ke sofa.

"Ha? Orang gila. Kenapa lagi?" tanya Jun Su yang hampir menyemburkan kuah ramennya.

“Hanya untuk lima bulan ke depan. Karena kalau berhasil, saya akan langsung melamarnya. Kau sumbangkan darahmu untuk jaga-jaga, ya.”

Ucapan demi ucapan Chang Yi yang terdengar tanpa beban itu membuat Jun Su menghentikan suapannya. Dia meletakkan sumpit dan mangkuknya lalu menatap Chang Yi yang sudah berbaring dengan kepala di bawah sambal mengutak-atik ponselnya.

“Sebenarnya apa yang kau rencanakan?”

“Saya bisa operasi pemindahan jantung di Jepang. Dan sudah dapat pendonor. Bulan depan akan dilakukan operasi dan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk pemulihan makanya, saya memutuskan kontak dengan Seol Hee agar ini jadi kejutan,” jelas Chang Yi tanpa menghiraukan komentar.

“Keluargamu tahu?”

“Tidak ada satu pun yang tahu kecuali, kau, Ho Jun Su. Aku benar-benar ingin memberi kejutan makanya hari ini mereka berangkat ke Paris untuk berlibur.

“Kau yang mengatur semuanya?”

“Iya. Dan kata bagian yang dari Jepang, agar operasi lancar, aku perlu tiga kantung darah untuk persiapan. Dan aku tahu kalau dari sekarang kau menarik darahmu, kau bisa menghasilkan tiga kantung sebelum operasiku.”

“Apa itu cukup? Apakah Anda yakin tidak salah menangkap penjelasan mereka?” tanya Jun Su ragu.

“Tidak. Saya yakin.”

“Bagaimana dengan riwayat tekanan darah tinggimu? Apa tidak berpengaruh besar?”

“Makanya aku butuh darahmu. Jadi, kalau kenapa-kenapa. Ada darah yang jadi penyelamatku.”

“Jadi, kau akan berangkat ke Jepang dalam bulan ini?”

“Iya. Aku sudah usahakan agar pekerjaan serta tugas kuliahku selesai sebelum waktu operasi. Dan saya tidak mengambil proyek sama sekali sampai lima bulan ke depan. Aku juga sudah mengajukan cuti di kampus sampai satu semester. Semuanya lancar,” jelas Chang Yi riang.

“Sangat lancar,” bisik Jun Su yang kemudian memakan lagi ramennya yang sudah cukup mengembang, “tapi, kau yakin tidak ingin memberitahu siapapun?”

“Cukup kamu. Saya yakin tentang hal ini. Aku sudah melakukan semua bagianku. Tinggal kau yang mengerjakan bagianmu. Semua sudah kupastikan tanpa hambatan,” kata Chang Yi bangga.

Bahkan terlalu lancar untuk seluruh rencana manusia

                                                                                                                              

“Aku dan Ba​Ram akan berangkat hari ini. Bulan depan sebelum operasiku kau sudah harus ada di tempat ya. Ingat donorkan darahmu.”

Mendengar celoteh Chang Yi, Jun Su hanya mengangguk dengan malas-malasan.

“Kalau ada apa-apa kabari saja. Tidak ada barangmu yang ketinggalan, kan?”

“Tidak. Oh! ya. Ini, baca di rumah,” ujar Chang Yi sambil menyerahkan sebuah amplop kecil berwarna kuning.

"Apa?" tanya Jun Su dengan kening berkerut usai menyambutnya.

“Ck, baca saja. Harus ada bukti hitam di atas putih untuk orang keras kepala. Tapi, karena saya tidak menemukan kertas surat warna putih jadi, saya pakai kuning. Yang penting ada tanda tangan dan stempelku. Baca, ya. Aku berangkat dulu.”

“Ya, ya. Pergilah. Hati-hati.”

Untuk Kakak Kesayanganku , Ho Jun Su

Aneh jika saya mengatakan operasi ini akan berjalan lancar 100% jika mengingat kondisinya yang lemah sejak kecil . Berpura - pura kuat itu sulit bahkan saat musim dingin seperti ini . Namun , mengingat wajah Seol Hee serta keluargaku yang akan sangat senang membuatku semakin semangat . Jadi , doakan aku . Tapi , jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi , aku ingin kau dampingi Seol Hee sampai akhir hayatmu . Aku mohon dengan sangat , jangan nikahi gadis selain Cha Seol Hee . Mungkin terdengar memaksa tetapi, aku jamin dan bersumpah atas nama Tuhan kalau Cha Seol Hee benar - benar wanita yang sangat bisa mendukung hidupmu yang datar . Ingat ini hanya berlaku bila operasiku tidak berhasil ya . Dari Adikmu , Ho Chang Yi .

