Read More >>"> DAMAGE (S E B E L A S) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DAMAGE
MENU
About Us  

             Awan mendung menyelimuti bumi di sore hari yang kelam. Petir menyambar disertai gemuruh hebat menemani perjalanan seorang wanita dan bocah laki-laki di genggaman tangannya. Entah sudah berapa lama mereka berjalan dan kemana tujuannya.

            “Nda, kita mau kemana?” tanya bocah laki-laki dengan logat khas usia delapan tahun itu. Tidak sekali dua kali ia bertanya, tetapi wanita yang dipanggilnya ‘Nda’ itu tak kunjung menjawab.

            Wanita itu menghentikan langkah kecilnya. Ia berbalik, menangkup pipi tembem bocah itu. Ibu jarinya bergerak lembut, tatapan sayunya, dan senyum tipis yang menghiasi wajah pucatnya sarat akan penyesalan. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik pelan tangan bocah itu lagi, mengikuti kemana kakinya melangkah.

            Suara gemuruh semakin sering terdengar. Kilatan petir seolah mampu menumbangkan apa saja yang dilewatinya. Mereka tetap berjalan, tidak peduli rintik gerimis mulai berjatuhan. Titik demi titik hingga berubah semakin deras dan terasa sakit ketika mengenai kulit.

            DUAR

            Kelopak mata itu sontak terbuka, menyalurkan rasa pening di ujung kepala. Sean menoleh ke luar kaca. Hujan yang beberapa saat lalu mengguyur ibukota ternyata sudah reda. Berapa lama dirinya tertidur?

            “Kebangun, ya? Baru tidur padahal,” kata Nara yang duduk di samping Sean. Ia meminta Pak Supir untuk membawa mobil sedikit lebih pelan.

            13.46

Melirik jam tangan. Benar, dirinya baru tidur sekitar lima menitan. Sejak tidak mengonsumsi obat tidur lagi, Sean semakin sulit untuk bisa tidur nyenyak. Jam tidurnya sangat berantakan dari sebelumnya. Ia juga tidak berniat membeli obat itu lagi. Entah mengapa, menyiksa diri sendiri terasa menyenangkan sekarang.

            “Lagi banyak pikiran, ya, Se? Beberapa hari ini, kelihatan capek banget. Kamu gampang tidur, gampang juga kebangun.”

            “Nggak papa, Kak, emang cuma lagi capek aja.”

            Nara mengangguk, mengerti kalau Sean tidak ingin berbagi cerita.

            Alphard putih itu berhenti di basement kantor. Sean berjalan santai menuju lantai 5. Ia tidak memiliki jadwal lagi hari ini, sehingga memilih mengunjungi Kaiven yang katanya sedang latihan seorang diri.

            Ceklek

            Suara pintu terbuka membuat seorang wanita yang duduk lesehan di lantai terkejut. Netranya membola saat mendapati sosok Sean berdiri mematung di ujung pintu. Ia tersenyum kikuk, melambai untuk menyapa pria itu. “Ose ....”

            Dia lagi.

            Sean menutup pintu pelan, lalu mendekati Selgi yang kembali sibuk dengan laptop di pangkuannya. Beberapa kali bertemu dengan wanita itu, membuatnya mulai terbiasa. “Kenapa duduk di bawah? Dingin, mending pindah ke sofa.”

            Selgi mendongak, menatap Sean yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia tersenyum, meraih tangan Sean yang terulur untuk membantunya berdiri. “Makasih.”

            Selgi menurut, duduk di samping Sean karena di ruangan itu hanya tersedia sebuah sofa panjang. “Cari Kaiven, ya? Dia masih ke kafetaria sama Mala.”

            Bukan tanpa sebab Selgi terperangkap di sini. Mala yang menyeretnya untuk ikut karena merasa kasihan meninggalkannya seorang diri di ruang editor. Ia sangat terkejut saat wanita itu mengatakan bahwa dirinya sedang menjalin hubungan dengan seorang Kaiven.

            Sean hanya mengangguk, menyandarkan tubuhnya yang lelah, dan mencoba untuk terpejam. Suara ketikan halus dari keyboard Selgi tiba-tiba menimbulkan rasa kantuk. Namun, ia masih belum bisa sepenuhnya tertidur.

            Selgi melirik Sean sekilas. Ia tersenyum kecil melihat wajah damai pria itu. Andai Yerin berada di sini, gadis manis itu pasti akan sangat senang bisa melihat sang idola sedekat ini.

            Selgi tidak bisa berhenti memperhatikan Sean. Kelopak mata yang masih bergerak itu mengusiknya. Ragu-ragu, ia bertanya, “Ose, nggak nyaman, ya?”

            “Hm?” Sean membuka mata, beralih duduk tegak.

            “Mau rebahan biar nyaman? Aku nggak papa duduk di bawah.”

            Sean menggeleng. “Boleh pinjam bahumu aja?”

= DMG =

“Pesan apa aja, deh, Kai, yang enak. Kasihan Selgi kalau ditinggal lama.”

            “Tenang aja, Sean katanya mau ke sini. Paling udah sampai itu anak. Selgi biar ditemenin Sean dulu.”

            “Sean? Udah lama nggak ketemu itu anak.”

