Ada waktu di mana kita akan bertemu lagi … 20 September 2012
“Apa yang baik dari menyembunyikan hal ini? Apa ini sebuah kejutan?” tanya Junsu.
“Apalagi selain kejutan. Tidak ada yang tidak suka kejutan,” sahut Chang Yi.
“Tapi, apa ini tidak keterlaluan?”
“Ehehehe, sebenarnya aku pun berharap banyak padamu.”
Sementara itu, di jam yang sama dan tempat yang berbeda, Seol Hee tampak melamun memperhatikan ponselnya.
“Seol Hee, ayo, makan, Sayang,” ajak Mi Hi, Ibunya.
“Kenyang, Bu.”
“Hmm, Ibu akan menyiapkan makananmu. Makanlah nanti. Ibu, Ayah dan Adikmu mau ke tempat nenek sebentar. Jangan terlalu di pikirkan. Mungkin dia ada proyek baru. Ibu yakin dia tidak bermaksud seperti itu.”
Tidak ada jawaban dan usai terdengar deru mobil keluar dari halaman rumahnya. Dalam keadaan melamun seperti sebelumnya, air mata perlahan membasahi kedua pipi Seol Hee.
“Tidak. Aku tidak bisa menerimanya.”
Segera, Seol Hee melangkah pergi mengayuh sepedanya menuju ke rumah Keluarga Ho. Namun, di tengah hujan yang tiba-tiba mengguyur, tidak ada tanda-tanda kehadiran orang di dalam rumah itu. Semua terlihat sepi, tidak ada lampu yang tiba-tiba menyala karena hujan turun. Semua gelap, tidak terkecuali pandangannya yang perlahan menghitam.
“…Hee. Cha Seol Hee. Cha Seol Hee. Bangun, Sayang.”
Perlahan, ada cahaya yang ia rasakan menembus pandangannya. Badannya terasa hangat dan sekelilingnya terasa menenangkan. Ada bau Bunga Melati lembut yang begitu menyengat indra penciumannya. Namun kabur, sewaktu-waktu setelahnya dia bisa melihat dengan jelas gadis berambut merah hati yang duduk di sisi tempat tidur.
“Kak Sae Rin.”
Gadis itu tersenyum manis dan mengangguk pelan.
“Minumlah dulu teh hangat ini.”
Segera, dengan dibantu Sae Rin, dia duduk dengan nyaman dan menyeruput sedikit tehnya.
“Apa yang terjadi?”
“Kau pingsan di depan rumah Chang Yi. Apa kau tidak tahu kalau mereka berlibur ke Paris?”
Ragu dan berusaha menyembunyikan keterkejutannya, Seol Hee pun menggeleng pelan.
“Apa…Chang Yi juga ikut?” tanyanya hati-hati.
“Tidak. Chang Yi masih di Seoul bersama Jun Su. Tapi, apa yang kau lakukan di tengah hujan? Apa Chang Yi atau Chang Mi tidak memberitahumu tentang hal itu?”
“Hal itu apa?”
"Liburan keluarganya ke Paris."
"Oh! Tidak."
“Apa mungkin Chang Mi berpikir kau akan memberi tahu Chang Yi?” ujar Sae Rin.
“Ti, tidak tahu, Kak. Eh, terima kasih sudah membantuku. Aku harus pulang. Ini sudah larut,” ujar Seol Hee yang sempat melirik balkon kamar yang tertutupi gorden tembus pandang dan tampak begitu gelap di luar.
“Eh, tidak,” tahan Sae Rin, “aku sudah suruh Kak Jun Ho menghubungi orangtuamu. Aku sudah kabari keadaanmu dan mengatakan pada mereka kalau kau baik-baik saja. Kebetulan di luar juga ada badai dan mereka pun tidak bisa pulang dari rumah nenekmu sampai besok pagi jadi, lebih baik kau menginap di sini saja. Apa besok ada kegiatan?”