Kak , dapatkah kau datang dengan pesawat pagi ? Saya tidak tahu kenapa tapi , kondisi Chang Yi tiba - tiba menurun .”

Suara itu membuat Jun Su menghela napas pelan usai mematikan sambungan teleponnya.

“Kenapa?” tanya Seol Hee penasaran.

“Tidak ada,” sahut Jun Su sambil berusaha fokus pada jalanan di depannya, “tapi, besok pagi aku harus ke Jepang dan…”

“Apa ada sesuatu yang buruk?” tanya Seol Hee memutus kalimatnya.

“Tidak,” sahut Jun Su berusaha biasa, “kalau kemalaman apa bisa pulang sendiri? Atau minta antar temanmu?”

Sejenak, Seol Hee hanya mengangguk pelan dan mengerti maksud dari Jun Su.

“Ingat setelah sampai rumah langsung kunci pintu dengan baik. Jangan buka pintu untuk orang asing. Jangan biarkan teman priamu masuk ke rumah. Dan kalau ada yang menekan bel pin..”

“Hubungi Ho Jun Su untuk memastikan siapa yang datang. Lalu, beli makanan langsung sepulang dari tempat magang atau bikin sendiri dengan bahan di kulkas. Iya, aku tahu,” sahut Seol Hee kesal.

Ada rasa tidak nyaman yang Jun Su rasakan setelah mendengar celoteh Seol Hee yang terdengar kecewa.

“Maaf, tapi, aku benar-benar tidak bisa menjemputmu besok.”

“Ya, saya tahu. Untuk apa kau merasa bersalah. Bahkan Chang Yi yang memutuskanku secara sepihak saja masih santai. Sampai detik ini saya tidak pernah mendengar kata maaf darinya. Jangankan maaf, menghubungi saja tidak.”

Sekilas dilihatnya Seol Hee mengusap wajahnya, ada basah yang tertinggal di pipi kanannya yang kemudian mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dan rasa iba itu pun sempat menghampiri Jun Su yang kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya.

                                                                                                                                   

"Ba Ram.?!"

Teguran itu membuat sosok gagah berkacamata serta setelan kemeja rapi tersebut tampak lega.

“Maaf, saya benar-benar terlambat. Dia sudah masuk?” tanya Junsu.

“Sudah. Setelah memastikan dia benar-benar baik, mereka langsung membawanya masuk.”

Diam, Jun Su tampak menyembunyikan rasa gelisahnya selama berjam-jam. Hingga detak jam menunjukkan pukul 07.30 malam, ponselnya berbunyi dan membuatnya menghela napas pelan usai menemukan nama yang tertera di layarnya.

“Apa?! Sudah kukatakan jemput Seol Hee di Rumah Sakit Seoul. Dia sedang magang di sana. Nanti saya akan menghubunginya. Sekarang sedang sibuk. Saya tutup.”

Tidak ada kesempatan bagi Chi San untuk menyahut ketika Jun Su telah mematikan ponselnya tanpa bertanya lebih lanjut. Kembali duduk di kursinya, Jun Su kembali gelisah sambil mengantupkan kepalan tangan yang menggenggam erat ponsel ke dahinya. Ba Ram yang melihat hal itu pun hanya bisa mengusap pelan pundak Jun Su.

“Saya tahu, kata tenang tidak akan cukup. Tapi, apa benar tidak perlu menghubungi keluarga yang la…”

Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka dan sosok seorang wanita lengkap dengan seragam operasinya terlihat pada Jun Su.

Ketsueki no zaiko wa mit tsu fukuro madedesu ka ? Ima wa motto hitsuyōdesu . Kanōdeareba san juppun mae ni wa koko ni tsuku hazudesu . Arigatō [1]”

Shikashi , - chan ī wa pochi ga mit tsu dake hitsuyōda to iimashita . [2]”

Terdengar perawat mendesah berat usai mendengar sanggahan Jun Su.

