HAPPY READING !
Pemandangan yang biasa untuk warga di kota tua ini, sebuah warung mie ayam yang tidak terlalu besar namun, selalu ramai dengan pengunjung. Seorang pria tua sebagai pemiliknya sedang melipat pangsit terus menerus dan tangan lainnya merebus mie di dalam kuali besar.
"Nomor tiga, sebentar lagi." Pria tua itu berteriak untuk meminta nomor tiga menunggu lebih lama sedikit daripada waktu yang ditentukan. Baru hendak menuang mie lagi, sebuah dentuman dari lantai atas membuat pria paruh baya itu menatap ke langit-langit rumahnya.
"Ayah, buatlah pintu yang lebih besar lagi, kepalaku selalu terhantam platform rumah karena terlalu pendek. Seorang anak laki-laki sekitar tujuh belas tahun turun dari tangga dengan posisi menunduk sembari memegangi kepalanya.
"Maaf, Lee. Ayah belum punya uang untuk memperluas kamarmu," ujar ayahnya tersebut kemudian memberikan semangkuk pangsit yang berisi sekitar enam biji. "Antarkan, ke meja tiga."
Lee belum sempat memprotes, dirinya sudah terdorong oleh banyak orang yang mengantari, dirinya mengikuti arus dan sampailah di meja nomor tiga yang dimaksud.
"Selamat menikmati," ujar Lee sembari tersenyum, warung mienya memang selalu ramai terutama hari minggu dan hari libur lainnya. Lee menyapa beberapa pelanggan tetap dan sesekali melontarkan lelucon lucu untuk menghibur pelanggan yang ada di sana.
"Kakak Lee." Seseorang memanggil, Lee yang sedang melakukan atraksi langsung melihat ke arah pelanggan tersebut dan menatapnya dengan penuh tanya.
"Sudah dulu, ya." Lee berpamitan dan meletakkan piring-piring yang tadi dia buat atraksi kemudian datang ke tempat suara yang memanggilnya.
"Ada apa adik kecil?" tanya Lee kemudian berjongkok menyamakan kepalanya dengan tinggi tubuh anak kecil berbaju biru yang sudah sedikit lusuh, sepertinya dirinya belum mandi. Mengacak-acak rambut mangkoknya dengan gemas, sangat menyenangkan melihat adik kecil seperti itu.
"Aku kak Lee, kungfu." Secara tiba-tiba adik kecil itu membuat gerakan kuda-kuda kungfu dengan bahasa yang berantakan. Lee menatap anak kecil itu heran walaupun akhirnya dirinya ikut untuk melakukan gaya kuda-kuda kungfu dan tertawa bersama.
"Kungfu, kungfu !" teriak anak-anak lain yang baru saja datang dengan baju yang sudah rapi dengan menyoraki Lee dengan kedua tangan yang diangkat naik turun dengan senyuman yang merekah.
Lee jadi salah tingkah sendiri, seluruh warga di kotanya terutama anak kecil dan para langganan di sini tau bahwa dirinya adalah penyuka kungfu dan bercita-cita untuk masuk ke dalam jajaran pahlawan legendaris walaupun dirinya yakin, itu tidak akan mungkin.
Para legendaris sendiri ada lima, semuanya dilambangkan dengan hewan untuk action figure mereka. Terdapat hewan belalang, harimau, monyet, ular dan burung jenjang.
Sebenarnya itu buatan penggemar juga, kalau bertemu dengan para legendaris itu, mereka tampak biasa saja. Mereka sengaja membuat itu menjadi bentuk hewan yang sesuai dengan sifat dan kemampuan mereka.
"Para legendaris !!!" teriak anak-anak meminta Lee kembali menerangkan, setiap kali mereka datang Lee selalu menceritakan tentang para legendaris yang memang sangat terkenal.
"Mau untuk dibahas?" tanya Lee sengaja memancing anak-anak untuk berteriak menyetujuinya.
Lee tersenyum lebar ketika anak-anak tersebut sudah berteriak kencang meminta untuk Lee menceritakannya.
Lee memulai ceritanya dengan sebuah pegunungan kemudian dirinya mulai menceritakan para legendaris, dimulai dengan harimau sebagai yang pertama dilanjutkan dengan belalang, monyet, burung dan ular.
"Kalian tau? Bahwa ternyata ada enam legendaris, katanya legendaris yang paling kuat dan belum pernah ada yang bertemu dengannya." Lee mulai menggerakkan jari-jarinya membuat anak-anak itu takjub.
"Apakah Kak Lee si legendaris ke-enam itu?" tanya seorang anak dengan tatapan bertanya, membuat Lee malu sendiri.
