"Vicky, ayo bangun!"
Sial, kenapa jadi begini?
"Vicky." Orang yang memanggilku itu menepuk pundakku pelan.
Semalam aku tidak bisa tidur nyenyak disamping Reval. Entah kenapa aku selalu deg-degan dan tak tenang bersamanya. Padahal kami sama-sama cowok! Aku pernah tidur dengan Ariel dan biasa-biasa saja. Tapi kenapa dengan Reval malah begini! Ini Apakah karena aku pernah melihatnya membantai orang dan dia hampir menyerangku, sehingga tubuhku masih bereaksi takut padanya?! Tapi sekarang kan tidak apa-apa! Dia sakit dan sudah minta maaf. Tapi kenapa aku jadi begini?!
"Argh!"
Semua orang berduyun-duyun ke tendaku. Ariel, Randa, dan Angga panik membuka pintu tendaku dan melihat kami berdua, Reval yang sedang menepuk pundakku dan aku yang bersembunyi di dalam selimut. Kami berdua pun kaget, bahkan aku langusng bangkit dan keluar dari tempat persembunyianku. Angga segera mencengkeram kerah baju Reval. "Eh elo ngapain lagi hah disini?! Udah bagus lo pergi, kenapa balik ke Vicky lagi!" bentaknya.
Reval diam dan tak membalas. Dia memalingkan muka. Aku paham, dia hanya ingin menghindari muncratannya bacotan Angga.
"Bentar, Ga. Dia gak salah," ucapku sambil melepas tangan Angga dari kerah Reval dan melindunginya dengan lenganku. "Tadi malam dia sakit, lalu ku temani tidur disini."
Mata Reval melebar. Mungkin dia tak menyangka bahwa aku akan membelanya seperti ini.
"Kalau elo gak ada apa-apa, kenapa wajah lo merah?" Tanya Angga.
"Wa..wajahku gak merah!" Jawabku panik. "Se.. sepertinya aku kena demamnya Reval karena tidur dengannya!"
Set! Reval menarik kepalaku dan menempelkan dahinya ke dahiku. "Ah, iya. Benar, kepalamu panas," katanya. "Habis ini kamu harus segera makan dan ku kasih obatku."
Gawat. Wajahku pasti tambah merah. Aku segera menarik kepalaku dan berpura-pura menata rambutku yang berantakan untuk menutupi wajahku. "I.. iya..., Val. Makasih," ucapku terbata-bata. Lalu aku menoleh ke arah Angga, Randa, dan Ariel. "Aku baik-baik saja disini. Mung... mungkin bentar lagi sembuh setelah minum obat. Re.. Reval gak macam-macam kok tadi malam, kan tadi malam dia sakit. Syukurlah sekarang dia bisa sehat lagi."
Mereka bertiga menatapku dan Reval bergantian dengan aneh. Terutama Ariel. Entah kenapa tatapannya padaku terlihat tajam. Apa dia mengira aku berbohong ya?
"Ya sudah, ayo kita makan sekarang. Aku sudah masak buat kalian," ajak Reval dengan bersemangat.
"WHATSS??!!"
***
Beberapa menit kemudian, kami berlima sudah duduk bersama di atas tikar dengan memegang piring masing-masing. Piring berisi masakan Reval yang selama ini kami belum cicipi. Apakah tidak apa-apa mencicipi masakan dari psikopat?
Tapi beda dengan Ariel dan Reval. Mereka langsung makan dengan santai. "Sudah gue duga, masakan Reval memang terbaik. Gak rugi gue ngajak elo, Val," puji Ariel dengan begitu menghayati makanannya.
"Itu emang kamunya yang doyan makan," balas Reval. Lalu Ariel mengajak semuanya untuk makan. Kami salah. Ternyata masakan Reval enak banget. Jadi ini alasan Ariel mengajaknya ikut naik gunung dan tak bisa membiarkannya pergi. Dia yang paling jago masak disini. Randa pun memujinya jika dia cewek, pasti udah banyak yang ngejar dia buat dijadiin istri. Tapi Reval tak menanggapi. Mungkin dia sendiri merinding karena mendengar itu.