Kore wa inochigake no shujutsudearu to nando mo iimashita . Tashika ni , watashitachi wa sukunakutomo mittsu fukuro no ketsueki o teikyō suruhitsuyōgāru to iimashitaga , jōtai ga akka shita baai ni sonaete sarani ōku no ketsueki o junbi suruhitsuyōgāru tomo iimashita . San - juu bu ijō junbi ga nai to nani mo dekimasen . Arigatōgozaimasu . Moshi tōsha ni kashitsu ga atta baai wa , kokoroyori owabi mōshiagemasu . Go kyōryoku o onegai itashimasu . [3]”

Kedua bola mata Jun Su memerah dan pijakannya melemah. Pikirannya kosong dan membuatnya langsung memeluk erat Ba Ram yang ikut merasakan kerisauan serta rasa kalutnya detik itu. Tidak ada waktu yang bisa dikejar dan mereka hanya bisa pasrah.

“Aku saja mendonor perlu waktu satu jam tapi, ini…”

Jun Su melepas pelukannya dan memegang erat lengan Ba ​​​​Ram yang hanya bisa menghela nafas dengan air mata yang telah membasahi pipinya.

“Bagaimana saya harus menjelaskan semuanya. Kekasihnya menunggu di Seoul. Keluarganya menunggu suksesnya di Busan. Ya Tuhan, aku…”

Jun Su pun menurun bersama isaknya yang semakin terdengar jelas. Dia menyandar di dinding dengan wajah memerah dan sambil memukul dadanya yang terasa sesak bersama Ba Ram yang terus menangis dalam diam.

Junsu ? Hei , Ho Junsu . Apa yang terjadi ? Kau kenapa ? Hei !”

“Chang, Chang Yi, maafkan aku, Seol Hee. Maafkan aku. Huuu…”

Kegagalan rencana Chang Yi membuat dunia Jun Su detik itu terasa runtuh. Mimpi yang selalu mereka bagi bersama dan ingin capai sekarang membuat Jun Su harus menitinya sendiri. Berusaha berdiri di antara keramaian rumah sakit yang rusuh. Berusaha dengan sisa tenaga dan pandangan kosong mengurus semua hal agar bisa membawa Chang Yi pulang bertemu keluarganya. Tidak ada yang peduli pada keadaan Jun Su yang berusaha menyembunyikan sakitnya.

Dibalik kacamata hitamnya dia memperhatikan setiap air mata kesedihan yang jatuh saat satu per satu ketika tanah itu menutupi peti yang menjadi tempat tidur terakhir adik kesayangannya. berusaha tegar membujuk semua orang yang merasa kehilangan dunia mereka, tidak terkecuali, Cha Seol Hee.

“Bagaimana kau bisa menyetujui untuk melakukan hal itu sementara, kau tahu apa yang akan dia alami kalau sembarangan memutuskan?!”

“SEDARI KECIL AKU MENYAYANGIMU TAPI, KENAPA KAU KALI INI MEMBIARKAN ADIKMU SENDIRI MENGANTARKAN NYAWANYA!”

PRAAAK. !

Omelan dari Pamannya sama sekali tidak membuatnya gentar. Dia tetap memohon ampunan bahkan teriakan demi teriakan dari Chang Mi yang tiba-tiba melempar vas bunga hingga melukai dahinya pun tetap tidak membuat Jun Su beranjak.

“Bangunlah, Nak. Tidak apa. Bibi tidak apa. Chang Mi berhentilah. Sayang, dia anak kita juga berhentilah.”

Tangis sedu dari Sang Bibi pun tidak sama sekali membuat Jun Su tergerak bangun. Dia tetap bersimpuh dengan darah yang mengalir di dahinya. Tidak sama sekali sampai semua meluapkan seluruh kekesalan mereka dan Sang Il mengusirnya.

Dia bangun dan keluar dari rumah mereka dengan lunglai karena penat usai bersimpuh cukup lama. Hanya senyum sinis yang ia perlihatkan usai mengusap darah di dahinya. Dia masuk ke mobil dan mendesah pelan sebelum memejam sejenak.

“Ma, Maafkan aku karena tidak menjadi Kakak yang baik. Kalian masih terlalu muda untuk mengambil keputusan sendiri.”

