Ini sudah pasti akan jadi semester musim gugur terburuk
yang pernah kujalani. Murid-muridnya ribut. Pizza di cafetaria rasanya tawar.
Angin terlalu dingin. Dan hidupku...hidupku begitu tawar, lebih tawar dari
pizza tawar di cafetaria itu. Aku mengakhiri kelas terakhirku lima belas menit
lebih awal dengan alasan kurang enak badan. Yang sebenarnya, perasaanku memang
tidak pernah baik setelah apa yang terjadi di Observatory. Untung saja sesi
konsultasi pada jam kantor belum dimulai jadi aku bisa langsung pulang untuk
tidak melakukan apa-apa. Aku memang tidak ingin melakukan apa-apa. Tapi tahukah
kamu bahwa sulit sekali bahkan untuk tidak melakukan apa-apa bila benakmu
dipenuhi sesuatu atau lebih tepatnya seseorang?
Lalu aku ingat bahwa hari itu adalah hari pertama
semester musim gugur di Santa Clara Uni. Ya, sejak Anna transfer ke universitas
itu, aku selalu memperhatikan jadwal di sana. Hari pertama semester berarti
satu hal: pastinya Anna sudah kembali ke sini. Ya, fakta bahwa dia tidak mau
membukakan pintu apartemennya untukku selama sisa musim semi kemarin dan fakta
bahwa dia tidak membalas satupun emailku selama musim panas memang artinya dia
tidak mau berurusan denganku lagi. Tapi aku rindu padanya. Aku begitu rindu
sampai tidak lagi peduli bahwa ia berhutang penjelasan padaku. Ya, ini pasti
terdengar menyedihkan tapi aku rela memberikan apapun juga demi bertemu
dengannya lagi. Tentang apa yang akan terjadi setelah itu, itu urusan nanti.
Yang kubutuhkan sekarang ini adalah melihat wajahnya, berada di tempat yang
sama dengan dirinya. Dan bukankah selalu ada harapan baru yang muncul dengan
bergantinya musim? Aku memandang jam tanganku. Aku tidak tahu jadwal kelasnya
tapi masih ada kemungkinan dia belum sampai di rumah. Dan jika aku mencegatnya
saat dia pulang ke apartemennya, tentunya dia tidak punya pilihan lain selain
menemuiku dan berbicara denganku, bukan? Apakah sebaiknya aku ke sana?
Begitu aku memasuki lapangan parkir, ponselku bergetar.
Amanda, sekertaris departemen, yang menelpon.
“Prof Lee, apakah kau masih berada di kampus?”
tanyanya.
“Masih, tapi aku sudah hendak pergi,” kataku.
“Prof Lee, ada seseorang yang datang menemuimu di
kantor sini,” katanya.
“Beritahu saja jam kantorku minggu depan baru dimulai,”
kataku.
“Yang datang ini...
Anna,” katanya. Aku hampir menjatuhkan ponselku.
“Anna?” tanyaku. Aku berhenti berjalan.
“Ya. Aku sudah memintanya menunggu di kantormu,”
katanya. Saat aku tidak mengatakan apa-apa, ia melanjutkan. “Dayton, kurasa
sebaiknya segera kau angkat bokongmu dan ke sini!” katanya seolah aku anak
kecil yang bingung padahal jelas sekali apa yang harus kulakukan.
“Aku... baik. Tolong... tahan dia di sana sampai aku ke
sana,” kataku. Aku menutup telpon sebelum Amanda menjawab dan aku berlari
kembali ke area kampus. Aku berlari seolah celanaku terbakar. Aku berlari
seolah ada gelombang tsunami di belakangku. Aku berlari seolah dirinya adalah
udara yang kubutuhkan untuk terus hidup. Karena yang sesungguhnya, memang
seperti itu.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page