Read More >>"> DAMAGE (T I G A B E L A S) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DAMAGE
MENU
About Us  

            Ting

            Lift membawa Airin menuju lantai di mana ruangan para petinggi perusahaan berada. Di dalam kotak besi itu, ia mematung seorang diri. Kedua sisi tangannya menenteng masing-masing kota makan siang dan juga minuman.

            Keluar lift, Airin mengambil arah ke kanan, tersenyum senang kala melihat Jayden yang tampak tekun di depan komputernya.

            “Jayden …,” panggil Airin seraya mengetuk meja pria itu.

            Jayden mendongak, terkejut melihat sosok di hadapannya. “Loh, Ai, kamu di sini?”

            Airin mengangkat tangannya, menunjukkan apa yang ia bawa. “Belum pesan makan, ‘kan? Makan bareng, yuk!”

            “Untung aja belum pesan makan. Presdir tahu kalau kamu ke sini?”

            Airin menggeleng. “Jadwalku agak longgar, jadi kupikir aku harus ke sini sekalian membicarakan … ya, kamu tahulah. Arjune nggak datang lagi setelah hari itu.”

            Jayden mengangguk, mengerti kalau memang sulit membujuk adik atasannya.

            “Eh, tapi kalian nggak lagi sibuk, ‘kan?”

            “Presdir nggak ada meeting hari ini, cuma menyelesaikan pekerjaan biasa.”

            Airin bergidik. “Agak aneh mendengarmu memanggilnya Presdir.”

            “Hahaha, kamu harus terbiasa. Bagaimanapun, dia bosku sekarang.”

            Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian dua orang itu. Sean mematung, dahinya mengerut melihat keberadaan sosok yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Tidak ada ekspresi berarti, pun sapaan hangat. Sean melengos, berlalu setelah berpamitan pada Jayden.

            “Dia marah?”

= DMG =

            Turun ke lantai dasar, Sean melihat Tomi dan Nara di depan resepsionis. Seperti biasa, asistennya itu tidak berhenti mengoceh, meskipun tidak ada tanggapan dari lawan bicara. Berjalan mendekat, ia bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

            “Benar, lho, ya, hiatusnya Sean, aku libur juga.”

            “Hm.” Tomi menatap malas gadis itu. Bertahun-tahun bekerja sebagai partner tidak menjadikannya kebal dengan omong kosong yang sering gadis itu lontarkan.

            “Awas aja kalau tiba-tiba aku dipindahkan sementara ke artis lain.”

            Tomi menghela napas pasrah, entah sudah berapa kali Nara mengulang kalimat itu. Demi Tuhan, ia lelah mendengarnya.

            “Akan ….” Nara menutup kembali mulutnya. Tatapan penuh peringatan Tomi membuatnya ciut. “Oke, aku diam.”

            Diam-diam, Tomi bernapas lega, telinganya sudah aman sekarang. Kedatangan Sean pun membuatnya siaga. “Oh, kamu udah di sini? Mau makan di mana?”

            “Drive thru aja, Kak.”

            “Oke, let’s go,” pekik Nara tanpa tahu malu, tidak peduli orang-orang menertawakannya. Ia berjalan riang, meninggalkan dua pria yang menatapnya aneh.

            “Aku tidak mengenalnya,” lirih Sean.

            “Aku juga.” Tomi melirik Sean. Keduanya tertawa kecil, berjalan beriringan menyusul Nara.

= DMG =

            Satu jam terpapar flash kamera, pemotretan sore itu akhirnya selesai. Tidak butuh waktu lama untuk berbenah, Sean pamit menunggu di mobil. Ia mengotak-atik ponselnya untuk membunuh kebosanan. Tidak ada yang menarik di sosial medianya, terlampau muak melihat berita-berita sampah kalangan artis yang ia yakini adalah permainan media.

            Sean mematikan ponselnya bertepatan dengan masuknya Nara dan duduk di sampingnya. Tomi berada di depan, menemani Pak Sopir.

