Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between the Flowers
MENU
About Us  

Bintang melangkah pelan dengan Naomi yang tertidur pulas di gendongannya. Anak perempuannya itu sudah mengantuk sejak perjalanan pulang dari toko. Dengan satu tangan, Bintang merogoh tasnya untuk mencari kartu, sementara tangan lainnya memastikan Naomi tetap aman dalam dekapannya. Sesaat setelah pintu terbuka, pria itu segera membaringkan Naomi di sofa dan mengelus pelan rambut hitam anaknya.

“Maafin Papa ya, Naomi. Karena kesalahan Papa di masa lalu, kamu harus sering dibohongi. Tapi percayalah semua itu untuk kebaikanmu, “ ujar Bintang lirih.

Pria itu menghela napas dan duduk di seberang Naomi. Waktu begitu cepat berlalu setelah Jingga menyerahkan Naomi pada dirinya lima tahun lalu. Masih bayi mungil yang berumur tujuh hari.

“Aku mau kasih tahu kalau kita punya anak, tapi aku nggak mau mengurusnya. Aku muak setiap kali melihatnya. Kamu kan, tahu juga kalau aku udah punya suami.”

Saat itu, Bintang hanya melongo mendengar perkataan kekasihnya. Memang mereka sering membuat janji temu, tapi pria itu tak pernah menduga kalau Jingga hamil. Sembilan bulan belakangan wanita itu memblokir nomor Bintang dan pindah ke Cirebon. Jingga tidak memberi tahu pada Bintang tentang kehamilannya karena ia takut suaminya akan menceraikan dirinya. 

“Kamu nggak bisa langsung menyerahkan anak ini, Ga. Aku akan bertanggung jawab padamu dan anak kita, tapi dia perlu sosok ibu. Dan itu cuma kamu yang bisa,” jawab Bintang setelah berhasil menguasai dirinya.

Jingga menutup matanya sejenak sebelum menjawab. Ada getaran dalam suaranya. “Aku nggak bisa. Ini aja aku harus bohong ke suamiku dan mengatakan kalau anak ini sudah mati. Jadi, tolong aku, Bin. Aku nggak mau hidupku hancur karena kehadiran dia. Karirku juga menuntutku untuk nggak punya anak dulu. Please, Bin. Cuma kamu yang bisa aku andalkan sekarang."

Bintang menggeleng kuat hingga kepalanya pusing. Ini tak mungkin terjadi. Lalu bagaimana juga dengan nasibnya? Pekerjaan dan kuliahnya? 

"Bin, hubungan kita terjalin karena suamiku sering dinas ke luar kota. Dia tahu aku hamil, tapi aku nggak mau dia cari tahu siapa sebenarnya anak ini. Posisimu juga akan sulit nanti, " lanjut Jingga. 

Menyadari Bintang yang tak mengatakan apapun, wanita itu menyeruak masuk ke rumah pria itu dan membaringkan bayi itu di sofa. “Aku pamit. Kalau aku sudah baikan, aku akan mengunjungi dia.”

Sejak hari itu hidup Bintang berubah. Kadang ia menemukan dirinya begitu down karena Naomi kecil yang selalu menangis. Namun, ada masanya Naomi begitu manis dan membuatnya tertawa. Pelan tapi pasti Bintang mencintai Naomi dengan segenap hati dan jiwanya. Entah dari mana kekuatan itu. Yang jelas, Naomi adalah belahan hatinya dan ia berani bersumpah untuk selalu menjaga anaknya sampai maut menjemput.

Bintang mengembuskan napas ke udara saat ingatan itu kembali muncul. Satu hal yang pria itu tahu, hidup harus terus berjalan, entah ia menyukainya atau tidak.

Bintang kini meraih buku resep dari dalam tas dan mulai membaca cepat. Tadi siang ia sudah mempraktekkan membuat roti vanila dan donat. 

Hasilnya cukup memuaskan dan pria itu yakin masa depan toko roti Almond akan gemilang. Banyak pelanggan datang dan hal itu jadi memberinya kesempatan untuk mendapat untung.

“Dan aku bisa mencukupi kebutuhan Naomi. Tahun depan dia harus masuk TK. “

Bintang mengulas senyum sebelum menggendong anaknya ke kamar. 

Sementara itu, di unit seberang Bintang, Tari baru saja tiba dari La Belle saat gawainya bergetar. Tari mengernyit saat nama Jingga muncul di layar. "Duh, ngapain dia nelpon aku?"

Tari membiarkan alat komunikasi itu mengalunkan lagu favoritnya, Stand by You. Wanita itu tidak berniat sama sekali untuk mendengar suara Jingga. Tari mendengkus kesal sebelum berdiri dari tempatnya. Ia mengambil cangkir dan menjerang air. Dari laci, ia mengeluarkan botol kaca yang berisi bunga chamomile kering. Menghirup teh dengan aroma bunga pasti ampuh untuk kembali menenangkan pikirannya. Mata almond Tari kini terpaut pada kursi di balkon. Tentu saja ia tak boleh melewatkan malam dengan memandang lampu kota sambil menyesap minuman favoritnya. Tari mengulas senyum setelah ia selesai membuat teh.  Alih-alih berjalan ke balkon, kakinya malah kembali ke ruang tamu dan mengambil gawai. Karena sentuhan jarinya, pesan Jingga segera muncul. 

from: Jingga

Kamu memang lebih bahagia setelah resign, Tar. Tapi karma selalu ada. Hidupmu bakalan gak tenang karena udah buat aku susah. Udah gitu, laporan terakhir yang kamu buat bener-bener perlu direvisi ulang. Itu kan, ngabisin waktu dan anggaran. Aku nggak ngerti gimana cara research mu.