“Kenapa kau menangis?! APA YANG KAU TANGISI DARI KESALAHAN DIA YANG SEHARUSNYA SUDAH BISA BERTANGGUNG JAWAB! KALIAN BERDUA PRIA DI RUMAH INI!”

Tangis Jun Ho usai mendengar seluruh cerita Jun Su pun membuat Sang Ayah murka. Namun, Jun Su tetap diam dan keluar dari kamar Jun Ho yang berusaha menghentikan tangisnya karena omelan Sang Ayah.

Begitulah akhir dari seluruh cerita Si Bungsu Ho dari keluarga besar kami . Semua orang sayang padanya dan tidak boleh ada air mata untuk seorang pria di dalam keluarga ini

                                                                                                                                

“Jadi, dia pindah rumah?” tanya Jun Su setelah membaca semua berkas yang Chi San serahkan.

“Iya. Tidak terlalu jauh dari apartemenmu. Tapi, cukup rawan karena memang komplek tenang dan sepi walaupun pintu gerbangnya di jaga petugas,” jelas Chi San.

“Dia sukses magang di tempat itu. Ada kabar mengapa dia melanjutkan profesi di sini?”

“Tidak. Tapi, apakah kau benar-benar tidak berpapasan satu kali pun dengannya di kampus? Ba Ram saja bisa bertemu,” ujar Chi San bingung.

"Kau tidak ketemu?" tanya Junsu.

“Mmm…tidak,” sahut Chi San usai menggeleng ragu.

“Ba Ram bertemu karena dia di jurusan kedokteran. Kau lupa kita di mana? Jarak kampus kita dan Ba ​​​​​​Ram 30 menit berjalan kaki.”

Seakan menyadari seseuatu, Chi San pun hanya bisa menyengir dan menahan rasa geli karena kekalahannya namun, Jun Su tidak peduli sama sekali.

“Bagaimana penglihatanmu?” tanya Chi San kemudian.

“Sudah lebih baik. Tapi, kamu lihat sendiri, mataku masih sedikit seperti orang mengantuk.”

“Setidaknya tidak lebih buruk dari enam bulan lalu. Kau hampir seperti orang gila karena terus menangis. Syukur Yu Mi dengan sukarela mendampingimu.”

“Hmm, aku sangat berterima kasih atas perhatiannya.”

“Tidak kau pacari?” tanya Chi San.

“Sudah. Kami pacaran. Tahun depan aku akan menikahinya, di musim semi.”

"Oh! Kau sudah melamarnya?"

“Belum. Tunggu waktu baik. Mungkin saat natal. Tapi…”

"Apa?" tanya Chi San dengan kening berkerut.

“Tolong pasang kamera pengawas yang tepat menyorot setiap sudut pintu keluar masuk rumah Seol Hee. Tapi, jangan sampai ada yang tahu.”

“Hei, itu pelanggaran. Kita bisa di pen…”

“Saya yang akan tanggung semuanya. Aku tidak akan menyeretmu.”

Melihat reaksi Jun Su yang tampak datar dan ucapannya yang terdengar tegas, Chi San pun hanya bisa menghela napas pelan. Dia melihat Jun Su yang sudah kembali fokus pada pekerjaannya sebelum kemudian dia melangkah keluar saat Jun Su meliriknya ke arah arti penuh.

“Satu, dua, tiga.”

Jun Su tampak menatap foto-foto data yang ia lemparkan di atas meja. Menampakkan potret seorang gadis berambut cokelat pendek dengan waktu dan pria yang berbeda. Dia tersenyum sinis sebelum mengusap pelan wajahnya dan menghela napas.

“Dia sangat baik, Ho Jun Su. Dia sudah mendampingimu dengan begitu baik. Dia teman yang baik. Ini masa mudanya. Biarkan dia bersenang-senang sebelum menikah.”

Lagi, dia menghela napas pelan namun, sedetik kemudian apartemennya terlihat sangat berantakan dengan buku serta pecahan kaca yang berserakan di lantai. Ada isak darinya yang kini tengah berbaring di sofa dengan telapak tangan menutupi kedua matanya. Terkadang ada tawa tetapi, detik berikutnya dia kembali terisak dalam posisi yang sama.

                                                                                                                                         

TOK! TOK! TOK!