            “Sean, pemotretan hari ini adalah jadwal terakhirmu. Kamu yakin akan hiatus dulu?” tanya Tomi. Sekali lagi, ia memastikan tidak ada yang berubah dari keputusan Sean.

            Sean mengangguk pelan. “Sesuai rencana aja, Kak.”

            Nara bertepuk tangan senang. “Akhirnya, aku bisa pulang kampung juga.”

            “Senang banget?!”

            Nara menatap Tomi sinis. “Iya, dong, kapan lagi bisa libur dengan tenang sampai akhir tahun.” Ia tersenyum manis pada Sean. “Apa pun alasanmu memilih hiatus, aku harap kamu akan lebih bersinar saat kembali nanti.”

            “I hope so,” lirih Sean. “Mau kupesankan tiket?”

            “Ey, nggak perlu repot, Tom-Tom bisa mengurusnya untukku.”

            Tomi berdecak, lagi-lagi dirinya yang menjadi tumbal.

            Sean memusatkan pandangan ke luar jendela. Sore ini, langit tampak cerah, lalu lintas pun lancar meskipun agak padat. Netra tajamnya memindai setiap objek yang dilewati hingga fokusnya tertuju pada satu titik.

            “Pak, tolong berhenti di depan,” pinta Sean.

            “Baik.”

            Nara menatap Sean penuh tanya. “Kenapa berhenti? Kamu butuh sesuatu?”

            “Ada yang ketinggalan?” Tomi turut bertanya.

            Sean menggeleng pelan. “Aku turun di sini. Kakak langsung pulang aja.”

            “Kamu mau ke mana? Nggak usah aneh-aneh, deh, kalau ada yang mengenalimu, gimana?” cegah Nara.

            “Aku akan baik-baik aja.” Sean memakai topi dan maker hitam, tidak lupa mengantongi kembali ponselnya. “Aku pergi dulu.”

            “Kalau ada apa-apa langsung kabari aku,” pesan Tomi sebelum Sean melangkah jauh.

            Nara memukul pundak Tomi. “Kenapa kamu mengizinkannya pergi, ha?! Kalau terjadi sesuatu, gimana?”

            “Udahlah, Sean bukan anak kecil. Dia bisa jaga diri.”

= DMG =

            Helaan napas terus terdengar. Entah sudah berapa lama, Selgi duduk termenung di kursi taman yang langsung berhadapan dengan jalan raya. Tatapan lurusnya berkedip lambat, seolah terhambat beban berat.

            Terlampau larut dalam pikiran, Selgi sampai tidak menyadari kehadiran seseorang di sampingnya. Selgi terlonjak saat pandangannya terhalang sosok jangkung yang tengah menyorotnya tajam. Ia bergeming dengan kepala mendongak. Aroma bayi yang menguar dari tubuh pria itu memenuhi indra penciuman, terasa menenangkan. Ia baru menyadarinya setelah beberapa kali mereka bertemu. Entah parfum apa yang digunakan oleh pria itu, pastinya bukan parfum murahan yang dijual di pasar raya.

            Beberapa detik saling menatap, Sean memutuskan pandangan. Ia merogoh masker hitam dari dalam saku hodie, lalu memakaikannya pada Selgi. “Udara kota lagi nggak bagus, kenapa pergi nggak pakai masker?”

            Selgi meringis. “Maaf, aku lupa. Makasih maskernya.” Ia sedikit bergeser, memberikan ruang agar Sean bisa duduk. Kepalanya menengok sekitar, memastikan tidak ada seorang pun yang memperhatikan mereka. Selgi tentu saja ingat sedang bersama siapa sekarang. Terciduk paparazzi itu sangat mengerikan.

            Selgi melirik Sean melalui ekor matanya. Tanpa sadar, senyum tersungging di bibirnya. “Ose ….”

            Sean menoleh sekilas. “Hm?”

