Aku memang sudah tahu Anna datang dari keluarga berada.
Hanya keluarga berada yang dapat mengirim anak mereka ke universitas swasta di
Amerika dan membelikannya mobil BMW sebagai alat transportasi utama antara
kampus dan apartemen yang terlihat seperti resor itu. Tetap saja aku tidak
menyangka bahwa tempat tinggal keluarganya adalah sebuah rumah dengan tujuh
kamar tidur, tempat parkir basement yang muat 6 mobil dan sebuah kolam renang
di lantai dua. Kamar Anna bahkan lebih luas dari kamarku di hotel dan mungkin
kamar tamunya juga seluas itu. Tapi untung juga Anna berpikir lebih baik aku
tinggal di hotel terdekat daripada di rumahnya. Karena ternyata memang akan
jadi sulit buatku untuk terbiasa dengan jumlah orang di rumahnya. Waktu aku
bertanya ada berapa orang selain keluarganya yang tinggal di sana, Anna
menyuruhku menebak. Aku menebak delapan karena setelah kuperhatikan, orang yang
keluar masuk ruang keluarganya untuk mengantar teh dan sebagainya selalu
berganti. Ternyata jawaban yang benar adalah 15. Dia punya tiga penjaga rumah
yang bergantian berjaga, empat sopir – untuk papanya, mamanya, Amos dan untuk
dirinya, dua tukang kebun, seorang tukang masak dan lima asisten rumah tangga.
Kata Anna, di Jakarta memang banyak rumah yang mempekerjakan banyak orang
sebagai upaya menambah lapangan kerja. Malahan tukang masaknya pernah bekerja
pada seseorang dengan bisnis property yang punya 34 orang yang bekerja di
rumahnya. Lalu masih ada orang-orang lain yang datang ke rumahnya sepanjang
hari seperti: orang yang mengantar air minum galon (karena aku baru tahu
ternyata orang-orang di Indonesia tidak meminum air dari keran langsung), orang
yang datang untuk servis AC, orang yang datang untuk membersihkan kolam renang
dan orang yang datang untuk servis lift. Ya, kau tidak salah baca, ada lift
dengan sepasang pintu transparan di rumah Anna. Aku sering kaget saat tiba-tiba
ada orang asing yang lewat tapi kuperhatikan Anna dan keluarganya sudah begitu
terbiasa seolah orang-orang itu adalah bagian dari rumahnya seperti perabotan.
Sebelum kami mendarat di bandara Jakarta, Anna
memberitahuku bahwa ia tidak ingin keluarganya kaget karena melihat cincin
pertunangan kami pada jarinya. Jadi ia meminta ijinku untuk melepasnya. Tentu
saja aku tidak senang dengan itu. Aku ingin dia mengenakan cincinku dan aku
ingin seluruh dunia melihatnya. Tapi mungkin yang dikatakan ada benarnya.
Mungkin terlalu mengagetkan bagi keluarganya jika mereka harus bertemu denganku
untuk pertama kalinya dan di saat yang sama tahu bahwa kami sudah bertunangan.
Dan mungkin aku sebenarnya butuh ijin orang tuanya sebelum aku boleh melamar
Anna. Itu tidak terpikir olehku sebeumnya. Jadi aku membiarkan Anna untuk tidak
mengenakan cincinnya selama ia di Jakarta.
Sebenarnya di Jakarta, aku merasa diterima oleh
keluarga Anna. Mereka memang tidak membuat sebuah pesta selamat datang untukku.
Tapi mereka selalu sopan ketika bertemu denganku dan mereka memberi kami
kebebasan yang kami butuhkan dan dalam waktu dekat aku bahkan diundang untuk
ikut makan malam keluarga. Aku bahkan merasa kekuatiran Anna tentang
keluarganya yang tidak siap melihat cincinku melingkar pada jarinya mungkin
tidak beralasan.
Tidak, aku tidak berencana untuk tinggal di Jakarta
selama seluruh musim panas. Aku dan seorang dosen lain bekerja sama mengajar
kelas musim panas. Dia yang memulai dan aku akan menggantikannya di pertengahan
karena dia sudah punya rencana bepergian. Karena itu aku hanya akan tinggal di
Jakarta selama dua minggu dan seminggu ini bisa dibilang berlangsung baik.
Karena bila kau dapat bertemu dengan kekasihmu setiap hari, bila kau
mendapatkan kesempatan untuk melihat dunia ini dari kacamatanya, dan bila kau
dapat memeluknya setiap hari, bukankah kau ingin itu berlangsung selamanya?
Bahkan jika petugas servis lift tidak melakukan tugasnya dengan baik dan aku
terjebak di lift bersama Anna selama sisa masa kunjunganku di sini, aku malah
akan sangat menikmatinya.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page