“Cha Seol Hee, buka pintu. Kau harus mengizinkanku masuk.”

TOK! TOK! TOK!

Kening Seol Hee berkerut mendengar ketukan demi ketukan kecil dan suara pria mabuk di depan pintu rumahnya. Dia menghela napas keras setelah melihat sosok yang ia kenal dari layar pantau. Dengan malas-malasan dia membuka pintu lebar.

“Kau bisa jalan sendiri. Kali ini tidak boleh menginap.”

Ia berbalik dan mengomel namun, baru beberapa langkah, Jun Su terlihat mabuk berat pun menahan dengan genggaman erat ditangannya.

“Aku…tidak bisa lagi berdiri sendiri. Kau harus memapahku. Aku harus menikah dan mencapai segala impian dengan pasanganku.”

“Kalau begitu pulang dan…”

BRUK!

Lagi, Seol Hee mendesah kesal melihat Jun Su yang akhirnya pingsan di depan pintu. Tidak ada alasan untuk menolak dan pada akhirnya, Seol Hee dengan susah payah menyeretnya ke kamar.

“Dasar orang gila. Hah! Hah! Hah!” umpat Seol Hee dengan napas tersengal.

Dia berbaring di sisi Jun Su yang tampak terlelap dengan jas yang sudah sangat berantakan.

“Dia punya pacar tapi, masih saja kemari.”

“Karena kalau di sini aku bisa menangis.”

Kening Seol Hee berkerut tatkala mendapati celoteh Jun Su yang ia lihat masih terlelap.

“Kau sadar? Pulanglah kalau sudah sadar,” ujar Seol Hee.

Namun, tidak ada lagi jawaban yang Jun Su berikan, hanya dengkuran kecil yang kini Seol Hee dengar.

“Haaa…”

Seol Hee menghela napas keras dan duduk tapi, pelukan dari belakang membuat kedua bola matanya membesar. Ia ingin mengelak tapi, suara napas Jun Su yang tepat mengenai belakang daun telinganya membuat ia benar-benar mematung.

“Aku…dipaksa menyukaimu dulu. Chang Yi mengatakan kalau aku harus menikahimu tapi, kau bukan tipeku,” celoteh Jun Su yang setengah terpejam.

“Ka, kamu juga bukan tipeku dan aku tidak suka kamu,” ujar Seol Hee.

“Mungkin di paksa atau terpaksa bukan kata yang tepat. Aku hanya tidak mau mengakui bahwa ada sedikit rasa yang kusembunyikan selama ini. Rasa yang kuusahakan tidak terlihat dan kututup rapat agar tidak mengganggu hubungan kita.”

“Kau mabuk, lebih baik istirahat,” ujar Seol Hee pelan.

“Aku akan menidurimu. Apa kau mau? Si Brengsek ini ingin melakukannya denganmu dan memiliki anak agar bisa terhindar dari pernikahan itu.”

Seakan jantungnya berhenti berdetak, Seol Hee seolah terhipnotis dengan setiap ucapan serta ciuman lembut yang tiba-tiba Jun Su tujukan ke atasnya. Tidak ada rasa keberatan, dia menerima dengan sangat lapang dan begitu menikmati setiap proses yang mereka lakukan malam itu. Namun, dia ingin semuanya cepat selesai.

“Selamat untuk kehamilan Anda.”

Seol Hee terbelalak mendengarkan ucapan dokter di hadapannya.

“A, aku hamil. Jadi, rasa mual yang kurasakan bulan ini karena aku…”

Dokter itu terlihat tersenyum riang merasakan rasa syok yang ditunjukkan Seol Hee.

“Apa tidak ditemani suami Anda?”

Seol Hee yang linglung sempat tidak menjawab sampai Sang Dokter menyadari sesuatu yang aneh darinya.

“Apa suami Anda…”

“Tidak!”

Seol Hee yang tiba-tiba berteriak membuat Sang Dokter mengerjap dengan cepat.

“Bu, maaf. Bolehkah saya meminta hasil tesnya sekarang?”

“Bisa? Sebentar, aku siapkan.”

Setelah Sang Dokter menginfokan kepada perawat pendampingnya, dia pun kembali tersenyum kepada Seol Hee yang terlihat gelisah.