Setelah itu, kami membereskan tenda dan melanjutkan pendakian lagi. Kata Ariel, mungkin saat sore nanti kita bisa sampai di puncak. Kami melewati jalan terjal lagi. Namun kali ini beda. Reval sering membantuku melewati jalan. Jika ada ular atau jalan berlubang, dia selalu memperingatkanku terlebih dahulu atau menahan tubuhku agar tak terjerumus, atau menarikku ketika jalanan menanjak curam. Randa dan Angga melihat kami dengan heran. Ariel tampak lega dan berbisik pada Reval. Mungkin dia senang Reval telah berbuat baik. Atau memang dia sebenarnya orang baik, seperti yang dikatakan Ariel. Bahkan dia pun membantu melepaskan hewan yang terjebak di sebuah jebakan. Padahal di gunung ini dilarang ada perburuan.
Reval benar-benar orang baik.
Aneh. Kenapa sejak tadi malam aku jadi suka memperhatikannya?
"Vick, tadi malam gimana ceritanya elu bisa tidur sama Reval?" tanya Ariel penasaran.
Aku terhenyak dan ingat kejadian itu. "Ah, tadi malam dia terkapar di tanah. Gue ya gak tega lihatnya, makanya gue bawa ke tenda. Gua kasih makan dan obat, lalu tidur dia. Syukur banget dia bisa mendingan hari ini," terangku panjang lebar.
"Oh gitu," jawabnya dengan tak mengenakkan. Apaan nih? Dia kan yang bersikeras minta anak-anak buat temenan dengan Reval, tapi kenapa dia terlihat terganggu gitu? Ariel masih waras kan?
Dia pun berjalan mendahuluiku dan berjalan di paling depan diantara kami. Aku heran kenapa dia begitu.
Tak lama kemudian, dia malah berlari. Wajahnya yang yang menyebalkan berubah menjadi girang. Hingga akhirnya....
"Yeah! Kita sampai puncak!" Teriak Ariel dengan kampungan, tapi sangat riang. Angga dan Randa berlari mengikutinya. Aku ingin berlari, tapi lagi-lagi aku hampir jatuh karena jalan terjal ini.
"Yuk!" Reval mengulurkan tangannya. Senyumnya indah, lebih menyilaukan dari matahari di belakangnya. Ku raih tangan tersebut. Dia segera menarikku ke atas. Aku sempat kaget dan hampir jatuh, tapi dia selalu menahannya.
Akhirnya, aku bisa melihat puncak gunung yang selalu diidam-idamkan para cowok. Dan ternyata benar-benar indah. Matahari yang akan terbenam. Pemandangan di bawah sana. Angin dingin yang berhembus mengenai setiap anggota kami. Pohon dan bunga-bunga gunung yang ikut bergoyang. Kegirangan semua orang disini. Senyuman lebar Reval.
Semuanya indah.
Eh, tadi aku mikir apa?
"Guys! Foto bareng yuk!" Ajak Randa yang sudah sedia kamera beserta tongsis.
Ariel menarikku dan Reval untuk dekat dengannya. Angga merangkulku erat. Sementara Randa berpose jongkok di bawah.
Cekrek! Satu kenangan tersimpan di kamera tersebut.
"Ayo foto lagi, Ran! Gue mau berdua sama Reval!" Kata Ariel. Dia pun menarik tangan Reval.
"Ok!" Kata Randa. Dia pun melepas tongsis dan mulai memotret mereka berdua. "Satu.. dua..."
"Heh???"
Cekrek!
Akhirnya tersimpan gambar Ariel bersama Reval yang sedang menarikku untuk ikut bersama mereka.
Apa-apaan si Reval? Kenapa dia menarikku?!
"Sorry, aku gak bisa foto berdua. Nanti dikira pacaran," alasan Reval dengan senyum jahil.
Hah? Aku terkejut dan kesal mendengarnya. "Apa-apaan? Elo mau buat kesannya kita kaya cinta segitiga gitu?"
"Eh, emang ada cinta diantara kita?" Tanyanya nakal. "Atau jangan-jangan kamu jatuh cinta sama aku?"
Aku memukul perutnya, tapi tentu dia tidak kesakitan dan hanya tertawa melihatku. Ototnya lebih kuat dariku. Sementara Ariel dibelakangnya, memasang wajah tidak mengenakkan. Aku tidak paham apa yang terjadi dengannya. Yang jelas auranya benar-benar tidak menyenangkan.
***
Api unggun telah menyala lagi diantara kami. Kehangatan kembali menyeruak. Tenda telah terpasang. Malam ini, kami berlima tidur di puncak gunung ini. Untuk menghibur diri, Ariel mengajak permainan Truth or Dare. Permainan untuk memilih untuk berkata jujur atau menerima tantangan. Kami menggunakan botol yang diputar di tengah-tengah kami untuk menunjuk siapa yang akan ditunjuk untuk menerima permainan ini.