Mendengar penjelasan Sae Rin yang tampak begitu khawatir tentangnya, Seol Hee pun menggeleng pelan.
“Besok hanya ada latihan tari di sore hari. Selebihnya aku bebas.”
“Bagus, aku akan merawatmu dengan baik,” sahut Sae Rin riang.
Untuk pertama kali , setelah sekian tahun aku melihat sosok Ho Sae Rin , Kakak dari Ho Jun Su . Perempuan dengan sudut mata meruncing yang hampir mirip dengan Chang Yi , dia tampak sombong . Dan karena perbedaan itulah aku tidak pernah berani bertegur sapa dengannya yang sama sekali berbeda dengan Jun Su , adiknya yang kukenal berparas ramah walau alis runcing Jun Su terkadang sedikit membuatku takut . Tapi , senyum ramah yang dia tujukan padaku setiap kami bertemu setidaknya membuat kami bisa lebih cepat akrab . Dan detik ini , aku bisa yakin jika dia memang kakak dari Ho Jun Su, perempuan berparas sombong ini memiliki sifat periang yang luar biasa sama dengan adiknya .
“Ternyata rambutmu tebal, ya. Aku suka,” ujar Sae Rin usai mengucir kuda rambut Seol Hee yang hanya tersenyum sipu, “apa kau mau aku mewarnai rambutmu? Saya memiliki semua peralatannya di kamar sebelah. Aku akan membuatnya sangat, sangat cantik. Mau, ya? Pipi tembammu dengan kulit putih juga badan seperti idol ini kau paling cocok dengan warna apapun. Saya sangat yakin. Mau, kan?”
“Mmm…aku…”
“Saya yang bertanggung jawab jika orangtuamu marah,” bujuk Sae Rin.
"Oh! Aku…"
“Kuanggap kau mau. Ayo.”
Dan tanpa sanggahan lainnya, detik di mana Sae Rin melihat sekilas binar senang dari mata Seol Hee, dia langsung menariknya keluar dan membawanya masuk ke ruangan khusus make up -nya yang menyediakan seluruh peralatan salon lengkap bahkan dengan kursi keramas merah hatinya.
“Cantik,” ucap Seol Hee tanpa sadar usai melihat sekeliling.
“Ehehe…kamu suka? Duduklah di sini,” ujar Sae Rin usai menyiapkan sebuah kursi di depan meja rias lampu berwarna sama dengan kursi keramasnya.
Segera, Seol Hee duduk dengan perasaan campur aduk. Senang, bingung dan hal luar biasa yang tidak pernah dia alami sebelumnya.
“Tapi, sebelumnya aku tidak pernah mewarnai rambut,” ujar Seol Hee ragu.
“Tenang. Kau akan kubuat sangat manis dengan warna pilihanku.”
Hanya anggukan singkat yang Seol Hee berikan. Ada rasa tegang yang menjalari setiap aliran. Jantungnya berdebar kencang namun, rasa senang membuatnya tidak bisa menyembunyikan senyum tipisnya saat memperhatikan setiap gerak Sae Rin yang tengah menyiapkan segala kebutuhannya.
“Kita mulai, ya. Kau siap?” tanya Sae Rin usai mengenakan jubah apron ke Seol Hee.
“Iya,” jawab Seol Hee sambil mengangguk tegas dan menahan napas pelan.
Tidak ada hal lain selain kesenangan yang mereka rasakan di balik hujan petir yang terus meniupkan angin cukup kencang di luar. Sementara, Jun Su yang baru membuka pintu apatemennya surga merogoh saku dan membuka pesan di layar ponselnya.
Dari : Putri Tuan Ho Sang Hyuk
Coba lihat ini [1]
Kepada : Putri Tuan Ho Sang Hyuk
Apa ? Rambutmu ?
Bukannya sudah merah dari lahir
sama sepertiku .
Hanya terlihat sedikit lebih oranye ?