“Tidak apa. Semuanya sehat,” ujarnya menenangkan dan membuat Seol Hee melihatnya.

“Aku…tidak tahu harus mengatakan apa. Antara bingung dan bahagia,” jawab Seol Hee ragu.

“Ini hasil tesnya. Lihatkanlah pada suami Anda. Sekali lagi selamat,” ujarnya sambil menyerahkan sebuah amplop.

Diam, Seol Hee melihati amplop tersebut usai keluar dari klinik. Dan di bawah sinar matahari sejuk musim semi, dia menghela napas perlahan menatap lekat perutnya yang tertutup kardigan yang tengah ia kenakan.

“Kenapa kalian malah hidup di rahimku di saat seperti ini? Bagaimana saya harus mengatakan pada orang yang akan menikah besok. Haaa…”

Dan di sinilah semua kekacauan itu bermula

                                                                                                                  

“MANA WANITA JALANG ITU?!”

DAR! DAR! DAR!

Teriakan demi teriakan dan gedoran pintu itu membuat Seol Hee yang baru selesai menyusu kedua anaknya pun menghela napas pelan.

“KELUAR KAU DASAR PERUSAK!”

Kembali Seol Hee mendengar teriakan dari luar dan Jun Su yang baru keluar dari kamar mandi pun tampak sangat terkejut. Namun, melihat wajah Seol Hee yang tanpa ekspresi dia merasa paham maksudnya. Bergegas Jun Su membuka pintu tetapi, seolah dunia berhenti berputar, sosok Choi Yu Mi yang seperti orang kerasukan tiba-tiba masuk dan langsung melemparkan tas tangannya yang cukup besar ke arah dua bayi kembar di sisi Seol Hee.

DUK!

“Hei! Choi Yumi? Kau gila? Keluar dari sini!”

Teriakan amarah Jun Su sontak membuat Yu Mi menitikkan air mata tetapi, sedikit pun Jun Su tidak bergeming. Dia menarik tangan Yu Mi dan mengeluarkannya dari rumah mereka serta tas tangan yang sempat ia lemparkan.

“Kau akan menyesali semuanya!” teriak Yumi.

“Terserah apapun katamu! Aku sudah cukup diam dengan seluruh hal yang kau lakukan selama kita berhubungan!”

Segera, Jun Su berlari masuk ke rumah. Dia terlihat sangat murka masuk ke ruang kerja lalu keluar hanya dalam hitungan detik dengan sebuah berkas. Di lemparkannya berkas tersebut ke hadapan Yu Mi yang masih terduduk dan melihatnya dengan kebencian.

“Jangan pernah menunjukkan lagi wajahmu di depanku dan kuharap setelah ini kau memiliki hidup yang lebih baik serta pasangan yang baik. Bawa saja dia pergi dari sini, Pak,” perintah Jun Su pada satpam komplek yang sudah hadir di antara mereka.

Diam, Yu Mi berdiri dan menghempaskan tangan satpam yang sempat ingin membantunya. Dia melangkah kesal ke mobil bersama berkas yang belum ia buka. Amarahnya memuncak usai menutup pintu mobil dan membuka berkas yang diberikan Jun Su. Dia melihat seluruh foto yang berisikan dirinya bersama beberapa pria berbeda.

“Kau tidak apa?” tanya Jun Su panik.

Beberapa kali ia melihat Seol Hee yang berusaha berdiri kembali terduduk. Dan kedua matanya terbuka lebar saat melihat darah tiba-tiba mengalir di sudut kepalanya.

“Diam di sini. Duduk dan jangan mencoba berdiri lagi,” perintahnya.

Dia segera lari mengambil segelas air dan kotak obat. Seol Hee yang menunggu sambil berbaring dan memejam di sofa pun langsung meneguk sedikit airnya. Sementara itu, Jun Su sibuk dengan peralatan obat-obatnya. Perlahan dia menyentuh sisi kepala Seol Hee yang berdarah namun, saat dia ingin memasang perban, Seol Hee menolak dan melihatnya dengan mata sayu.

“Lukanya tidak dalam. Aku hanya sedikit pusing, cukup kasih plester saja,” ujar Seol Hee lemah.

Segera, Jun Su mengiyakan apa yang Seol Hee katakan. Dia mengambil obat Seol Hee dan menyelesaikan semuanya.

