Saat Dayton bilang dia akan pindah ke Indonesia, aku terkejut dan sedih. Tentu saja ini amat berbeda dari saat Peter meninggal. Saat itu ia pergi untuk selamanya. Aku tidak akan pernah melihatnya lagi. Dayton bukannya hendak meninggal. Ia hanya akan tinggal di seberang samudra sana. Dan aku masih dapat berbicara dengannya, pergi mengunjunginya. Dan ia juga pasti akan mengunjungiku setiap tahun sekali, mungkin. Tapi, tetap saja!
“Tapi... bagaimana dengan Stanford?” tanyaku. Beberapa minggu sebelumnya ia baru mendapatkan tawaran mengajar di Stanford University. Dan aku begitu bangga. Di semua versi daftar ranking universitas dunia, Stanford selalu menempati posisi tiga teratas. Bisa mengajar di Stanford itu adalah impian setiap dosen.
“Aku...aku menolaknya,” katanya.
“Kau apa? Apakah kau gila?” tanyaku. Ia hanya mengangkat bahu seolah yang baru ditolaknya hanya tawaran Beli 2 dapat 1 dari Domino Pizza. “Dan.. bagaimana kau akan mencari nafkah di Indonesia?” tanyaku.
“Aku.. aku sudah dapat pekerjaan,” katanya.
“Pekerjaan apa?” tanyaku.
“Mengajar,” jawabnya.
“Oh begitu. Apakah di salah satu universitas terbaik di sana?” tanyaku.
“Aku akan mengajar di sekolah menengah,” katanya. Aku tak tahu harus bilang apa. Anakku baru saja menolak tawaran dari Stanford University demi mengajar bocah-bocah ingusan di negara berkembang.
“Ini .. ini karena dia, bukan?” tanyaku. Ia memandangku. Ia tidak mengangguk tapi tidak menggeleng. “Dia sudah meninggalkan dirimu demi pria itu. Dan hanya karena dia sekarang sudah berstatus janda, bukan berarti kau harus meninggalkan segalanya untuk berlari padanya,” kataku. Dayton hanya memandang lantai seperti mencari kata-kata yang berserakan di sana.
“Ma, seharusnya aku sudah berlari padanya waktu itu. Sekarang aku hanya bisa berharap aku tidak terlambat,” katanya. Apa lagi yang dapat kukatakan? Bukankah aku sendiri telah melakukan hal yang sama bertahun-tahun yang silam? Bukankah aku rela meninggalkan segalanya supaya dapat bersama-sama dengan Peter? Bukankah aku tidak mendengarkan peringatan ibuku sendiri dan berlari kepada kekasihku secepat yang kubisa? Dan bukankah setelah semua yang telah terjadi, jika aku mendapat kesempatan untuk mengulang semuanya, aku tetap akan melakukan segalanya seperti itu lagi?
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page