Dari : Putri Tuan Ho Sang Hyuk
Bodoh ! Bukan rambutku . Itu Cha Seol Hee .
Jangan tanyakan apapun padanya . Dia tidak tahu
kalau aku mengirimi gambar ini .
Segera, Jun Su meneguk ludah kuat dan langsung melempar asal ranselnya. Dia melepas jasnya dan duduk di sofa sambil mengaktifkan pengerasan suara panggilannya.
“ Apa ?!” bentak Sae Rin dari seberang.
“Seol Hee? Bagaimana bisa Cha Seol Hee di rumah kita?” tanyanya sambil melepas kaus kaki.
“ Pukul 4 . 15 sore Ibu meneleponku kalau tidak bisa pulang cepat dari pertemuan di kantor Ayah . Kak Jun Ho pun masih ada rapat , jadilah aku pergi ke rumah Paman Sang Il untuk menyalakan lampu rumah mereka .”
"Lalu?"
“ Aku melihat Seol Hee pingsan di depan pagar rumah mereka . Aku telepon Kak Jun Ho untuk menyalakan lampu rumah Paman sepulang kantor . Kukatakan alasannya dan dia langsung menghubungi orangtua Seol Hee .”
“Dari mana dapat nomor orangtua Seol Hee? Lalu, kenapa dia pingsan? Sakit? Dan rambut, bagaimana bisa jadi seperti itu? Chang Yi tahu tentang ini?” tanya Jun Su panik.
“ Aku tidak pernah memberitahu apapun pada bocah keras kepala itu walaupun aku tahu mereka pacaran . Teman satu kelas Seol Hee sewaktu SMA sedang magang untuk praktik kuliahnya di kantor Kak Jun Ho dan anak itu memiliki adik . Lalu adiknya satu kelas dengan Seol Hyuk , Adik Seol Hee . Dari situ kami bisa mengabarinya . Aku rasa dia tidak makan dari kemarin . Dan rambut , aku hanya iseng karena dia cantik . Kalau kau lihat wajahnya , aku yakin kau akan berkelahi memperebutkannya dengan Chang Yi .”
“Aku tutup, janji jangan beri tahu siapa pun tentang hal ini.”
Belum sempat Sae Rin menjawab, Jun Su langsung melesat keluar dari apartemennya dan berlari ke apartemen Chang Yi yang hanya berjarak dua kamar dari tempatnya. Dia menekan kode pintu masuknya dan langsung mencari Chang Yi yang terkejut dengan kehadirannya.
“Kau benar-benar mengejutkanku!” ujar Chang Yi setengah berteriak sambil memegangi dadanya, “apa yang kau lakukan dengan bertelanjang kaki seperti itu?” omelnya lagi dengan kedua mata terbelalak mendapati kakak sepupunya masuk tanpa alas kaki.
“Ti, tidak apa-apa. Aku tadi melihat bayangan seseorang saat masuk ke apartemenku. Saya takut kenapa-kenapa jadi segera datang. Kau, baik-baik saja?” tanya Junsu linglung.
“Tentu. Saya baik, sangat baik. Sampai kau datang seperti orang gila.”
“Hehehe, maaf. Naluri kakak itu bekerja dengan baik. Tapi, apa kau sudah menghubungi Seol Hee?”
"Ha? Untuk apa saya menghubungi orang yang sudah saya ' putus ' kan. Setidaknya hanya sampai proyek itu berhasil. Hehehe. Dia tetap kekasihku apapun yang terjadi," ujar Chang Yi semringah.
"Oh! Iya, saya lupa. Ha ha ha…"
“Baru kemarin sore kita bahas.”
"Hehe. Ya, sudah. Hati-hati di rumah. Aku kembali dulu."
“Iya. Jaga dirimu juga.”