“Maaf,” kata Jun Su yang lalu memberi selimut untuk Seol Hee yang telah berbaring lagi dan memejam.

“Kau melakukan kesalahan padaku?” tanya Seol Hee.

“Tidak. Mungkin tidak. Tapi, hubungan ini tidak akan rumit dan kau mungkin akan lebih bahagia kalau aku mengakui semuanya sejak awal. Kalau aku mengakui semuanya setelah Chang Yi meninggal mungkin kau dan anak-anak tidak akan menga…”

“Boleh aku memelukmu sekarang?” tanya Seol Hee yang sudah bangun dan duduk menatap Jun Su.

Ragu tapi, Jun Su mengangguk dan menggeser duduknya. Dalam kesunyian, Seol Hee memeluk erat Jun Su yang kemudian membalas pelukannya.

“Jangan bicara apapun. Kepalaku sakit,” ujar Seol Hee dengan suara serak.

Pelan, isaknya yang perlahan terdengar jelas hingga membuat Jun Su memejam sejenak sebelum akhirnya ikut menangis dalam diam. Beberapa kali ia mengusap puncak kepala Seol Hee.

“Maaf,” ucap Jun Su dengan suara tertahan.

Berulang kali dia mengucap kata maaf dengan suara tertahan dan Seol Hee hanya menggeleng pelan dengan tangis yang semakin menjadi.

                                                                                                                             

[1] Apa stok darahnya tidak lebih dari satu kantong? Kami membutuhkan lebih banyak sekarang. Kalau bisa sebelum 30 menit sudah harus ada di sini. Terima kasih.

[2] Tapi, Chang Yi mengatakan kalau dia hanya memerlukan tiga kantong.

[3] Kami sudah mengatakan berulang kali kalau ini operasi beresiko nyawa. Memang kami mengatakan paling sedikit menyediakan tiga kantong darah tapi, kami juga mengatakan, tetap sediakan lebih banyak untuk berjaga-jaga saat kondisi menurun. Kami tidak bisa melakukan apapun kalau lebih dari 30 menit tidak ada sediaan. Terima kasih dan kami sungguh-sungguh meminta maaf jika keterlambatan mungkin ada pada pihak kami. Mohon kerjasamanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mencari Pangeran Yang Hilang
2032      866     3     
Romance
Naru adalah seorang cowok yang sempurna. Derajat, kehidupan, dan juga kemewahan layaknya seorang pangeran telah dia terima sejak lahir ke dunia. Orang tuanya seorang pengusaha kaya sejagat raya yang selalu muncul di TV. Namun ternyata dia yang merasa hidupnya terkekang oleh orang tuanya membuatnya tak memiliki satu pun teman. Dia pun benci tinggal di rumah. Dia ingin bebas. Ketika memasuki SMA,...
Cinta Pertama Bikin Dilema
2767      918     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Venus & Mars
4280      1229     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
One Way Or Another
444      309     0     
Short Story
Jangan baca sendirian di malam hari, mungkin 'dia' sedang dalam perjalanan menemuimu, dan menemanimu sepanjang malam.
Aku Istri Rahasia Suamiku
6359      1701     1     
Romance
Syifa seorang gadis yang ceria dan baik hati, kini harus kehilangan masa mudanya karena kesalahan yang dia lakukan bersama Rudi. Hanya karena perasaan cinta dia rela melakukan hubungan terlarang dengan Rudi, yang membuat dirinya hamil di luar nikah. Hanya karena ingin menutupi kehamilannya, Syifa mulai menutup diri dari keluarga dan lingkungannya. Setiap wanita yang telah menikah pasti akan ...
Aku Biru dan Kamu Abu
487      263     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
ARMY or ENEMY?
8366      2770     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
I'il Find You, LOVE
5181      1384     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Contract Lover
10669      2166     56     
Romance
Antoni Tetsuya, pemuda mahasiswa kedokteran tanpa pengalaman romansa berusia 20 tahun yang sekaligus merangkap menjadi seorang penulis megabestseller fantasy komedi. Kehidupannya berubah seketika ketika ia diminta oleh editor serta fansnya untuk menambahkan kisah percintaan di dalam novelnya tersebut sehingga ia harus setengah memaksa Saika Amanda, seorang model terkenal yang namanya sudah tak as...
IDENTITAS
643      428     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.