"Aturannya?" tanya Randa.
"Seseorang gak boleh memilih truth atau dare lebih dari dua kali," jawab Ariel sambil menggoyangkan botol air mineral yang telah kosong. "Ok, baiklah. Ayo kita put-"
"Kenapa kamu yang putar? Itu gak adil!" protes Reval.
"Eh, tapi kan gua yang ngajak kalian main ini!" bela Ariel pada dirinya sendiri.
Angga segera merebut botol itu. "Iya, itu gak adil! Elo harus menang suit dulu baru boleh mutar botol!" protesnya juga. Ariel merasa kecewa. Namun akhirnya menurut. Kami berlima pun melakukan suit dulu untuk menentukan siapa yang berhak memutar botol.
Dan akulah yang memenangkannya. Hehe.
"Berarti gue yang berhak mutar botol. Hehe. Siap-siap ya!" Kataku dengan angkuh. Membuat semua orang menjadi kesal. Tanganku pun melaksanakan perintahku. Memutar botol untuk menentukan siapa yang akan ku kerjai, hihi.
Dan hasilnya TARA! Botolnya tertunjuk pada ARIEL!
Dia terlihat kaget. Padahal dia yang mengajak permainan ini, tapi dia sendiri yang menjadi korban pertama. Aku pun tertawa jahat. "Ariel, sekarang pilihlah! Truth or dare?" Tanyaku dengan wajah jahil.
"Sial, kenapa jadi senjata makan tuan sih!" Keluhnya kesal. "Dare deh!"
"Haha. Sip!" Jawabku puas. "Gue tantang elo buat nembak gebetan elo sekarang! Lewat WhatsApp!"
"WHATSSS???" Semua orang kaget, terutama Ariel.
"Kenapa? Ini kan Truth or dare kan?" Tanyaku dengan santai. "Ayolah! Elo kan dah berani menghasut bokap gue buat ikut ke gunung ini. Masak menjalankan tantangan gini aja gak berani?"
Semuanya menelan ludah. Mereka langsung sadar bahwa aku sedang balas dendam ke Ariel.
Ariel terlihat kebingungan. Dia menimang-nimang ponselnya. Aku dan yang lainnnya menyorakinya untuk segera melaksanakan tantangannya.
"Jangan lupa pamerkan chatmu ya, Riel!" Ancamku dengan jahil. "Aku hitung dari satu... Dua...."
Dia segera meraih ponselnya dan mengetik di WhatsApp dengan cepat. Aku baru tahu dia sangat bersemangat untuk menembak gebetannya. Haha. Hingga akhirnya dia klik "send" dan memamerkan layarnya. "Udah puas kalian?! Hah?!"
Kami semua terkaget-kaget. Ternyata yang ditembak adalah gadis bernama kontak “My Special Ex <3 <3 <3” alias mantannya sendiri. Isi chatnya = "Na, balikan yuk! Aku masih sayang sama kamu. Aku gak bisa hidup tanpa kamu."
Kami semua pun bertepuk tangan menyambut keberanian Ariel. “Mari kita tunggu balasannya,” ucapku jahat.
“Gak bakal dibalas,” sahut Ariel. “Selama ini chatku cuma di-read doang.”
Kami semua terdiam. Bukan untuk berduka, tapi untuk menahan tawa. Gini amat nasibmu, Riel!
Akhirnya tiba giliran Ariel memutar botol. Dia menatap tajam mataku. Sepertinya dia ingin balas dendam.
Tapi sayang, aku terlalu beruntung hari ini. Haha. Botol itu lebih memilih Reval.
"Sial, padahal gua pengen Vicky yang kena. Sorry ya, Val," ucap Ariel menahan kesal. Lalu dia bertanya, "Truth or dare, Val?"
"Dare!" Jawab Reval singkat.
Ariel berpikir keras. Mungkin dia sedang memilih tantangan memalukan yang akan dilakukan Reval untuknya, lalu dia berkata sambil mencoba menahan tawa, "Sekarang gue tantang elo, cium orang yang paling dekat dengan elo disini!"
Kami semua terkaget, terutama Reval. Dia tampak terdiam dan tak berani membantah. Pasti dia memendam kekesalan. Si Ariel benar-benar gak sayang sama nyawanya ya?!
"Oh ya, jangan lupa ciumnya sambil selfie ya! Lalu upload di status WhatsApp!"
Orang-orang pun ricuh disini. Tantangannya agak keterlaluan.
Gimana kalau jiwa psikopat Reval muncul dan dia jadi korbannya??