Segera, Jun Su menghela napas keras usai menutup rapat pintu apartemen Chang Yi. Dia melangkah lunglai ke apartemennya, terkadang memukul pelan puncak kepalanya, seakan ada rasa salah dan beban yang sangat berat tengah dibawanya.
“Penampilanmu bagus,” puji Sae Rin.
“Terima kasih, Kak.”
“Bagaimana Ibumu setelah melihat warna ini sebulan yang lalu?”
“Aku hampir di amuk tapi, aku bilang Kakak yang bertanggung jawab tentang hal ini dan Ibu langsung melemah. Hehehe."
“Bagus. Bagaimana teman-temanmu?”
“Entah,” sahut Seol Hee sambil menggeleng pelan, “mereka seperti melihat keanehan diriku.”
“Bukan teman kampusmu. Yang saya minum teman klub tarimu?”
"Oh! Kata mereka, saya sangat berani. Ha ha ha…"
Ada senyum lembut yang terukir di wajah Sae Rin tatkala melihat tawa riang Seol Hee.
“Sebulan lebih 20 hari dan aku baru melihatmu tertawa hari ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Kau juga tampak mati-matian selalu mengawasi rumah Paman Sang Il. Ada apa?”
Diam, Seol Hee hanya menyedot sedikit milkshake cokelatnya dan langsung menghindari kontak mata dengan Sae Rin.
“Saya satu-satunya keluarga Paman Sang Il yang sangat dekat dengan mereka. Apa pun yang terjadi, mereka bukan lagi sepupuku tapi, sudah dianggap sebagai saudara kandung. Karena baik Kak Chang Mi, Chang Eun, Chang Yi adalah orang-orang yang akan berdiri paling depan apapun yang terjadi pada keluarga kami. Begitu pula sebaliknya. Jadi, saya mohon. Cerita saja.”
Lagi, Seol Hee diam namun, sedetik kemudian tampak air mata terkumpul di pelupuknya. Dia berusaha menahan dan menghapusnya dengan cepat usai memalingkan wajah. Sementara Sae Rin yang terlihat iba pun langsung meraih tangan kanannya di atas meja. Di genggamnya tangan Seol Hee yang putih pucat dan kemerahan.
“Ada apa? Aku sedih melihatmu seperti ini,” bujur Sae Rin sambil mengusap punggung tangan Seol Hee.
“Kak, kapan mereka kembali?” tanya Seol Hee usai kembali menatap Sae Rin.
“Siapa?”
“Paman Sang Il dan Keluarganya.”
“Sekitar April tahun depan. Masih empat bulan lagi. Kenapa tidak langsung menghubungi Chang Yi kalau memang ada masalah dengannya?”
Segera, Seol Hee menggeleng pelan.
“Kenapa?”
“Chang Yi memutuskanku. Dan saya sama sekali tidak bisa menghubunginya dari bulan lalu. Sejak hari itu saya tidak bisa menerima apapun keputusannya. Aku berusaha menerima tapi, sulit. Makanya aku mau minta bantuan Kak Chang Mi.”
“Bantuan apa?”
“Saya ingin menemuinya langsung setelah seminar pertamaku. Saya akan meminta praktik magang di Seoul Bulan Februari tahun depan. Saya perlu alamat apartemennya di sana.”
“Ya Tuhaaan, seharusnya kau bilang dari awal,” seru Sae Rin, “apa kau lupa kalau Jun Su juga di sana. Mereka tidak mungkin berjauhan. Mereka mendapat beasiswa dari perusahaan yang menampung mereka. Jadi, otomatis mereka pasti di rumah dinas yang sama. Walaupun berbeda hanya karena jurusan yang diambil tidak sama, setidaknya mereka masih satu komplek.”
Antara bingung dan senang, Seol Hee mengerjap cepat usai mendengar celoteh Sae Rin yang sekarang tengah menuliskan alamat rumah Jun Su lalu menyerahkannya.
“Gang Nam, Gedung Apartemen Goldie lantai lima nomor 1291,” ujar Seol Hee membaca carikan kertas yang dipegangnya.