Tari berdecak kesal sebelum jarinya menari di atas papan ketik seiring hatinya yang kembali memanas. 

To: Jingga

Semua juga karenamu, Ga. Kalau aja kamu gak menekanku dengan banyak kerjaan yang bahkan nggak ada di job desk, aku pasti masih di sana. 

Sent! Tari melempar gawainya ke sembarang arah. Sebodo amat dengan benturan yang mungkin terjadi. "Seenaknya aja dia menyalahkanku. Aku keluar juga udah melewati prosedur yang berlaku, kok," ujar Tari dengan kesal.

Tari memajukan bibirnya dan bersedekap, mengabaikan dering gawainya. 

Jingga memang paling jago memojokkan orang. Biarin aja lah, dia nelpon, batin Tari.

Indri yang baru selesai mandi terperangah melihat perubahan wajah sepupunya. 

"Kesambet apaan nih, anak?"

Indri bergegas menghampiri sepupunya dan menepuk bahunya. "Hey, kamu kenapa? Nggak abis ketemu makhluk halus, kan? Atau kamu abis nerima rejeki nomplok terus shocked?" tanya Indri dengan beruntun.

Tari sebenarnya enggan bercerita, tapi Indri pasti akan mendesaknya terus. Tari tidak punya pilihan hingga ia membagi sedikit rasa kekesalannya.

"Ngapain dibalas sih, Tar? Biarin aja si Jing itu nyelesain semua kerjaanya. Itu namanya karma. Hal baik dan buruk dibalas setimpal. Kamu itu nggak salah. Soal perselingkuhan dia, seharusnya dulu kamu beberkan di depan bos. Biar semua orang tahu gimana kelakuan buruknya."

Tari tak menjawab. Ia masih ingat dengan jelas saat Jingga meminta banyak hal aneh yang di luar pekerjaan pada Tari. Memesan hotel atau apartment untuk semalam sampai memesan seseorang yang bisa melakukan perawatan wajah di rumah. Semua itu menjurus ke area privat. Awalnya Tari menurut. Sebagai seorang junior, ia harus menjalankan perintah, bukan? 

Tapi Jingga jadi keterusan. Wanita itu selalu memintanya untuk mengerjakan tugasnya dan kadang memimpin rapat. Kalau ada komplain dari bos, Tari harus bisa pasang badan dan menjawab. 

"Tar, kamu juga berhak merdeka dan bahagia dengan pekerjaanmu. Kamu selalu berkutat dengan kerjaan kantor yang nggak ada habisnya. Mending kalau lemburmu dulu ada imbalannya. Jing lebih sering marahin kamu, kan?" lanjut Indri seakan bisa membaca pikiran sepupunya.

Sejenak Tari merasa lebih tenang dengan perkataan Indri. Perlahan Tari  menoleh pada sepupunya dan tersenyum simpul.

"Iya, kamu benar, In. Makannya aku bangun toko bunga ini. Makasih, ya,"ujar Tari membawa sepupunya dalam pelukan.

"Kamu juga mesti sabar. Semua hal terjadi karena ada alasan."

Tari melepas pelukannya dan menatap mata hitam Indri. Sejenak sudut bibir Tari terangkat, membentuk senyum simpul. "Kamu tumben omongannya benar. Habis nonton apa, sih?"

"Ini karena aku sering baca buku motivasi, tahu. Makannya belajar dari aku biar nggak lembek kalau ngadepin masalah," balas Indri dengan bangga.

Tari hanya tertawa sebelum beranjak dari tempatnya. "Iya aja, deh. Ya udah, aku mau mandi dulu.

Indri menahan lengan Tari hingga ia kembali duduk. Sepasang mata Indri berbinar seperti kerlipan bintang. 

"Eh, omong-omong, Mas yang kerja di sebelah toko kita ganteng, ya. Brewokan, kulitnya eksotis terus matanya cokelat. Seru  diajak ngobrol juga. Tapi, dia udah punya anak. Ah, tapi selama dia udah berpisah secara resmi sama mantan istrinya, sikat aja, hehe."

Tari menaikkan bahunya. "Terserah apa katamu, In. Yang jelas dia itu udah merusak konsentrasiku tadi."

Indri mendesah pelan. "Ah, biasanya yang begini bakalan jadi saling suka, nih."

Tari menggeleng, tak menjawab. Untuk sekarang, ia belum mau memikirkan soal ketertarikan dengan lawan jenis. Biarlah itu waktu yang menjawab. 

**

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sebelas Desember
4737      1360     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
The Last Blooming Flower
8883      2517     1     
Romance
Di ambang putus asa mencari kakaknya yang 20 tahun hilang, Sora bertemu Darren, seorang doktor psikologi yang memiliki liontin hati milik Ian—kakak Sora yang hilang. Sora pun mulai menerka bahwa Darren ada kunci untuk menemukan Ian. Namun sayangnya Darren memiliki kondisi yang membuatnya tidak bisa merasakan emosi. Sehingga Sora meragukan segala hal tentangnya. Terlebih, lelaki itu seperti beru...
HIRAETH
504      348     0     
Fantasy
Antares tahu bahwa Nathalie tidak akan bisa menjadi rumahnya. Sebagai seorang nephilim─separuh manusia dan malaikat─kutukan dan ketakutan terus menghantuinya setiap hari. Antares mempertaruhkan seluruh dirinya meskipun musibah akan datang. Ketika saat itu tiba, Antares harap ia telah cukup kuat untuk melindungi Nathalie. Gadis yang Antares cintai secara sepihak, satu-satunya dalam kehidupa...
Bee And Friends
3123      1200     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
Dream of Being a Villainess
1391      796     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
5463      1854     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
Salon & Me
4276      1328     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Gantung
785      499     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
ETHEREAL
1816      801     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Cinta Semi
2457      1011     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...