Read More >>"> Denganmu Berbeda (#18) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Denganmu Berbeda
MENU
About Us  

‘BREAKBREAK NEWS:

Tragedi di Koridor Tangga

 

Kasus Lana-Irena-Varen-Candra rupanya terus berlanjut, gaiz! Hari itu, tepatnya kemarin, Irena melabrak Lana waktu kelas mereka sepi. Irena menyuruh Lana untuk meminta maaf, tapi yang terjadi Lana justru mengolok-olok Irena yang sedang patah hati!?!?! SKSK GAK WARAS. Lebih lagi Lana menolak untuk minta maaf!! GILA GAK, TUH?! Karena Irena terlanjur emosi, ia lepas kendali dan mendorong Lana sampai Lana terkapar di UKS.

Eitss!! Bukan berarti Irena baik, ya, gaiz! Dia justru sengaja mendorong Lana! Lana emang harus dapet ganjarannya, tapi cara itu gak berkemanusiaan, kan?!

Lalu, bagaimana pendapat kalian?

-Seksi Jurnalistik'

“Orang gila!” desis Dienka berapi-api.

“Udaah,” ujar Candra berusaha menenangkan gadis itu.

“Udah gimana?! Iris makin ngelunjak, Can! Gara-gara dia makin hari Lana makin dibenci! Kasihan Lana!”

“Kita bisa apa?” lirih Candra pasrah. Tak ingin Lana yang sedang menatap kosong atas jalan raya itu tersadar akan apa yang mereka bicarakan. Lana memilih tak memakan apa pun kali ini.

“Gue mungkin gak bisa apa-apa ... tapi lo bisa, Can!”

“Kalau Iris bikin kabar aneh-aneh lagi? Kalau Lana gak 'tertolong' dan dia makin ... tertekan?”

Dienka berseru kuat-kuat. Percakapan ini sukses membuat kepalanya pening. Ketika menimbang-nimbang banyak hal, rupanya berdiam diri memang cara yang terbaik.

“Guys.” Lana berujar, “kalian gak perlu pusing-pusing mikirin jalan keluarnya. Kalian cukup ada di sisi gue. Dan dengan hal itu, gue bakal dan akan terus bertahan,” decit Lana. “Ya?”

Candra dan Dienka saling tatap sejenak, sedikit terbata-bata. Lantas lantaran sama-sama tertegun, keduanya beralih menyeruput mie ayam yang belum tersentuh sedikit pun dengan enggan. Hal itu semata-mata mereka lakukan sebab tak ingin berjanji dan mengingkarinya suatu hari.

🌻

“HAHAHAHAHAHAH!” 

 

Gelak tawa memenuhi ruang loker tatkala Lana mendapati banyak sampah basah dalam lokernya. Membasahi serta mengotori baju olahraganya. Gadis itu memaku sejemang, tetapi lekas membanting pintu loker dan berlalu seakan hal itu normal-normal saja. Menyisakan desahan kesal dari para biang kerok yang mengamatinya.

Raga Lana langsung melemas di balik pilar bangunan, sesak akibat mendapati banyaknya kotoran yang membuatnya sengsara. Misofobia, tentu saja. Tubuhnya kuyup akan keringat dingin, ditemani detak jantungnya yang amat lajak—sedikit gelisah. Kemudian sebab tak tahan lagi, ia buru-buru melesat menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya pagi tadi di sana.

“Lo gak olahraga?” Lana mengiyakan pertanyaan Candra dengan anggukan. “Lagi?”

“Gimana lagi? Gue cuma punya satu setelan seragam olahraga.”

“Sana pinjem di ruang OSIS! Gue temenin.”

“Nggak, ah. Nggak apa-apa. Lagian aku lebih suka di kelas.”

Candra mengangguk, memahami gadis itu. Lana pasti jauh lebih nyaman menyendiri dengan angan-angannya banding melakukan kegiatan yang sangat dibencinya itu. Terlebih semua orang tak lagi 'ramah' padanya.

“Gue bakal sampein Pak Mat kalau lo nggak bisa ikut.” Lana mengangguk, memaksakan satu senyuman di bibirnya.

“Makasih ya, Can.”

Candra kembali menyengguk, sebentar kemudian segera berlalu dengan senyum manis yang terlampau tulus. Kadang jika begini, Lana jadi merenungkan ucapan Irena saat itu—mengenai Candra.

Apa lebih baik dia mencoba menerimanya?