“Itu alamat Jun Su. Sejak mereka tiba di sana, saya tidak banyak berkomunikasi dengan mereka. Dan aku juga tidak terlalu menanyakan kabar Chang Yi karena setiap aku menghubungi Jun Su, dia selalu bilang, ' aku bersama Chang Yi '. Otomatis saya pikir mereka berdua baik-baik saja. Saya hanya menanyai salah satu dari mereka dan terakhir saya menghubungi Chang Yi pun dua bulan lalu. Dia juga mengatakan tengah bersama Jun Su. Jadi, saya juga tidak bertanya lagi.”
“Tapi, mereka tinggal terpisah?”
“Iya, setahuku mereka terpisah. Coba temui Jun Su saja dulu, ya.”
Diam, Seol Hee hanya mengangguk pelan sambil memandangi carikan kertas di tangannya. Ada rasa ragu dan tidak nyaman karena Jun Su berbeda sekolah dengannya. Dan dia baru mengenal Jun Su usai dekat dengan Chang Yi. Namun, rasa penasaran yang sudah ia simpan lama membuatnya tidak memiliki pilihan lain.
Petualangan itu di mulai . Datang ke Seoul seorang diri sejak pagi , hanya membawa barang untuk magang dan selembar kertas penting …
“Di sini,” ujar Seol Hee tiba-tiba di depan pintu salah satu apartemen.
TING! TONG!
Bergegas Jun Su lari dari kamarnya dan menekan layar pantau sebelum membuka pintu. Keningnya berkerut melihat sosok wanita berambut panjang orange yang membelakanginya.
“Chang Yi sedang mengerjaiku lagi? Tapi, hari ini dia dinas,” celotehnya bingung.
Dengan rasa penasaran dan hati-hati, ia perlahan membuka pintunya.
“Maaf, apa Anda menekan bel rumahku?”
Segera, Seol Hee berbalik dan tersenyum ramah mendengar suara yang dikenalnya.
“Ho Jun Sun, ini aku, Cha Seol Hee,” ujarnya riang.
Seakan waktu berhenti, Jun Su terpaku melihat teman yang hampir empat tahun tidak pernah ia lihat setelah mendapat beasiswa di Seoul.
“Hei, kenapa? Apa aku tidak boleh masuk?” Tegur Seol Hee bingung.
"Oh! Bisa. Ini kopermu? Biar aku bawakan," sahut Jun Su yang tersentak dan langsung meraih koper besar ungu Seol Hee sebelum kemudian mempersilahkannya masuk lebih dulu.
“Kalian tinggal di tempat yang nyaman,” ucap Seol Hee sambil memperhatikan sekeliling apartemen mewah Jun Su.
“Tetap harus di bayar dengan kerja keras. Duduklah, aku ambilkan minum,” sahut Jun Su usai meletakkan koper Seol Hee di salah satu kamar, “bagaimana bisa menemukan tempat ini? Kak Chang Eun yang memberi tahu,” tambahnya sambil menuangkan segelas jus jeruk.
Seol Hee hanya menggeleng setelah duduk nyaman di sofa dan menerima gelas berisi jus jeruk yang diserahkan Jun Su.
"Lalu?"
Kening Jun Su berkerut sembari menatap Seol Hee yang baru meneguk sedikit minumannya. Dia duduk di sofa lainnya sambil membuka kaleng air soda miliknya.
“Kak Sae Rin yang memberi…”
“Brurp! Uhuk! Uhuk! Uhuk!”
Hampir tersembur namun, pada akhirnya Jun Su tersedak setelah mendengarkan jawaban gadis di hadapannya. Dan Seol Hee langsung menyerahkan tempat tisu di meja yang segera diterima Jun Su dengan perasaan kesal.