"Baiklah!" Kata Reval sambil menyiapkan ponselnya yang ternyata sejak tadi dimatikan dan di charge dengan power Bank. Ariel tampak tertawa jahat dan bahagia. Sementara Angga dan Randa terlihat sedikit gugup. Takut-takut si Reval bakal aneh-aneh lagi. Aku menenangkan diri meminum kopi putihku. Ah, nyawa Ariel bukan urusanku. Dia sendiri yang menantang maut, pikirku dalam hati sambil meletakkan gelasku di tikar kembali.
Tiba-tiba ada yang menarik kepalaku. Cup! Cekrek! Sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh pipiku bersamaan dengan suara kamera dan kilauan flash dari kamera ponsel yang tiba-tiba muncul didepanku. Aku terkaget dan menoleh. Wajah Reval sangat dekat dengan wajahku, setelah dia mendaratkan bibirnya ke pipiku. Jika aku salah gerak, bisa-bisa bibirku yang kena. Aku segera menjauh jarinya.
REVAL BAHAYA! BENAR-BENAR BAHAYA! Semua orang disini juga terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Aku menyentuh pipiku yang sudah tak suci lagi dengan bengong. Tapi Reval terlihat sangat santai dan mengotak-atik layar ponselnya, lalu memamerkannya pada kami. "Tantangan selesai! Udah puas, Ariel?" Tanyanya dengan bangga sambil menunjukkan fotonya yang sedang mencium pipiku.
"Aa... Aa... Apa yang lo lakuin?!" Bentak Angga gugup.
"Melaksanakan tantangan," jawab Reval datar.
"Tapi kenapa cium Vicky?!"
"Duduknya dia kan paling dekat denganku."
Mereka terus berisik tentang aku yang tiba-tiba jadi korban sosoran Reval. Sementara aku, hanya menyembunyikan wajahku dibalik lututku yang tertekuk. Ya Tuhan! Ada apa dengan hari ini?! Kemarin malam aku tidur berdua dengannya dan deg-degan, siangnya dia selalu menolongku saat mendaki, sorenya saat foto berdua dengan Ariel, dia malah menarikku. Dan sekarang dia mencium pipiku! Ku harap tak ada seorang pun yang mengetahui wajah merahku sekarang.
"Ok, ayo lanjut! Sekarang aku yang mutar!" Kata Reval sambil memutar botolnya. Permainan ini pun berlanjut sampai berjam-jam. Ada yang menantang dengan konyol, bertanya tentang hal-hal memalukan, dan lain-lain.
Hingga aku mendapat giliran untuk memutar botol kembali, dan terpilihlah Reval.
"Eh, kayaknya si Vicky bakal balas dendam nih gara-gara disosor Reval," komentar Randa.
"Diam lu monyet! Mau gantiin posisi gua!" Omelku yang sudah kembali normal. Reval hanya tersenyum manis seolah-olah siap- menerima pertanyaan apa saja dariku. Sebenarnya dia ingin memilih Dare, tapi karena dia sudah memilih dua kali, sekarang dia harus menerima Truth. Kira-kira apa ya pengalaman tersembunyinya yang bisa ku tanyakan disini?
Oh iya, dia kan sejak awal sudah misterius.
Jadi, aku akan tanya....
"Reval, apa benar kamu pernah jadi kriminal? Kenapa kamu menyerang orang?" tanyaku polos.
Semua terdiam dengan pertanyaan itu, kecuali Ariel. Dia langsung bertindak. "Woy, Vick! Jangan tanya yang itu!"
"Hei, itu melanggar peraturan namanya!" Jawab Reval. Kali ini ekspresinya beda. Dia memasang senyum sinis dan sadis kepadaku, seperti ingin mengintimidasiku jika aku terus bertanya hal-hal seperti ini. Sorot matanya juga tampak seram. Seperti menyimpan kesedihan dan kebencian. "Kalau bertanya, harus satu-satu dong! Jangan banyak seperti itu! Dalam permainan Truth or dare cuma boleh kasih satu pertanyaan atau perintah."
Aku tertegun. Bukan karena kata-katanya. Tapi matanya memandangku seperti sedang mengancamku. Aku hanya menelan ludah. Sepertinya Ariel juga menyadari hal ini. Dia menepuk pundakku agar aku sadar dan tenang, lalu bertanya, "Kalo gitu pertanyaannya diganti, kamu suka tipe orang yang kaya gimana?"
"Wah, menarik nih! Soal cewek!" sela Angga bersemangat.