            Kaiven memesan beberapa makanan ringan dan minuman segar, sedangkan Mala duduk menunggu sambil memperhatikan kafetaria yang mulai sepi karena hari sudah sore, di mana jam kerja akan berakhir.

            “Yuk, Yang!” ajak Kaiven saat pesanannya sudah selesai.

            Mala membantu membawa paper bag berisi makanan, lalu mereka berjalan dengan tangan saling bertaut. Kafetaria berada di lantai 2, sehingga mereka harus menggunakan lift untuk kembali ke lantai 5.

            Ting

            Lift terbuka, Kaiven dan Mala masuk, bergabung dengan seorang pria yang tidak lain adalah anggota termuda X9.

            “Udah datang aja, Gar? Ada syuting iklan, ‘kan, tadi?” tanya Kaiven.

            Gara mengangguk. “Selesai lebih cepat. Langsung aja ke sini, malas bolak-balik.”

            Sampai lantai 5, Gara memisahkan diri dulu menuju kamar mandi.

            “Mereka udah saling kenal sebelumnya? Nempel banget kek perangko,” tanya Mala, terkejut melihat Sean tidur di bahu Selgi. Selgi juga sepertinya ketiduran karena laptopnya masih menyala.

            Kaiven mengedik tidak tahu. “Bagus, deh, kalau Sean punya teman baru.” Ia tersenyum lega, Sean tampak nyenyak dalam tidurnya. Belakangan ini, sangat mengerikan melihat kantung mata panda yang menghiasi wajah pria itu saat tidak ter-cover make up.

            Mala memindahkan laptop Selgi dengan hati-hati, mematikannya setelah menyimpan file, dan meletakkan laptop itu dalam tas Selgi.

            “Kita pindah aja, ya, biar mereka istirahat. Nyenyak banget itu,” ajak Mala yang disetujui oleh Kaiven.

            “Loh, mau ke mana, Kak?” tanya Gara bingung saat Kaiven keluar dari practice room.

            “Pindah tempat aja, Gar. Latihannya juga masih nanti malam.”

            Gara mengernyit, tidak langsung mengikuti Kaiven. Ia menatap pintu yang tertutup rapat itu penuh tanya. Ragu-ragu, ia menarik handle pintu, melihat apa yang ada di dalam.

            Tidak sampai masuk, Gara mematung beberapa saat. Tangannya mengepal, pandangannya pun menajam. Tampak tidak terima dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ia kalut, tidak sadar menutup pintu dengan keras.

            Suara bising itu membuat Sean dan Selgi terjaga.

            “Gempa, ya?” tanya Sean lugu. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum terbuka sepenuhnya. Ia menjauhkan kepala dari bahu Selgi.

            Selgi loading, tertawa kecil saat melihat wajah lempeng Sean. “Kayaknya ada yang baru keluar.”

            Sean bersandar dengan kepala mengarah pada wanita itu. “Kamu juga tidur?”

            “Hm, padahal tadi niatnya cuma merem bentar. Eh, malah ketiduran.”

            Selgi meraih tasnya, mengambil saputangan yang sudah lama ingin ia kembalikan. “Aku lupa mau ngembaliin ini pas kita ketemu waktu itu. Makasih, ya.”

            “Hm.” Sean menerima saputangannya, padahal tidak apa jika wanita itu ingin memilikinya.

            Tiba-tiba suasana menjadi canggung. Keduanya kompak diam, bingung juga harus membicarakan apa.

            “Kamu mau pulang?” tanya Sean.

            “Ha? Oh, iya, udah sore banget, takut kemalaman di jalan.” Selgi spontan menjawab, meskipun tidak berpikir akan pulang karena Mala juga belum kembali.

            “Nggak papa kalau kamu masih mau di sini. Nunggu Mala, ‘kan?”

            “Hehehe, i-iya, ya, aku ke sini tadi sama Mala.” Selgi tersenyum malu, ternyata Sean menyadarinya.

            Sean mengambil ponselnya di saku celana dan mengirim pesan pada Kaiven untuk segera kembali ke practice room. “Mereka jalan ke sini. Aku tinggal dulu nggak papa?”

            “Nggak papa. Kamu duluan aja.”

            Sean bangkit, mengantongi ponselnya lagi. “Makasih.”

            “For what?” bingung Selgi. Ia tidak merasa melakukan apa pun untuk menerima ucapan terima kasih.

            Sean hanya tersenyum, meninggalkan wanita itu dalam kebingungan.

            Makasih udah menemaniku, Selgi.

= DMG =

“Terkadang kamu diam saja, itu sudah cukup membantu.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Niscala
299      190     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
A Freedom
102      88     1     
Inspirational
Kebebasan adalah hal yang diinginkan setiap orang. Bebas dalam menentukan pilihan pun dalam menjalani kehidupan. Namun sayang kebebasan itu begitu sulit bagi Bestari. Seolah mendapat karma dari dosa sang Ayah dia harus memikul beban yang tak semestinya dia pikul. Mampukah Bestari mendapatkan kebebasan hidup seperti yang diinginkannya?
ALTHEA
74      57     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Orange Haze
345      240     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
The Maiden from Doomsday
9888      2121     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
ALMOND
748      454     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Rembulan
760      420     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
824      584     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
8901      2504     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
Tumpuan Tanpa Tepi
7325      2574     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...