"Kak Saerin?" tanyanya hampir berteriak dan Seol Hee hanya mengangguk pelan, “kenapa dia memberikan alamatku padamu? Dan kau kenapa jadi bawa ko…”
Seakan menyadari sesuatu, kedua bola mata Jun Su pun semakin membesar melihat koper besar Seol Hee lalu menatap gadis yang hanya menaikkan kedua bahunya sewaktu-waktu, seolah dia ingin Jun Su melakukan hal yang benar.
“Haaaa…”
Hanya helaan napas keras dan dia langsung bersandar di sofa sambil memejam, memijat-mijat keningnya yang tiba-tiba terasa panas setelah mendengar seluruh cerita Seol Hee.
“Jadi, kau akan tinggal bersamaku?” tanyanya tanpa mengubah posisi.
“Jadi, aku harus tinggal di mana? Chang Yi memutuskanku dan aku harus ke tempat magang mulai besok. Tidak ada tempat untuk ke manapun.”
“Aku tidak percaya dia benar-benar memutuskanmu. Tapi, untuk sementara kau bisa tinggal di sini. Besok pagi setelah mengantarmu, aku akan carikan kau tempat tinggal. Aku tidak ingin kita tinggal bersama sementara, hubungan kalian berdua belum pasti. Dan lagi, dia bertugas ke Jepang sampai bulan depan. Jadi, jangan melakukan hal aneh sampai dia tiba.”
"Oh! Dia ke Jepang?"
Segera, Jun Su menegakkan tubuh setelah membuka mata dan menatap Seol Hee yang tampak sangat kecewa. Ada rasa iba dibalik amarahnya tatkla menyaksikan Seol Hee yang terlihat menunduk untuk sewaktu-waktu.
“Ada kamar mandi di dalam kamarmu. Bersihkan dirimu dan istirahat. Dua jam lagi kita keluar, aku harus belanja bulanan dan sekalian memberimu makan. Kalau perlu apa-apa ketuk saja kamarku. Saya masuk dulu.”
“Kalau hubunganku dan Chang Yi pasti putus, apa kau mau jadi penggantinya?”
Pertanyaan aneh itu tiba-tiba terlontar begitu saja dan membuat langkah Jun Su seketika terhenti. Dia terpaku dengan jantung berdebar, pikirannya kacau selama beberapa detik dan membuatnya hanya bisa memejam tanpa berbalik.
“Istirahat dan jangan mengoceh sembarangan. Setiap tahun kalian selalu bertemu jadi, jaga sikapmu.”
Bergegas Jun Su masuk ke kamarnya yang tepat bersebelahan dengan kamar yang akan digunakan Seol Hee. Diam, tenang, Seol Hee mengangkat kepalanya dan menatap kosong pintu kamar Jun Su yang menutup rapat sebelum akhirnya beranjak ke kamar yang telah disediakan.
Aku harus ke Jepang besok karena ada dinas mendadak … Bahkan untuk kalimat itu pun tidak sedikit membuatku curiga . Sebab begitulah cara Tuhan mempersiapkan mental makhluk - Nya … 15 Maret 2014
“Kenapa belum ada kabar? Dari sini ke Jepang hanya dua jam lebih perjalanan.”
"Kau baik saja?" tegur Sung Hyun, teman satu shift -nya.
"Oh!
“Tenanglah. Minum dulu. Aku sudah buatkan untukmu,” ujar Sung Hyun sambil menyerahkan segelas teh panas, “kau lanjut setelah ini?” tanyanya usai Seol Hee menyeruput tehnya.
“Iya. Senior Jung ada perlu jadi, dia meminta bantuanku.”
“Apa tidak ada orang lain? Bagaimana bisa menggunakan anak magang untuk kepentingannya,” omel Sung Hyun.
“Tidak apa. Di rumah pun tidak ada yang melakukannya. Setidaknya meracik obat dan melayani resep pasien di sini sudah cukup untuk membuatku tidak terlalu memikir Kak Jun Su.”
