Bukan salah Dayton neneknya tidak menyukainya. Itu
salahku. Waktu aku hamil Dayton, aku tidak memberitahunya. Lalu suatu hari aku
muncul begitu saja di rumahnya dengan Dayton yang saat itu sudah berusia 13
bulan dan baru bisa berjalan. Aku melakukan itu demi menghukumnya karena mama
tidak menyetujui pernikahanku dengan Peter. Kupikir jika ia tidak menyetujui
ayahnya, itu berarti ia kehilangan hak untuk ikut repot mengurus bayinya. Mama
tidak pernah memaafkanku. Dia selalu menikmati ikut repot saat kakak dan adikku
hamil dan baru melahirkan. Tapi itu karena dia juga menyetujui pilihan suami
mereka. Kakakku, Sandra, menikahi seorang direktur bank. Ia punya dua anak perempuan
cantik yang punya rambut kuning seperti ayah mereka dan pipi tinggi ibu mereka.
Adikku, Sheila, menikahi seorang pengusaha sukses bahkan sebelum ia lulus
kuliah. Mereka bertemu saat Sheila sedang magang. Ia punya dua anak lelaki
ganteng dengan mata biru ayah mereka dan rambut hitam ibu mereka. Kakak dan
adikku punya rumah besar, anjing dan halaman belakang yang luas, lengkap
dengan kolam renang. Jadi menurut mama,
mereka telah mencapai impian Amerika mereka dengan sukses.
Aku, si anak tengah, lama seorang diri dan baru
belakangan jatuh cinta dan menikah dengan seorang petugas pemadam kebakaran
keturunan China dengan tutur yang lembut bernama Peter Lee. Menurut mama
keputusan ini bodoh. Mama tidak mengerti kenapa aku tidak bisa menikahi
seseorang yang lebih sukses, atau paling tidak seseorang yang lebih amerika. Dan
saat Peter meninggal di dalam tugas saat Dayton baru berusia 9 tahun, ia
melihatnya sebagai bukti bahwa pendapatnya benar.
Tadinya kupikir Dayton sadar bahwa alasan kenapa
neneknya lebih sering menemukan kesalahan pada dirinya daripada pada diri
sepupu-sepupunya adalah karena dia tidak berdarah setengah amerika seperti
mereka. Kupikir karena itulah Dayton mencari kekasih berambut kuning seperti
Jessica dan setelah ia ditinggalkan, ia juga meminta tolong July, juga seorang
gadis berambut kuning, untuk berpura-pura menjadi kekasihnya. Aku jadi kaget
saat kali ini Dayton datang dengan seorang berpenampilan ketimuran dari
Indonesia. Ia mengenakan bando dari sebaris mutiara yang walaupun mutiaranya
hanya imitasi, bando itu membuat wajahnya terlihat begitu manis dan tak
bersalah sampai jika kau memandangnya, tidak akan mungkin kau dapat memikirkan
satu saja pikiran buruk tentang dirinya. Ia mengenakan rok terusan A-line tanpa
lengan berwarna merah marun dengan kancing dari leher sampai lutut. Ia terlihat
begitu anggun dan baik sampai bila kau memiliki sebuah sekolah kanak-kanak, kau
pasti akan segera mempekerjakannya sebagai guru tanpa perlu meminta kredensial
apapun. Tapi ada satu hal yang langsung memberitahumu bahwa wanita muda yang
berdiri di hadapanmu ini bukan seorang guru. Hal itu adalah jam tangannya. Ia
mengenakan jam tangan Rolex Oyster perpetual Datejust berwarna rose gold. Dan
tidak seperti mutiara imitasi pada rambutnya, dari cara mama dan kedua
saudaraku memandang jam tangan itu, aku langsung tahu bahwa jam tangan itu
Rolex sungguhan.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page