Rasanya tidak ada orang yang lebih mencintai benang daripada Amanda. Aku tahu dia suka merajut – dia selalu meralat diriku dengan mengatakan bahwa ia sedang merenda dan bukan merajut, tapi aku benar-benar tidak tahu bedanya – tapi aku tidak menyangka projek rajutannya itu begitu penting untuknya. Setelah ia tahu bahwa aku akan pergi ke Indonesia dalam waktu dekat, ia langsung bertanya apakah aku keberatan jika dimintai tolong untuk membawakan benang untuknya. Tentu saja aku tidak keberatan. Tapi aku bilang padanya bahwa kemungkinan besar aku akan membeli benang yang salah karena semua benang itu terlihat sama di mataku.
“Tidak usah kuatir. Tentu saja aku yang akan memesan benang itu sendiri. Dan aku akan minta tolong seseorang untuk mengantarkan benang itu ke hotelmu. Yang harus kaulakukan hanyalah menerima benang itu dan membawakannya kembali ke sini,” katanya.
“Oh jika begitu, anggap saja sudah beres,” kataku.
“Kau harus memberitahuku nomor kamarmu supaya aku dapat memberitahu temanku. Pastinya lebih baik bila namamu dan juga nomor kamarmu tertulis pada bungkus paketnya untuk memastikan benang itu kau terima,” katanya.
“Baik. Ya, kita tentu tidak ingin benda penting ini jatuh ke tangan yang salah,” kataku.
“Kau meledekku, ya?” tanyanya.
“Tentu tidak,” kataku.
“Ini penting, tahu!” katanya bersikeras.
“Ya, Bu,” kataku.
“Ingat, begitu kau check in di hotel, langsung email nomor kamarmu padaku,” katanya lagi.
Aku masih tidak tahu apa yang harus kurasakan tentang perjalananku ke Jakarta. Aku akan terbang dari Kuala Lumpur ke Jakarta hari Kamis malam. Aku dijadwalkan untuk berbicara di sebuah universitas dan di salah satu stasiun radio pada hari Jumat dan aku akan terbang kembali pada hari Sabtu. Untung saja aku hanya di sana dua malam. Memang akan melelahkan, tapi paling tidak aku tidak punya waktu untuk berpikir untuk bertemu Anna. Tapi bila aku punya lebih banyak waktu pun, rasanya aku tidak akan menemuinya karena bukankah hal itu hanya akan menambah sakit hatiku saja? Jika kau melihat sesuatu di toko yang amat kau inginkan tapi kau tahu kau tidak akan pernah dapat memilikinya, bukankah lebih baik melupakannya saja dan bukan mondar-mandir di depan etalase toko itu setiap hari? Tapi yang sesungguhnya, di folder draftku, ada sebuah email yang sudah kutulis untuk Anna, memberitahunya tentang kedatanganku dan bertanya apakah ia sempat bertemu denganku walau sebentar saja. Dan tidak ada seharipun lewat tanpa diriku membuka email itu, membacanya, merevisinya dan lalu meninggalkannya tanpa menekan tombol kirim.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page