“CK! Lo terlalu baik, Lan! Harusnya lo lawan mereka balik! Prinsip hidup lo apa, sih?!” Dienka merasa gemas. Kadang melawan balik sampai mereka terbungkam itu perlu!—prinsipnya.

“Prinsip gue—“

“Tenang dan selalu sabar,” potong Candra. Melebarkan senyuman di iras milik Lana yang baru akan menyatakannya.

Geram tetapi tak bisa melakukan apa pun, Dienka berakhir berdecak samar. Menenggak es jeruknya tidak santai.

“Eh, Can? Lo nggak ikut rapat ketua kelas lagi?” tanya Lana. Pertanyaan itu sedikit mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.

“Buat apa?” tanya Candra balik dengan cuek. Atensinya masih pada es campurnya yang terus ia aduk acak.

“Ya buat bahas sekolah, lah!”

Candra mengedikkan bahunya acuh tak acuh. “Gue udah nggak.”

Lana dan Dienka sama-sama menautkan kedua alis mereka, saling tatap penuh tanda tanya. “Nggak rapat lagi?” terka Lana ayal.

“Ketua kelas.”

“HAH?!” pekik Dienka penuh ekspresi, meski seharusnya Lana yang jauh lebih tergemap. “Kenapa? Jadi ketua kelas itu poin plus banget! Apalagi Glare High School kan SMA yang bergengsi!” imbuh Dienka masih sama terkejutnya.

“Ada seseorang yang harus gue jaga. Dan gue gak mungkin buang-buang waktu buat jadi Ketua Kelas.”

“Orang yang lo—“ Kedua netra Dienka membulat sececah. Tahu persis akan siapa yang Candra maksud. “oh,” lirihnya. Dienka lalu tertawa hambar.

Lana menentang Dienka beberapa saat; sedang Dienka masih membisu, memandangi gelasnya yang hanya menyisakan ampas gula. “Berarti Kaya yang sekarang jadi ketua kelas?” Lana bertanya.

Candra menganggut. “Siapa lagi yang bisa gue percaya? Lo gak bakal mau, 'kan?”

Lana tersenyum getir, memainkan kacamata yang ditanggalkannya. “Mereka juga gak akan sudi.”

“Udah ... kok malah jadi bahas ini?” desah Candra penat. Beralih menatap Lana sepenuhnya. “Lan, gue pastiin lo nggak akan berlama-lama di posisi ini. Gue bakal cari cara biar mereka tahu yang sesungguhn—“

“Jangan, Can. Gue udah banyak repotin lo!” sela Lana tegas.

“Nggak! Gue bakal tetep cari cara. Karna kalau hari itu gue gak bawa lo ke rooftop, mungkin semua ini nggak akan terjadi.”

Masih bersikeras, Lana menggelengkan kepalanya, “Nggak ada yang salah di sini, Can. Mungkin Tuhan lagi mau menunjukkan atau menyadarkan aku akan sesuatu, lewat peristiwa ini. Tuhan nggak mungkin buat umat-Nya menderita.”

Dienka masih terbungkam. Sepasang netra miliknya memandangi Lana yang masih sempat-sempatnya menyunggingkan senyuman. Boleh jadi jauh dalam hati gadis itu telah lelah mendapati banyak cobaan dari Sang Maha Kuasa; namun, Lana kentara sangat tabah. Hal itu sungguh melantarkannya iri.

“Semoga,” timpal Dienka dengan mata yang masih menerawang.

“Balik kelas, yuk? Semenit lagi bel,” ajak Candra.

Lana yang sesungguhnya tak memesan apapun itu lekas beranjak dari kursi. Ia hanya bisa melongo kala sekonyong-konyong Candra melemparkan hoodie hitam ke arahnya tanpa instruksi.

“Lebih baik mencegah daripada menghadapi."

Lana mengedikkan bahunya, bergegas mengenakan hoodie itu. Harum setiap jengkal kainnya khas, khas Candra yang maskulin sekaligus sweet.

“Tudungnya jangan lupa!” Penuh perhatian, Candra menaikkan tudung hoodie itu sampai menutupi keseluruhan iras Lana. Menciptakan seringai manis yang tersembunyi di balik tudung hitam itu.

“Lo gak balik, Ka?” Pemuda itu bersilih melirik Dienka yang lekas memecah lamunannya. Gadis itu sempat kehilangan fokus.

“Oh? Gue harus ke UKS. Hari ini gue tugas. PMR.”

“Nggak apa-apa kita duluan?” tanya Lana dengan suara lembutnya.

“Iyaaa, gue juga harus ke ruang OSIS dulu. Lagian gue juga biasanya sendiri.”

