Aku tahu semua mengira aku dan Justin begitu dimabuk cinta, mereka mengira kita tidak dapat dipisahkan. Ia selalu menggandeng tanganku, ia menarikkan kursi untukku. Ia membukakan pintu mobil untukku, pintu ruangan, pintu-pintu lainnya. Ia mengatakan dan melakukan segala hal yang manis. Dan setiap hari aku begitu ingin terbangun dengan perasaan cinta yang meluap. Tapi tidak pernah terjadi. Setiap kali ia menciumku, ia melakukannya dengan sepenuh hati dan aku ingin dapat melakukan yang sama. Tapi aku tidak bisa. Bukan aku tidak mencoba. Dan harusnya jatuh hati pada seseorang seperti Justin tidak sulit. Aku tahu ada banyak gadis yang rela memberikan segalanya untuk berada di posisiku saat ini. Kenapa aku tidak dapat jatuh cinta padanya? Dan tahukah kamu bahwa berpura-pura mencintai seseorang itu sangat melelahkan? Untung hari ini adalah satu dari hari-hari langka di mana aku tidak punya rencana bersamanya. Ia sedang keluar kota untuk urusan bisnis papanya. Jadi hari Sabtu ini sepenuhnya milikku seorang.
Atau tadinya kukira begitu. Karena begitu aku berjalan ke arah ruang makanku, ia ada di sana. Ia sedang makan pagi dengan orang tuaku. Posisi duduknya memunggungiku jadi ia belum melihat diriku. Dan sejujurnya, aku sempat berpikir untuk memutar tubuhku dan kembali ke kamarku untuk sembunyi di sana. Tapi lalu mama melihatku melalui dinding gelas ruang makan dan dia melambai. Justin menoleh. Ketika ia melihatku, ia berdiri dan berjalan ke arahku seolah tidak sabar untuk menunggu aku tiba di sana. Padahal jarak diriku dan meja makan hanya sepuluh langkah saja.
“Kukira kau di luar kota,” kataku.
“Sudah beres tadi malam jadi aku cepat-cepat kembali,” katanya. Aku menarik kursiku sendiri sebelum ia sempat menariknya untukku. Tetap saja ia menunggu sampai aku duduk sebelum ia duduk kembali.
“Jadi auditor dan lainnya masih sesuai jadwal?” tanya papa. Rupanya mereka sedang membicarakan proses akuisisi. Keluarga Justin baru melontarkan ide tambahan. Alih-alih membayar saham perusahaan kami seluruhnya dengan uang, mereka bertanya apakah boleh sebagian kecil pembayaran itu berupa saham di perusahaan distribusi mereka. Dengan begitu papaku akan menjadi pemegang saham minoritas di perusahaan mereka. Ini untuk lebih menyelaraskan kepentingan para pemegang saham. Papa menyukai ide itu. Walaupun proses nya jadi lebih panjang karena harus melakukan proses due dilligence terhadap dua perusahaan, kami semua merasa itu lebih baik untuk jangka panjang.
“Ya, para juru taksir sebenarnya agak terlambat tapi mereka berjanji untuk bekerja lebih cepat. Para ahli hukum sesuai jadwal. Tanggal tanda tangannya masih tetap di pertengahan January sesuai rencana awal. Jadi masih ada waktu sekitar tiga bulan. Harusnya cukup,” kata Justin.
“Bagus,” kata papa.
“Om, Tante, Anna, pagi ini aku datang sebenarnya untuk menyampaikan undangan makan malam di rumahku nanti malam. Hanya kedua keluarga kita saja. Mama baru dikenalkan dengan seorang juru masak yang dapat dipanggil untuk masak di rumah jadi dia ingin mencobanya,” kata Justin.
“Oh, baik. Kami pasti datang. Terima kasih,” kata papa. Justin memandangku seolah meminta janjiku bahwa aku akan datang bersama orang tuaku. Aku mengangguk. Ia tersenyum dan meraih tanganku di bawah meja. Sebenarnya aku cukup capai harus menggenggam tangannya seperti itu. Susah untuk makan hanya dengan satu tangan. Tapi aku tidak punya keberanian untuk melepaskan tangannya.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page