Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lullaby Untuk Lisa
MENU
About Us  

Lisa menghela napas lelah. Sejak kemarin kenapa dia jadi lebih sensitif? Ditambah kejadian di rumah Rika barusan sungguh menguras energi dan emosinya. Rasanya ia ingin minum sesuatu yang dingin dan saaangat manis untuk menjernihkan pikiran.

Ditatapnya langit sore yang kekuningan. Ibunya pasti sudah pulang.

Setibanya di depan rumah, ia melihat lampu teras sudah menyala. Dugaannya benar. Ibunya sudah pulang. Pelan-pelan membuka pintu agar tak menimbulkan bunyi berisik sembari berbisik mengucapkan salam. Ia mendapati ibunya tengah tertidur di sofa ruang tengah. Gadis itu pelan-pelan mendekat sambil tersenyum kecil.

Tadinya ia berniat untuk membereskan tas ibunya yang tergeletak di lantai, tapi urung saat matanya mendapati bon-bon rumah sakit yang tercecer di meja bersama dengan sebuah buku saku yang terbuka. Ia pun mengambil salah satu bon. Jumlah yang tertera di bon tersebut sukses membuat asam lambungnya naik.

Lisa menghela napas panjang. Ibunya memang memiliki riwayat diabetes dan darah tinggi sehingga tiap bulan ia harus membeli banyak jenis obat untuk mencegah penyakitnya kumat. Ia kemudian beralih pada buku saku, yang ia duga sebagai catatan bulanan rumah tangga yang selalu berhasil disembunyikan oleh ibunya.

Dia tahu mungkin tindakannya ini salah, tapi ia penasaran karena ibunya tak pernah mau terbuka soal pengeluaran mereka. Ibunya kerap berkata kalau kondisi finansial mereka baik-baik saja. Tiap kali ia ingin membicarakan ini pun wanita itu selalu mampu membelokkan percakapan mereka. Akhirnya, sebelum ibunya terbangun, ia memutuskan untuk membaca buku itu.

Ekspresinya mengeruh saat ia mendapati angka pengeluaran mereka ternyata melebihi dari pemasukan. Ternyata hasil pendapatan ibunya bekerja di toko kue, ditambah membuka jasa cuci-setrika, dan juga penghasilannya kerja part time masih kurang. Dia memang sudah bisa memprediksi hal ini, sih. Apalagi, dua bulan lalu ia baru masuk SMA, pasti pengeluaran mereka makin membengkak.

Helaan napas berat lagi-lagi meluncur. Lisa lalu meletakkan buku itu ke tempat semula. Selama beberapa saat ia memandangi sang ibu dalam diam. Kerutan di wajah ibunya bertambah, tapi meski begitu kecantikannya tak berubah. Ia tersenyum kecil.

“Mama, Lisa minta maaf,” lirihnya. Pelan-pelan, ia bangkit agar tak membangunkan sang ibu. Sayangnya, baru saja ia ingin beranjak, sang ibu sudah keburu terbangun.

“Lisa, sudah pulang?” tanya ibunya dengan suara serak.

Lisa terkekeh. “Kalau Lisa di sini berarti Lisa sudah pulang, dong.”

Sang ibu berdecak gemas. "Iya, iya. Ya sudah, sana mandi dulu. Kamu sudah makan?”

Gadis itu menggeleng kecil. “Belum—ah, tapi Lisa bawa oleh-oleh,” cetusnya sambil mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna putih dari tas.

Dahi ibunya mengerut. “Punya siapa itu? Mama nggak pernah ingat punya kotak makan kayak begitu.”

“Ini punya Rika. Tadi Lisa dibelikan martabak cokelat sama dia.”

“Oh, ya?” Sang ibu berseru kaget. “Baik banget temen kamu. Kapan-kapan ajak main ke sini. Oh, jangan lupa bilang terima kasih ke dia,” usulnya sambil mengambil kotak makan itu dari tangan Lisa.

“Iya, nanti disampaikan salamnya. Lisa bersih-bersih badan dulu, ya.” Lisa pun beranjak dari sofa.

Sang ibu mengangguk sambil tersenyum. Ketika Lisa telah menghilang di balik pintu kamar, pandangannya seketika meredup. Sesungguhnya ia tadi tak tertidur pulas. Meski ia tak melihat apa yang dilakukan Lisa, tapi ia masih dapat mendengar permohonan maaf anaknya itu. “Mama minta maaf juga, Lisa," ucapnya tanpa suara.