            “Sadar nggak, sih, kalau kamu selalu ada pas aku down?”

            Dahi Sean mengerut, tidak mengerti.

            “Kamu emang selalu gitu, ya? Nyamperin orang-orang yang kelihatan putus asa atau cuma ke aku aja?”

            “Hm, kamu aja.”

            Jawaban spontan Sean membuat Selgi tertawa kecil. Ia bersandar nyaman, mulai menikmati suasana sore yang sebelumnya tertutup pikiran rumit. Kehadiran Sean seolah membebaskannya dari jeratan rasa sesak yang memenuhi rongga dada.

            “Kali ini, apa lagi?” Sean bertanya hati-hati, takut menyinggung privasi gadis itu.

            Selgi menunduk, memainkan jari tangan. Ia belum pernah bercerita perihal kehidupannya pada orang lain, kecuali Airin. Namun, saat ini, ia ingin mencurahkan segalanya pada pria yang duduk tenang di sampingnya.

            “Mama … sampai sekarang, dia nggak setuju dengan apa yang kulakukan. Dari dulu, Mama selalu membandingkanku dengan temanku.” Selgi tertawa miris. “Ah, aku nggak tahu apa dia masih bisa kusebut teman.”

            “Pertemanan yang berakhir buruk?” tanya Sean, tertarik mendengar cerita Selgi.

            Selgi membenarkan. “Ada sesuatu yang membuat hubungan kami renggang. Meskipun tindakannya salah, tapi aku nggak bisa benar-benar membencinya. Setiap bertemu pun, dia nggak pernah absen memprovokasiku. Kadang aku diam dan berakhir menangis, seperti yang pernah kamu lihat dulu. Kadang aku juga kepancing kalau dia udah keterlaluan.”

            Sean berperan sebagai pendengar yang baik, menyimak cerita Selgi tanpa menyela. Ia perhatikan setiap detail ekspresinya saat berbicara. Terpancar amarah diliputi kekecawaan di balik hazel indah itu.

            “Ose … aku emang sedikit lambat, tapi apa mereka nggak bisa lihat perjuanganku aja daripada menuntut hasil di saat mereka nggak pernah memberi dukungan?”

            Sean menarik satu tangan Selgi agar tidak terus menyakiti tangannya yang lain. “Kebanyakan orang emang cuma peduli sama hasil. Apa yang kamu harapkan dari itu?”

            Selgi mengerjap saat Sean tiba-tiba berdiri seraya menarik lembut tangannya.

            “Kamu bawa motor?”

            Selgi mengangguk. Tangannya yang bebas mengambil kunci berbandul bebek kuning di dalam tas selempang. “Kenapa aku nggak boleh berharap?”

            Sean mengambil kunci dari tangan Selgi, menatap gadis itu dalam. “Karena terlalu berharap sama manusia, hanya akan menjatuhkanmu ke jurang.”

= DMG =

“Bualan yang terucap tanpa berpikir itu tidak ada artinya. Tutup telinga dan fokus saja. Pelan-pelan, start-mu pasti berakhir di garis finish.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Orange Haze
345      240     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Tumpuan Tanpa Tepi
7325      2574     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
826      586     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
ALMOND
749      455     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
8905      2507     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
SEMPENA
2670      967     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
My Idol Party
1063      548     2     
Romance
Serayu ingin sekali jadi pemain gim profesional meskipun terhalang restu ibunya. Menurut ibunya, perempuan tidak akan menjadi apa-apa kalau hanya bisa main gim. Oleh karena itu, Serayu berusaha membuktikan kepada ibunya, bahwa cita-citanya bisa berati sesuatu. Dalam perjalanannya, cobaan selalu datang silih berganti, termasuk ujian soal perasaan kepada laki-laki misterius yang muncul di dalam...
The Maiden from Doomsday
9888      2121     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Under The Moonlight
1537      853     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Rembulan
762      422     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...