Dua kabar baik dan satu kabar buruk. Kabar baiknya
adalah aku dengar dari Amos bahwa Anna sudah pulang untuk liburan musim panas.
Menyedihkan sekali setahun belakangan ini aku harus terus mencari-cari alasan
untuk dapat mengirimkan email kepada Anna sedikitnya sebulan sekali untuk
memastikan ia ingat padaku, untuk mengingatkannya bahwa kami punya sesuatu. Dan
kukira sekarang karena dia sedang pulang, kita dapat melanjutkan apa yang
pernah kita mulai. Kabar buruknya, ia membawa pulang seorang kekasih. Aku tidak
menyangka itu. Apalagi kata Amos, ini pria yang sama yang tahun lalu telah
membuat Anna sedih. Kabar baik keduanya adalah ... si pria yang dibilang
kekasihnya ini bukan orang Indonesia. Tahukah kamu bahwa hubungan antara dua
orang dari negara yang berbeda itu punya kemungkinan gagal sebesar 83,4%? Angka
itu buat-buatanku saja tapi aku yakin itu mendekati kebenaran.
Selain mengirimkan email secara rutin kepada Anna, aku
juga sudah berhasil mendekatkan diri pada keluarga Anna. Di pekerjaan, aku
sudah mengambil alih semua pekerjaan kakakku yang berhubungan dengan perusahaan
keluarga Anna. Semua pesanan barang ke pabrik Anna sekarang menjadi tanggung
jawabku. Di luar pekerjaan, setiap kali orang tuaku bertemu orang tua Anna, aku
si anak bungsu, selalu ikut. Aku juga sudah sampai pada titik di mana aku bisa
datang ke rumahnya kapan saja, biasanya untuk mengantar makanan dari mamaku
untuk mamanya.
Waktu kudengar bahwa sang kekasih ini akan makan malam
di rumah Anna malam ini, tentu saja aku punya rencana. Aku pernah mendengar
orang bijak mengatakan: Jika kau gagal membuat rencana, berarti kau
merencanakan kegagalan. Jadi aku, Justin, selalu punya rencana.
Aku tiba di rumah Anna tepat pukul tujuh. Aku membuka
jendela mobilku.
“Pak Agus, Amos ada di rumah?” tanyaku pada satpam Anna
yang sedang bertugas. Aku hafal nama ketiga satpam di rumah Anna. Itu bagian
dari rencana jangka panjangku.
“Oh, selamat malam, Pak Justin. Ya, Pak Amos ada,”
katanya lalu langsung membukakan pintu untukku. Aku parkir di basement dan naik
lift ke lantai 1 tempat ruang makan Anna berada. Ruang makannya berdinding kaca
jadi aku dapat melihat bahwa semuanya sudah duduk di meja makan. Timingku
memang tepat.
“Hai Paman Ari, Bibi Rosa, Amos, Anna,” kataku saat
memasuki ruang makan.
“Hai, Justin!” kata Paman Ari sambil berdiri.
“Oh, tidak usah berdiri, Paman. Lanjutkan saja. Aku
hanya mengantar sampel sabun transparan ini untuk Amos,” kataku.
“Justin, tidak perlu repot-repot. Kurirku bisa
mengambilnya di kantormu minggu depan,” kata Amos ambil berdiri untuk menerima
kantong yang kubawa.
“Tidak repot. Aku kebetulan lewat dan aku tahu kau
ingin segera melihatnya,” kataku.
“Justin, mumpung di sini, ikut makan saja,” kata Bibi
Rosa. Itulah ajakan yang kunanti-nantikan.
“Tidak usah, Bibi. Merepotkan saja,” kataku.
“Sama sekali tidak repot,” kata Paman Ari.
“Iya, makan dulu saja,” kata Amos. Ia berjalan kembali
ke meja makan dan aku mengikutinya.
“Hai, Anna. Kau sedang pulang, ya?” kataku pada Anna
seolah kabar kepulangannya hanya sepenting berita tentang cuaca dan bukan
sesuatu yang telah kunantikan sepanjang tahun. Ia tersenyum.
“Oh ya, Justin, ini Dayton. Teman Anna dari California,”
kata Amos untuk memperkenalkan pria yang duduk di samping Anna. Jadi inilah
sang kekasih. Aku berjalan mendekat dan mengulurkan tanganku. Dia berdiri dan
menyambutnya.
“Selamat datang ke Indonesia,” kataku.
“Terima kasih,” katanya. Genggamannya erat. Aku
memandangnya dari atas ke bawah seperti seorang atlit sumo yang sedang
mengira-ngira kekuatan lawannya dan mendapati dirinya tengah melakukan hal yang
sama padaku. Aku tersenyum.
“Duduk, Justin,” kata Bibi Rosa. Aku beruntung karena
kursi di sisi Anna lain Anna kosong jadi aku pun duduk di sana. Aku langsung
merasa nyaman dan aku yakin 100% bahwa aku lebih nyaman daripada Dayton. Selama
makan malam itu, dapat kulihat Anna sibuk berusaha melibatkan Dayton di dalam
percakapan. Aku sendiri tentu saja dapat langsung melibatkan diri dengan
nyaman. Keluargaku bisa dibilang sudah mengenal keluarga Anna selamanya. Jadi
pria Dayton itu benar-benar tidak tahu siapa ini yang dia lawan.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page