Loading...
Logo TinLit
Read Story - Janji-Janji Masa Depan
MENU
About Us  

Aku bermimpi mengendarai selembar daun dan berusaha terbang mengimbangi cahaya. Aku tidak sendirian, entah bersama siapa. Cahaya itu melesat sangat jauh dan mengalun dengan tenangnya.

Saat itu aku yakin tengah di udara tapi kulihat beberapa ekor Arwana berenang di atas kepalaku dengan bebasnya. Entah benar berenang atau mungkin terbang.

Aku kembali bangun kesiangan. Ini hari kesekian di mana kokok ayam dan alarm Ibu tak ampuh membangunkanku.

Nurdin sudah berangkat saat aku tengah bersiap-siap, tak ingin membuatnya menunggu, kupersilakan ia berangkat duluan. Aku bisa berangkat dengan meminjam motor milik Laila.

Tak seperti biasanya, sampai jam sembilan toko masih sepi. Hanya ada beberapa pembeli yang sanggup diatasi oleh Yayuk sendiri.

Sementara aku hanya bengong dan menyeruput secangkir kopi yang kemanisan. Kopi ini Laras yang buatkan, dia tetanggaku juga, rumahnya berjarak tiga gang dari jembatan.

Ini hari pertamanya bekerja, dan kopi buatannya bukan dalam rangka perpeloncoan karyawan baru atau semacamnya, memang dia sendiri yang ingin.

Dalam keheningan, ponselku bergetar dan muncul sebuah pesan.

“Bang, doakan Zahwa ya. Hari ini pengumunan seleksi masuk PTN yang kemarin aku daftar.”

Aku terlonjak bukan main, belum ada sejarahnya Zahwa berbicara lewat telepon ataupun SMS padaku.

Bagai dikunjungi komet yang hanya hadir 70 tahun sekali, momen ini harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Aku berniat membalas, “Abang selalu mendo’akanmu tanpa kamu minta, Wa.” Namun urung, terlalu alay.

Aku hapus kembali. Kuganti dengan, “Siap, sudah aku do’akan. Tapi sebenarnya aku mendo’akanmu tidak kali ini saja. Sudah sejak dulu di setiap sholatku. Abang berharap Zahwa selalu sehat, lengkap, bahagia dan senantiasa tercukupi. Abang juga...” Yang ini juga urung aku kirim, terlalu panjang.

Setelah berkali-kali mengetik dan menghapus akhirnya kukirim pesan, “Semoga sukses, Wa. Abang berharap yang terbaik.”

“Alamak, kenapa lama sekali tidak terkirim,” ucapku pada diri sendiri.

Bukannya balasan dari Zahwa, pesan yang masuk malah dari operator yang memberitahu jika pulsaku tidak cukup untuk mengirim pesan. Aku menepuk jidat, lupa kapan terakhir kali membeli pulsa.

Tidak menunggu lama, aku langsung lari ke konter HP sebelah, minta cepat-cepat dikirim pulsa oleh operatornya. Tak seperti biasanya, aku jadi lebih sering mengecek ponsel karena kejadian ini.

Namun, sesering apa pun aku cek, ketika Zahwa belum membalas, ya tetap saja tidak ada pesan masuk. Aku merasa bodoh dengan hal ini.

Toko yang tak seramai biasanya membuatku jadi tidak ada kerjaan dan mengalihkan kesibukanku pada benda kecil sumber overthinking, yaitu handphone.

Pesanku sudah terkirim, tapi kenapa belum dibalas? Apa ada yang salah dari tulisanku? Atau Zahwa memang sedang tidak memegang ponsel?

Tapi bukankah ponsel selalu ada di genggamannya setiap saat, tidak mungkin ia tidak kenapa-kenapa tapi tidak membalas pesanku.

Astaghfirullah apa pesanku menyinggung perasaannya? Aku buka room chat-ku dengan Zahwa berkali-kali.

Kuterawang, tidak ada yang salah dari ucapanku. Zahwa juga bukan tipe orang yang mudah tersinggung. Atau pesanku terlalu singkat jadi dianggap jutek?

Ah tapi apa betul. Zahwa tidak akan mengira aku jutek, tapi bisa saja.

Aku terus menduga-duga alasan mengapa balasan Zahwa tidak juga muncul. Pikiranku sampai pada dugaan jangan-jangan Zahwa sedang sibuk membalas pesan laki-laki lain?

Aku memukul kepalaku sendiri, aku tidak boleh berpikiran begitu. Lagi pula, bukankah tidak apa-apa jika Zahwa sedang berbalas pesan dengan seseorang?

Ah! Aku menyerah dengan pikiran sendiri. Kuletakkan ponsel dan kuajak orang di sekitar bicara, agar aku lupa tentang perkara pesan singkat ini.

Tidak berselang lama, setelah melayani dua pembeli, ponselku bergetar dan layarnya menyala. Satu pesan masuk. Tentu saja dari Zahwa.

Segera kusambar ponsel kentang yang tak luput dari pandanganku. Alangkah bahagianya aku mendapat balasan ini.

“Amiin, terima kasih bang.” Katanya di ujung ponsel.

Ingin aku berjingkrak-jingkrak mendapati pesan yang ramah itu. Zahwa tidak marah dan menganggapku jutek.

Dari mana aku tahu? Dari huruf i yang dobel di kata amin.

Mungkin terdengar tidak logis, tapi banyak juga orang sepertiku. Teliti sekali memperhatikan kata per kata hingga ke huruf-hurufnya.

Berasumsi ini itu padahal belum tentu benar.

Tidak berselang satu menit aku sudah membalas pesannya, tapi hal yang sama terjadi kembali. Balasannya tak kunjung aku dapatkan.

Supaya pikiranku tidak terfokus pada ponsel, aku meminta diri melayani pelanggan di bagian depan dan Yayuk merapikan beberapa kertas dan rentalan di belakang.

Bertemu banyak orang membuatku sedikit lupa dengan kesibukan pikiranku sejenak. Semakin siang, toko semakin ramai.

Bermacam-macam pembeli aku temui, ada yang datang beramai-ramai dari desa, memakai pakaian terbaik yang mereka miliki, kemudian bibirnya berdecak diikuti kepalanya yang bergeleng-geleng melihat harga penghapus yang berjajar terpampang di etalase.

“Mahal sekali harga penghapus ini, bisa untuk beli beras satu kilo,” bisiknya pada orang di sebelah, sepertinya mereka masih saudara.

“Coba ditawar, kalo tidak boleh, suruh genduk-mu menghapus pakai karet saja.”

Aku hendak tertawa, tapi segera kudatangi mereka dan bertanya seperti pelayan toko pada umumnya. “Cari apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • mesainin

    I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'

    Comment on chapter Epilog
  • cimol

    ayoo !!!

    Comment on chapter Prolog
  • wfaaa_

    next chapter!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Babak-Babak Drama
476      331     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
ATMA
327      233     3     
Short Story
"Namaku Atma. Atma Bhrahmadinata, jiwa penolong terbaik untuk menjaga harapan menjadi kenyataan," ATMA a short story created by @nenii_983 ©2020
Anak Coklat
336      215     0     
Short Story
Alkisah seorang anak yang lahir dari sebatang coklat.
Reandra
1928      1137     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Semu, Nawasena
9896      3122     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
Premium
GUGUR
15449      2039     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
Bullying
573      353     4     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5712      1912     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Ibu
542      326     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
Just For You
6235      2048     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...