Mendengar penjelasan gadis di sisinya, Sung Hyun hanya mengangguk dan menyeruput sedikit tehnya.
“Jadi, kamu tidak dijemput kakakmu hari ini?”
“Tidak.”
“Bagaiman kalau…”
“Permisi. Aku di suruh mengambil obat di sini.”
"Oh ya. Sebentar."
Kalimat Sung Hyun seketika terputus tatkala datang seorang pasien dan langsung membuat Seol Hee beranjak dari duduknya. Ada rasa kecewa yang tampak dirautnya namun, dia hanya menghela nafas sebelum akhirnya, ikut membantu Seol Hee.
“Seol Hee, kuantar kau pu…”
Lagi, kalimat Sung Hyun terputus saat sebuah mobil sedan biru berhenti di hadapan mereka dan dari kursi kemudi turun seorang berjas hitam dengan wajah yang manis.
“Aku Yoo Chi San, Tuan Ho menyuruhku menjemput Nona Cha dan mengantarnya pulang ke rumah,” ujar Chi San.
“Ho? Ho Junsu? Ho Changyi?” tanya Seol Hee bingung.
“Ho Junsu. Silahkan ikut saya,” ajak Chi San yang langsung menggandeng tangan Seol Hee.
“Tunggu. Tapi, Kak Jun…”
Segera, Chi San menghentikan langkahnya. Dia merogoh saku jas dan mengeluarkan ponselnya. Sejenak, dia mengutak-atik ponselnya dan menyambungkan pada nomor yang sangat Seol Hee kenal usai Chi San menunjukkan layarnya.
“ Apa ?! Sudah kukatakan jemput Seol Hee di Rumah Sakit Seoul . Dia sedang magang di sana . Nanti saya akan menghubunginya . Sekarang sedang sibuk . Saya tutup .”
Mendengar suara lantang Jun Su yang terdengar tergesa gesa, Seol Hee hanya bisa pasrah sambil melihat Chi San yang mengangkat kedua alisnya, seolah memberi jawaban benar sesuai maksud dan tujuannya.
“Ayo, pulang,” ajaknya sambil menaiki mobil usai Chi San membukakan pintu belakang, “Kak, maaf, aku duluan, ya. Selamat menikmati liburanmu.”
Senyum pahit itu terukir di wajah Sung Hyun yang hanya bisa pasrah melewatkan kepergian Seol Hee yang sempat berpamitan padanya sebelum benar-benar membawa Chi San melaju di jalan raya Seoul. Jam berdetak pelan dan Seol Hee yang telah terlelap di kamarnya sepulang dari berjaga seharian sama sekali tidak merasakan panggilan telepon pada pukul 11.30 malam. Tidurnya begitu tenang sampai jam menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Dia merasakan getaran ponselnya, berusaha meraba setiap sisi tambahan dan merasakannya di bawah bantal.
"Halo. Siapa?" ujarnya dengan suara serak tanpa melihat nama Sang Penelepon.
Namun, sewaktu-waktu ada suara tangis yang terdengar dan membuat keningnya berkerut dengan mata tertutup.
"Halo? Siapa ini?"
Lagi, dia bertanya dengan nada meninggi tapi, kali ini dia segera bangun ketika mendengar suara sedu yang dia kenal. Dilihatnya layar ponsel yang membuat kedua matanya terbuka lebar.
“Junsu? Hei, Ho Jun Su. Apa yang terjadi? Kau kenapa? Hei!”
“Chang, Chang Yi, maafkan aku, Seol Hee. Maafkan aku. Huuu…”
Ada debaran yang begitu kuat menyentuh dadanya hingga membuat seluruh tubuhnya melemas. Seakan ada sesuatu yang dia pahami walau dia tidak mengerti apa yang terjadi dan bagaimana keadaan yang sebenarnya.