"Tidak mungkin, kakak tidak bisa berkelahi," ujar Lee walaupun wajahnya sudah kegirangan, sangat senang apabila dirinya benar-benar bisa melakukan kungfu dengan baik dan menjadi legendaris suatu saat nanti.
"Aku yakin, kakak bisa buat jadi sang legendaris!" teriak seorang anak dari belakang sembari mengangkat mangkoknya tinggi-tinggi.
"Kalau kakak jadi legendaris, kamu bakal jadi penerus kakak." Lee tertawa kemudian mengambil piring yang diangkat anak kecil itu tinggi-tinggi.
"Siapa legendaris ke-enam?" tanya pria berbadan kekar dengan tatapan garang.
Semua yang ada di warung mie tersebut berhenti bergerak, pria itu sudah sering datang ke warung tersebut. Ayah dari Lee langsung menerobos kerumunan walaupun tidak bisa sampai ke depan.
"Kakak Lee," celetuk anak kecil itu sembari menunjuk Lee yang terkejut karena namanya dipanggil.
"Lee, berikan dia amplop ini!" Ayahnya sudah berteriak namun, Lee sama sekali tidak mendengar karena pengunjung tersebut sudah mulai berbicara satu sama lain.
"Selamat datang, kami punya mie ayam, bakso, dan pangsit sebagai menu yang paling laris di sini. Anak-anak paling menyukainya," ucap Lee kemudian menawarkan berbagai menu yang ada di warungnya tersebut.
"Lo siapa?" tanya pria kekar itu sembari menatap Lee dengan tatapan garang.
Lee memang belum pernah bertemu dengan preman tersebut, karena preman tersebut selalu datang di siang hari dan saat Lee masih di sekolah.
"Gue anak dari Mr. Lu. Pemilik warung mie ini, jadi mau pesan apa?" tanya Lee masih dengan senyumnya yang merekah, dirinya tidak boleh menilai orang dari sampulnya bukan, walaupun memang orang tersebut tampak mengerikan.
"Gue enggak mau makan apapun, panggil ayah lo, dia tau harus apa." Pria itu menatap Lee dengan angkuh, sementara Lee menatapnya dengan tersinggung.
"Lee, lee." Ayahnya berhasil keluar dari kerumunan dan berdiri di sebelah Lee yang masih memegang buku menu. "Ini setorannya," ujar ayahnya sembari memberikan sebuah amplop cokelat, baru hendak diambil Lee buru-buru menghalangi.
"Maksudnya apa, ya?" Lee menahan lengan ayahnya dan merebut amplop cokelat tersebut.
"Lee, berikan ke dia." Ayahnya sudah panik, takut anaknya akan dipukuli oleh pria berbadan kekar tersebut.
"Buat apa ayah memberikan yang harusnya buat renovasi kamar Lee ke orang yang enggak dikenal ini?" Lee berkata dengan dingin, dia akhirnya menyadari situasinya, orang yang ada di depannya ini adalah preman yang meminta uang dengan alibi keamanan, padahal yang menganggu keamanan dan kenyamanan juga dia sendiri.
"Lee, ayah juga nabung buat renovasi kamar, Lee. Jadi, itu buat Omnya aja, ya?" Ayahnya masih membujuk, memegang tangan Lee yang sudah mengepal dengan kuat.
"Enggak." Lee berteriak dengan yakin, sudah berapa lama ayahnya ditindas oleh pria kekar tersebut, walaupun Lee juga tidak yakin akan mengalahkannya, dirinya tetap harus berusaha, demi renovasi rumahnya dan keselamatan ayahnya sendiri.
"Berani lo?" Pria itu tertawa meremehkan kemudian mulai menyeret Lee untuk keluar dari warung mie kecilnya itu, mendorong Lee ke tanah.
"Lo bakal gue buat mampus hari ini," ujar preman tersebut sudah mulai mengepalkan tangannya di depan dada, siap untuk menerjang Lee.
Tubuh Lee sudah tidak berdaya, tubuhnya sudah ditahan oleh preman tersebut, tinggal menunggu kepalanya akan dipukul oleh preman tersebut.
Pukulan tersebut melayang dan Lee sudah mulai memejamkan matanya, tiba-tiba saja tubuhnya terasa ringan, seolah tidak ada beban yang menghantamnya.
Pria tersebut sudah terjatuh jauh ke samping, seseorang dengan rambut panjang yang terikat sudah mengunci kedua tangan pria kekar itu dan mengikatnya, dibantu dengan seorang laki-laki pendek yang tampak gesit.
***
Lanjut? Yes or No?