"Eh, kok Truth-nya enak banget! Cuma ditanyain tipe cewek!" protes Randa. "Kalo gitu mah gua juga bisa!"
Ariel memukul Randa agar berhenti protes. Tapi tanggapan Reval di luar dugaan. Kali ini senyumnya masam. "Kamu omong apa sih, Riel? Kamu kan tahu kalo aku dah komitmen gak bakal nikah."
"Heh???" Semua tercengang termasuk aku. Maksudnya....
"Iya sih elo dulu pernah bilang gitu. Tapi ya seharusnya elo berubah pikiran, maksud gua gitu. Elo gak bisa selamanya...."
"Maaf, aku gak bisa mencintai orang lagi. Itu udah gak mungkin," terang Reval dengan halus. Namun rasanya menusukku. Aku tidak tahu kenapa.
Aku orang normal.
Aku bukan siapa-siapa baginya.
Kenapa aku jadi begini?
Permainan ini pun mulai terasa hambar. Tak ada lagi keseruan yang terasa. Reval izin pergi untuk buang air. Aku juga pergi karena ingin tidur, tapi sebenarnya tidak. Aku ingin pergi dari perasaan sesak ini. Ariel ingin ikut dengan Reval. Permainan ini selesai. Pemain yang tersisa kembali ke tenda masing-masing.
Drrrttt! Ada sesuatu yang bergetar di sampingku. Oh ya, ponsel Reval yang digunakannya untuk memotret tadi. Aku penasaran, apakah fotonya masih jadi status WhatsApp. Coba ku buka ponsel....
Eh?
Muncul notifikasi WhatsApp yang berisi chat dari kontak yang bernama "Tante Renata". Isi chatnya = "Sayang ❤️❤️❤️, kamu dimana? 🙄 Aku kangen 😘 Ketemuan yuk 🥰 "
Apa-apaan ini?!
***
"Reval!" panggil Ariel di tengah kegelapan hutan.
Reval menoleh dan langsung menonjok perut laki-laki malang itu. "Kenapa kamu ngikut? Mau ngintip hah?!"
"Ya Tuhan! Untung gua masih hidup," syukur Ariel sambil mengaduh dan mengelus perutnya. "Elo jangan buruk sangka gitu dong! Kita kan teman."
"Sorry, kadang aku lupa hubungan kita sekarang," kata Reval sinis.
"Gara-gara pertanyaan Vicky tadi ya?"
Mata Reval melebar. Terlihat tatapan kebencian dan dendam yang mendalam disana. Ariel merasa bergidik. Pertanyaannya tepat sasaran. Saking tepatnya, dia seperti membuat dirinya mungkin akan terbunuh disini. Ariel pun duduk di batu dan menunduk. "Ku kira kamu memaafkanku. Tapi.... Belum rupanya.... Padahal aku sudah minta maaf. Maafkan aku."
"Jangan berlagak seperti korban," kata Reval dingin. "Bukan kamu yang jadi korban disini."
"Iya tapi...." Ariel berdiri dan memegang bahu Reval. "Bisakah kamu memaafkanku lagi? Kumohon. Aku...."
Reval menyingkirkan tangan Ariel. "Aku sudah dengar ini belasan kali hingga aku muak. Memaafkan itu mudah. Tapi aku gak bisa melupakannya. Lebih baik kamu pergi sebelum aku bertindak lebih jauh. Jika ada yang ingin dikatakan, silahkan."
Ariel terdiam tak berkutik. Reval tampak kesal, lalu pergi meninggalkannya. Tiba-tiba Ariel berkata, "Berhenti memperlakukan Vicky seperti perempuan. Dia itu laki-laki."
"Kenapa?" Reval tersenyum sinis seperti mengejek. "Kamu cemburu? Atau kamu khawatir karena kata rumor dia itu gay?"
"Pikirkan sendiri. Aku gak mau kamu atau dia saling menyakiti. Aku hanya ingin kalian berteman baik, karena orang sepertimu hanya bisa menerima orang seperti Vicky."
"Tentu saja. Orang seperti Vicky itu satu juta kali lipat jauh lebih baik darimu, Tuan Ariel!" ejek Reval dengan senyum sinisnya.
"Aku hanya mau kasih peringatan. Itu saja," kata Ariel. Dia pun beranjak pergi. "Orang manapun yang mendapat perlakuan seperti itu pasti akan merasakan sesuatu," bisiknya, namun masih terdengar oleh Reval. Dia tak peduli dengan kepergian orang itu.
Karena orang itulah salah satu orang yang menghancurkan hidupnya.
***