Di dalam kamar, Lisa langsung menjatuhkan dirinya ke kasur. Harusnya ia langsung mandi, tapi entah kenapa rasanya malas sekali. Jadinya, ia memilih untuk mandi ketika ibunya sudah mulai berteriak saja. Gadis itu kemudian menghela napas dalam-dalam sambil memandangi kedua tangan. Sampai saat ini ia masih bisa merasakan kerasnya fret serta kasarnya permukaan senar di jemarinya.

Desiran aneh mendadak muncul. Rasanya belum cukup. Ia ingin memainkannya lagi, lagi dan lagi sampai dahaganya terpuaskan.

Tiba-tiba, gadis itu memukul wajahnya sendiri. Tidak. Tidak. Dia tidak boleh begini. Dia harus menganggap kejadian di rumah Rika tadi tak pernah terjadi.

Teriakan ibunya yang memerintahkannya untuk mandi kemudian terdengar. Lisa bersyukur karena teriakan ibunya itu ia bisa sedikit menenangkan hatinya yang gamang. Ketika ia ingin keluar kamar, nada notifikasi ponselnya berbunyi. Setelah mengambil ponselnya dari tas, niatnya untuk mandi pun urung. Gadis itu kemudian merebahkan kembali dirinya ke kasur.

Di layar ponslenya, nama Tirta tertera bersama dengan sederet pesan ambigu.

Lisa, bagaimana? Kakak sudah cakep belum?

Dahi Lisa mengerut. Dengan cepat ia pun membalas pesan itu.

Apanya, Kak?

Setelah pesan itu terkirim, detik berikutnya Tirta membalas dengan sebuah foto. Mulanya Lisa bimbang, haruskah dia unduh foto tersebut karena kuota internetnya sudah menipis, tapi firasatnya mengatakan kalau foto yang baru saja Tirta kirim berpotensi sebagai mood booster-nya.

Ya, masa bodoh, lah. Foto kemudian diklik.

“Aduh, Kak Tirta pakai suit!” jerit Lisa hitsteris saat foto itu berhasil diunduh.

“Lisa, kamu kenapa teriak-teriak? Mandi sana cepat!”

“Iya, Ma!” Lisa refleks melempar ponsel itu ke atas bantal dan segera berlari menuju kamar mandi sambil cengar-cengir.

-oOo-

Tirta tak bisa menahan tawanya setelah membaca pesan balasan dari Lisa. Pesan itu cuma berisi sederet emotikon yang sama sekali tidak nyambung. Keyboard smash, kalau kata temannya.

“Tirta, bagaimana suit-nya?"

Terdengar panggilan ayanya dari luar kamar. Pemuda itu pun segera menyimpan ponselnya di meja belajar dan bergegas menghampiri sang ayah di lantai bawah.

“Oh, Papi, sudah mau pergi?” tanya Tirta setelah ia berhasil menginjakkan kaki di ruang keluarga. Di atas sofa, sang ayah tengah memasukkan setumpuk dokumen ke dalam tas.

“Hei, Buddy!”

Tirta refleks menoleh saat suara seorang lelaki memanggilnya dari dapur.

“Oh, hi, Bang Jago, when did you get here?” tanya Tirta pada seorang pria bule yang baru saja keluar dari dapur.

“James, Tirta. James.”

Tirta terbahak-bahak melihat wajah jengkel si bule. Padahal, James sudah berkali-kali mengingatkan agar Tirta berhenti memanggilnya 'Bang Jago', tapi mengingat Tirta itu orangnya agak keras kepala, jadinya sia-sia saja. Nama ini bermula ketika James yang pulang dari pesta dalam keadaan mabuk, meracau kalau ia ingin dipanggil Bang Jago. Sampai sekarang masih jadi misteri kenapa James ingin dipanggil begitu.

“Sorry, Bang—eh, maksudnya, James. Kapan datengnya?” tanya Tirta yang masih cengengesan.

James mendengkus kecil. “Not so long ago.”

Tirta mengangguk seraya mendudukan dirinya di lengan sofa, sementara James memosisikan diri di sebelah papi.

“Bagaimana setelannya. Cocok, enggak? Pasti cocok, dong.” James bertanya dengan aksen yang sama sekali tidak terdengar seperti expatriat.

“Cocok, banget. Thanks, Bang Ja—eh, James,” ujar Tirta sambil mengambil sekaleng soda yang disodorkan James kepadanya.

“Pokoknya, kamu harus pakai itu di pesta minggu depan, ya!”

“Of course, dong! Siapa sih yang nggak mau pakai bajunya desainer famous.” Tirta berseloroh santai. James memang adalah salah satu desainer terkenal berkebangsaan Kanada. Dia juga merupakan salah satu kenalan lama ayahnya. Jika ia sedang memiliki urusan di Indonesia, James sering sekali menginap. Itulah mengapa Tirta terlihat biasa saja ketika melihat pria itu mondar-mandir di apartemennya sesuka hati.