Dan , detik itu adalah mimpi buruk untukku , Jun Su dan semua orang . Bahkan saya yang belum tahu semuanya pun masih belum bisa menerima keputusan yang terjadi …
Bahkan matahari yang bersinar cerah hari ini pun tidak bisa menghapus mendung yang datang…
“Jangan terlalu dipikirkan. Dia hanya pacarmu.”
Mendengar bisikkan itu, Seol Hee dengan kedua mata yang bengkak pun langsung menoleh. Dilihatnya Jun Su hanya tersenyum sinis dari balik kacamata hitamnya.
“Kau menyenangi kematian saudaramu?” bisiknya kesal.
Lagi, Jun Su hanya tersenyum sinis dan kemudian berbalik meninggalkan pemakaman. Perlahan sunyi, hanya ada Seol Hee yang kini terduduk di depan makam di hadapannya, ' Di sini telah beristirahat dengan tenang , Malaikat Kami Tersayang, Ho Chang Yi .'
“Kau bahkan tidak menceritakan alasan kau memutuskan hubungan kita. Dan sekarang, kau juga mengingkari janjimu untuk menikahiku tahun depan.”
Tidak ada jawaban dan tetap sunyi. Seakan bumi ikut bersedih, detik berikutnya perlahan awan cerah itu berubah warna. Gelap dan terkadang hanya suara guntur yang terdengar.
“Ayo, bangun, kita pulang. Orangtuamu pasti khawatir sekarang.”
Bahkan untuk melawan Jun Su yang akhirnya kembali menghampirinya pun, dia tidak memiliki tenaga. Dalam diam, Jun Su membantunya berjalan dan membukakan pintu mobil sebelum kemudian berlari ke kursi kemudi. Ia masuk dan memasangkan sabuk pengaman Seol Hee lalu memasang miliknya.
“Saya tidak mau pulang. Aku tidak ingin bertemu siapapun termasuk keluargaku.”
Segera, Jun Su yang baru saja menyalakan mesin mobilnya pun menoleh dan menatap gadis bingung dengan tatapan kosong di sisinya.
"Lalu?"
“Kau mau meninggalkan aku di sini pun tidak apa. Aku yakin Chang Yi juga merasa kesepian sekarang. Dia pasti kedinginan dengan hujan deras seperti ini,” celoteh Seol Hee yang kemudian mengalihkan pandangan ke luar jendela yang sudah basah oleh rintik hujan.
“Haaa…”
Jun Su hanya menghela nafas berat dan membuka sabuk pengamannya . Dia menurunkan sandaran kursi usai melonggarkan ikatan dasinya.
“Bangunkan aku kalau kau sudah selesai,” ujarnya sambil memejam.
“Kau mau tidur dengan kacamata itu?” tanya Seol Hee tanpa mengalihkan pandangan.
Namun, tidak ada jawaban, hanya ada hembusan napas pelan yang menandakan jika Jun Su benar-benar tertidur. Sejenak, ia menatap Jun Su yang telah pulas dan kembali mengalihkan pandangan pada satu makam di bawah pohon sakura yang cukup besar.
♪ Jika kita dilahirkan kembali di dunia berikutnya , aku tidak akan melepaskanmu . Aku mencintaimu seperti orang gila , aku mencintaimu sampai mati … ♫ [2]
Lirik itu seakan menyadarkan Seol Hee yang terus menangis dalam diam. Lagi, dia menatap Jun Su yang masih terlelap. Ada helaan napasnya yang terdengar begitu berat. Diambilnya jas hitam Jun Su di kursi belakang dan ia selimutkan ke badannya. Pandangannya kosong menatap Jun Su yang masih di temani kacamata hitamnya.
“Apa kau lebih terluka dariku? Sebenarnya apa yang kalian lakukan di Jepang?” bisiknya lirih, “haaa…”
Untuk kesekian kali dia menghela nafas sebelum kemudian kembali memandangi makam Ho Chang Yi.
[1] Pinterest
[2] U-Kiss – Cinta Seorang Teman