Jam kerja sebagai penulis Key Media itu fleksibel. Mereka bisa menulis di mana saja asalkan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan. Seringnya mereka datang hanya untuk berdiskusi dengan editor atau saat proses penerbitan berlangsung. Seperti sekarang, di ruang penulis hanya ada Selgi seorang diri. Sebagai anggota baru, banyak hal yang masih harus ia pelajari.
Menghela napas pelan, akhirnya Selgi menyelesaikan satu bab setelah berpikir tiga jam lamanya. Ia membaca deretan paragraf itu sekali lagi sebelum mengirimnya pada editor. Setelah semua proses selesai, maka bab itu secara otomatis akan terbit di Keypatt.
Sambil menunggu, Selgi membuka Keypatt web di komputernya. Iseng, dirinya melihat akun para penulis Key Media dan membandingkan dengan akunnya sendiri. Selgi termangu, melihat total followers dan views yang sangat berbeda, bagai langit dan bumi.
“It’s okay, Gigi!”
Selgi tersentak kala bahunya ditepuk pelan. “Kak?”
Lulu tersenyum manis, melihat layar komputer yang menampilkan grafik pembaca harian. Lalu pandangannya beralih pada Selgi yang ternyata tengah memperhatikannya. “Kenapa dengan wajahmu?”
Selgi menggeleng pelan.
“Ey, jangan membodohiku!” Lulu bersedekap, telunjuk kanannya bergerak memindai ekspresi Selgi. “Mata sendumu itu nggak pandai bohong. Coba katakan, apa yang kamu pikirkan!”
Lagi, Selgi menggeleng. Lidahnya terasa kelu untuk sekadar mengatakan dirinya baik-baik saja, meskipun hati mungilnya berkata lain. Tersenyum kecil, Selgi menggerakkan kursor pada icon close, lalu memutar kursi menghadap Lulu sepenuhnya. Ia mendongak. “Gimana progresnya, Kak? Aku lihat tadi, pre-order udah dibuka.”
Lulu menyerah, tidak memaksa Selgi bicara. Mereka belum lama saling mengenal. Mengingat pribadi gadis itu yang tertutup, tentu membutuhkan waktu baginya untuk leluasa bercerita. “So far, semuanya berjalan lancar. Do’akan aja jalannya tetap semulus jalan tol sampai akhir.”
“Tentu aja, semuanya pasti akan sesuai rencana. Arista Alluna nggak pernah mengecewakan.”
Lulu tertawa mendengar pujian dadakan itu. Ia menangkup pipi tirus Selgi. “Pipimu makin tirus aja. Daripada banyak pikiran, mending kita makan sekalian perayaan penyambutanmu yang tertunda.”
Selgi menurut saja ketika Lulu mengapit lengannya dan berjalan keluar.
“Ronald dan Mala langsung nyusul setelah MnG selesai. Aku juga udah ngabarin Yerin sama Jihan. Mereka on the way, katanya.”
Waw, Selgi bahkan tidak tahu kalau wanita itu sudah melakukan segalanya.
= DMG =
Jam makan siang selesai beberapa saat lalu. Saat orang-orang bergantian keluar restoran, Lulu dan Selgi baru sampai. Keduanya langsung menuju meja di pojok yang sudah diisi oleh Jihan dan Yerin.
“Kalian lama banget,” keluh Jihan, tidak sabar menikmati hidangan makan siang kali ini.
Lulu mengacak gemas rambut pendek Jihan. “Yaudah, langsung pesan aja.”
Mereka berempat duduk melingkar. Jihan dengan semangat memanggil bibi pemilik restoran. Agar tidak repot, mereka memesan menu yang sama. Beberapa menit kemudian, enam porsi hotpot dan daging sapi berbumbu tertata rapi di meja besar itu. Tidak lupa minuman segar di siang yang terasa panas.
Suasana semakin ramai ketika Ronald dan Mala akhirnya bergabung. Tanpa basa-basi, Ronald segera mengambil alih daging dari tangan Yerin. Asap mengepul tatkala ia meletakkan daging di atas pemanggang. Pria itu membolak-balik daging dengan telaten, lalu memotongnya untuk semua orang.
Tidak hanya berdiam diri, Selgi turut membantu memasukkan bahan-bahan hotpot ke panci yang sudah mendidih. Hanya melihat kaldu merah itu membuat cacing di perutnya berdemo.
“Sebelumnya, terima kasih kepada Kak Lulu yang udah mensponsori hajatan kali ini.” Jihan membuka pembicaraan.
“Semoga rezeki Kak Lulu se-glowing muka Sean, selalu diberkahi dengan kebahagiaan, dilancarkan segala urusan, terutama segera dipertemukan dengan jodoh yang tepat,” imbuh Yerin, mengangkat tangan khusyu.
“Aamiin,” balas semuanya.
“Terima kasih do’a baiknya, meskipun pasti ada maunya.”
Yerin tertawa, mengacungkan jempol tanda membenarkan. Siapa yang bisa menolak pesona gratisan?
“Nggak lupa, selamat atas suksesnya meet and greet Ronald dan Mala. Kalian berdua keren. Juga, selamat bergabung untuk Selgi,” seru Lulu seraya merentangkan tangan. “Sekarang, udah official jadi keluarga Key Media.”
“Wuw.” Mala bertepuk tangan paling heboh. Ronald dan Jihan fokus pada masakan, tetapi telinga tetap mendengarkan.
Selgi sedikit malu menjadi pusat perhatian pengunjung restoran. Meja mereka sangatlah ramai, tetapi ia sangat bersyukur karena belum pernah mendapat hal sespesial ini, meskipun terkesan sederhana. “Eee, nggak tahu lagi mau ngomong apa. Aku bahagia banget bisa ada di antara kalian. Terima kasih udah welcome sama aku. Ke depannya, aku akan berusaha lebih baik.”
Lulu yang duduk di samping Selgi meraih tangan kanan gadis itu, mengusap lembut. Tanpa berkata pun, ia tahu apa yang mejadi kegelisahan sahabat barunya. “Berubah jadi lebih baik itu bagus, tapi, Gi … don’t blame yourself too much. Kamu nggak perlu merasa gagal karena setiap orang punya jalannya sendiri.”
Sontak semua orang di meja itu menghentikan aktivitas, saling menatap seolah tengah berkomunikasi untuk mengerti konteks yang sedang dibicarakan oleh wanita paling tua di antara mereka itu.
Selgi tersenyum haru, menatap kelima rekannya bergantian. “Makasih.”
“Just to be happy, Gi, and be yourself. Udahlah kita senang-senang aja, pekerjaan bisa dipikirkan nanti, haha,” celetuk Ronald.
“Betul-betul-betul. Sekarang, saatnya makan,” pekik Jihan seraya mengangkat sumpitnya diikuti suara cempreng Yerin.
“Selamat makan!”
= DMG =
“Setiap orang memiliki start yang berbeda. Jika saat ini, kamu masih di bawah rata-rata, tak apa. Kamu berhak berprogres dan menikmati prosesnya.”