Cinta baru yang terbalas rasanya seperti tetesan embun
segar di pagi hari, seperti bunga yang baru mekar. Dunia seolah memperlihatkan
warna terbaiknya, untuk membelai lidahmu dengan rasa-rasa terbaik, untuk
menampilkan pertunjukan demi pertunjukkan yang dijamin akan membuatmu tersenyum
setiap hari. Setiap pagi saat aku membuka mataku, dirinya yang pertama hadir di
benakku. Dia dan fakta bahwa dia juga mencintaiku.
Satu hal tentang kehidupang murid asing yang tinggal
14,000 km jauhnya dari rumah itu adalah kadang-kadang kau merasa kau punya dua
kehidupan yang berbeda. Jika kau tinggal di rumah atau dekat rumah, kehidupanmu
sebagai murid dan sebagai seorang anggota keluarga adalah satu dan tidak bisa
dipisahkan. Tapi jika kau tinggal 18 jam penerbangan jauhnya dari rumah, dan
jika ada 15 jam perbedaan waktu yang mengharuskan kau terbangun di saat
keluargamu sedang tidur, kehidupanmu sebagai murid dan sebagai anggota keluarga
terpecah dua.
Itu salah satu sebabnya kenapa aku belum menceritakan
tentang Dayton pada Mama. Dan aku juga tidak tahu harus mulai dari mana. Aku
tahu jika aku punya seorang kekasih lagi, Mama pasti mengharapkan kekasih ini
seseorang yang dari Indonesia juga. Aku benar-benar tidak tahu akan seperti apa
reaksinya. Jadi kupikir, sebaiknya aku memberitahu Amos terlebih dulu.
Aku beruntung punya Amos sebagai kakak. Dia kakak yang
baik. Karena beda usia kami 6 tahun, kami memang tidak pernah dekat sewaktu
sekolah seperti saudara yang hanya beda satu atau dua tahun saja. Namun dia
selalu ada di sana buatku. Kebanyakan kakak lelaki menganggap adik mereka
seperti serangga mengganggu yang harus diusir pergi. Banyak juga yang malu
dilihat bersama sama dengan adik mereka seolah sang adik adalah sisa permen
karet yang menempel di bawah sepatu mereka. Amos tidak pernah seperti itu. Ia
selalu menganggapku sederajat. Ia menghargai pendapatku dan bila ia mendengar
ada tempat yang menjual lumpia yang enak, ia akan membelikannya karena dia tahu
itu kesukaanku. Dia semanis itu.
“Seorang Professor? Apakah dia ... botak?” tanyanya
saat kami ber video call.
“Apa? Tidak! Dia hanya dua tahun lebih tua darimu,”
kataku. “Nanti kukirim fotonya,” tambahku.
“Apakah... ini seserius hubunganmu dengan Ivan?”
tanyanya.
“Mungkin.. sedikit lebih serius,” kataku.
“Waah! Jadi nanti setelah kau selesai kuliah, dia akan
jadi dosen di sini?” tanya Amos.
“Kami... belum membahas sejauh itu,” kataku.
“Kurasa dia tidak akan mengikutimu pulang. Dia akan
mengharapkan dirimu yang tinggal di sana,” katanya. Aku diam saja. “Aku berkata
seperti ini bukan karena aku meragukan cintanya padamu tapi karena jika aku
yang berada di posisinya, itu yang akan kulakukan,” tambahnya. Amos memang
praktis. Dan realistis. Dan bicara langsung pada sasaran. Mungkin itu sebabnya
dia adalah pimpinan yang baik di perusahaan papa.
“Rasanya masih terlalu pagi untuk memikirkan itu. Tapi
dia memang berencana untuk menemaniku pulang musim panas ini,” kataku. Saat
Dayton mengatakan hal itu, aku tidak tahu apakah aku harusnya bahagia karena
ini berarti dia serius tentang kami, atau apakah aku harus cemas karena entah
apa reaksi orang tuaku nanti.
“Itu bagus. Kau harus memperbolehkannya melakukan itu,”
katanya. Aku memang tidak punya pilihan, bukan? Jika aku melarangnya, dia akan
merasa aku tidak serius. Jadi ya, pasti
akan kuperbolehkan. Dan aku akan menghadapi apapun yang terjadi nanti pada saatnya.
Untuk saat ini, aku hanya perlu menikmati musim semi dan kami.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page