“Okay, I'm done!” seru ayah Tirta setelah ia selesai merapikan dokumen yang harus dibawanya pada rapat dengan para sponsor yang akan mendanai proyek festival musik tahunan. Selain memiliki usaha wedding organizer, ayahnya Tirta juga merupakan salah satu petinggi di perusahan event organizer bersama dengan James.

Tirta menatap ayahnya sangsi. “Pi, yakin? Coba cek lagi. Nanti ada yang ketinggalan.”

“Tirta, papi belum pikun-pikun amat, tahu!” keluh sang ayah. Lelaki itu kemudian mengalihkan atensinya pada James yang tengah terbahak-bahak. “Shut up, James. Come on, we'll be late.”

Melihat tatapan tak bersahabat yang ayahnya Tirta layangkan, James spontan mengangkat kedua tangan sambil menghela napas dalam-dalam untuk menghentikan tawanya. “Okay, okay, I'm sorry.”

“Dah, Pi. Dah, James.” Tirta melambai pada dua orang lelaki dewasa itu. Saat keduanya telah menghilang di balik pintu apartemen, ia langsung menjatuhkan dirinya ke sofa. Karena bosan, ia pun merebahkan dirinya dengan kaki yang ia biarkan menjuntai ke lantai. Sebelah tangannya kemudian berusaha mengambil remote televisi yang ada di meja. Sayangnya, ia tak sengaja menyenggol kaleng soda bekas minum James, hingga benda itu terjatuh dan menumpahkan sebagian isinya.

Tirta refleks bangkit. Matanya melotot saat air soda itu membasahi sebuah kertas. Ia cepat-cepat meraih kertas tersebut seraya berlari menuju dapur.

Tadinya ia berniat untuk mencari kain lap untuk membersihkan meja, tapi urung karena ia tak sengaja melihat isi kertas tersebut. Di kertas itu terdapat sebuah gambar proposal poster sebuah festival musik.

Ia menebak kalau mungkin itu adalah salah satu dokumen yang ayahnya lupa bawa. Pemuda itu pun menghela napas dalam-dalam. Kebiasaan. Ia beharap semoga saja ayahnya mempunyai salinan gambar ini, atau paling tidak ayahnya itu membawa softcopy file-nya.

Tirta mendadak menahan napas saat tak sengaja membaca salah satu nama yang bakal mengisi festival itu.

Richard Vroom

Kenapa dari sekian banyak artis yang tengah naik daun di dunia, ayahnya mengundang orang itu?

Setelah membaca nama itu hanya satu hal yang terbersit di otak Tirta, yaitu ... Lisa.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Biru dan Kamu Abu
793      470     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
THE YOUTH CRIME
4738      1346     0     
Action
Remaja, fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan dua ciri khusus, agresif dan kompetitif. Seperti halnya musim peralihan yang kerap menghantui bumi dengan cuaca buruk tak menentu, remaja juga demikian. Semakin majunya teknologi dan informasi, semakin terbelakang pula logika manusia jika tak mampu mengambil langkah tegas, 'berubah.' Aksi kenakalan telah menjadi magnet ketertarika...
KataKu Dalam Hati Season 1
5706      1498     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Are We Friends?
4024      1216     0     
Inspirational
Dinda hidup dengan tenang tanpa gangguan. Dia berjalan mengikuti ke mana pun arus menyeretnya. Tidak! Lebih tepatnya, dia mengikuti ke mana pun Ryo, sahabat karibnya, membawanya. Namun, ketenangan itu terusik ketika Levi, seseorang yang tidak dia kenal sama sekali hadir dan berkata akan membuat Dinda mengingat Levi sampai ke titik paling kecil. Bukan hanya Levi membuat Dinda bingung, cowok it...
Cinta untuk Yasmine
2292      991     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
After Feeling
5805      1876     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Interaksi
509      356     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Kungfu boy
3026      1154     2     
Action
Kepalanya sudah pusing penglihatannya sudah kabur, keringat sudah bercampur dengan merahnya darah. Dirinya tetap bertahan, dia harus menyelamatkan Kamalia, seniornya di tempat kungfu sekaligus teman sekelasnya di sekolah. "Lemah !" Musuh sudah mulai menyoraki Lee sembari melipat tangannya di dada dengan sombong. Lee sudah sampai di sini, apabila dirinya tidak bisa bertahan maka, dirinya a...
Demi Keadilan:Azveera's quest
1044      571     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
Asoy Geboy
5850      1622     2     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...