“Kita duluan, ya.” Candra menarik lengan Lana dengan lembut. Membawa gadis itu untuk berlari kecil, melesat ke koridor kelas mereka tanpa membiarkan Lana mengucapkan sepatah kata lagi pada Dienka. Jelas hal itu menimbulkan pertanyaan yang cukup mengusik Lana.

“Kenapa?" bisik Lana di sela langkah mereka menuju kelas.

“Apanya?”

“Lo kayak ... kurang suka sama Dienka,” cicitnya.

Candra bergeming cukup lama hingga akhirnya buka suara saat membelokkan tubuh ke koridor kelas X, “Bukannya kurang suka, tapi waspada.”

“Alasannya?”

“Nggak mustahil aja kalau Dienka utusannya Iris. Atau mungkin Irena. Atau Tania.”

Lana mangut-mangut, sedikit menyetujui ucapan Candra. Hanya sedikit. “Kalau lo terbukti salah?”

“Gue bakal terima dia,” ujar Candra mantap.

🌻

“Heh!”

Lana tersentak. Seseorang telah mendepak bangkunya dan membangunkannya secara tidak langsung dengan cara menyebalkan. Masih tergemap, dara itu mengedipkan dua ain-nya secepat kilat. Mengerutkan glabela ketika mendapati sesosok laki-laki—yang entah siapa— berdiri di hadapannya; memasang mimik garang.

“Siapa—“

“Gue minta lo beliin rokok lima kotak. Terserah merek apa, terserah juga di mana. Sekarang!” Sosok yang sama melempar beberapa lembar uang berwarna biru ke irasnya. Melantarkannya spontan memejamkan kedua netra dalam-dalam—menahan amarah.

“Maaf, gue bahkan gak kenal lo siapa.”

“Buruan! Lo goblok atau gimana, sih? Lo nunggu apa?!” sentaknya kasar, abai akan ucapan Lana beberapa detik sebelumnya.

Tersulut emosi, Lana mengeraskan rahangnya kuat-kuat, “Sekalipun lo kakak kelas gue, preman, orang kaya, atau apalah itu; gue tetep gak sudi! Kelas ini juga bukan kelas lo. Lo harus cari orang lain karena gue menolak.”

“LO BILANG APA?” Elard—laki-laki itu tertawa sarkasme. “Ternyata bener kata Iris; lo tuh kebanyakan gaya dan harus dikasih ganjaran yang berat.” Elard menyambar kerah Lana sekasar mungkin, hampir mencekiknya karena kuatnya tarikan itu.

Namun, belum ada dua detik lengannya mencengkeram kerah Lana, tahu-tahu saja pemuda lain berhamburan ke arah keduanya. Menghadiahkan satu bogem mentah tepat ke rahang Elard. Penyebab dari raga Elard nan terhuyung ke belakang.

“L—“

“Sekali lagi gue lihat lo deketin Lana, gue bakal bikin salah satu rusuk lo patah!”

Elard mengusap darah di sudut bibirnya. Menatap nyalang pada Candra yang naik pitam. “Lo pikir gue takut?” Elard menyeringai, membuat Candra maju beberapa langkah untuk melayangkan tinju lainnya—kalau saja tubuhnya tidak di tahan paksa oleh Lana.

“Gue bahkan nggak keberatan kita adu jotos sampai salah satu di antara kita gugur!” 

 

Candra yang jauh lebih tenang itu tak mengindahkan ocehan Elard. Lebih tertarik untuk menentang iras Lana yang teramat khawatir tersebut. Merasa direndahkan Elard meninggalkan kelas mereka dengan umpatan yang terus ia ucapkan. 

“Lo gak kena tonjok, ‘kan?”

Lana mengesah, menatap manik mata Candra dengan tajam. “Harusnya itu yang gue tanyain!”

“Nggak perlu khawatir. Kalaupun wajah gue babak belur, gue tetep ganteng.” 

 

Lana menghantam dada bidang itu lantaran sebal, sedang Candra hanya menarik wanodya itu ke pelukannya. “Gue sayang lo, Lan.”

“Gue tahu," desis Lana membalas pelukannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dream of Being a Villainess
866      485     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Aditya
1161      473     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
12211      1916     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Ghea
418      268     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
The Secret
335      217     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
KataKu Dalam Hati Season 1
3535      1069     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
A Day With Sergio
1080      523     2     
Romance
Nightmare
391      264     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Kesempatan
16788      2702     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Lazy Boy
4192      1114     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...