Read More >>"> Denganmu Berbeda (#14) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Denganmu Berbeda
MENU
About Us  

Bohlam lampu usang yang berada di atas raga Varen berkedip kedua kalinya; mengalihkan atensinya meski sejenak. Jam dinding kuno yang tergantung di dinding telah menunjukkan pukul sembilan malam. Di sana, Varen masih menyesap kopi panas yang iseng dia pesan kala terduduk di sebuah cafe—tempat yang ia asal pilih untuk bertemu empat mata dengan wanodya nan terus mengaku bahwa sibuk sepanjang waktu.

Sesosok gadis muncul dari balik mobil, berlari dengan langkah mungil bersama lengan yang menenteng tas mahalnya. Ia tampak sangat mencolok meski langit sudah menggelap dan tersinar samar oleh rembulan.

Gadis yang sama membuka pintu cafe dengan feminim, mengerising tipis tatkala langsung menemukan Varen yang menatapnya tajam. Tanpa berlama-lama, ia mengegah elok ke meja persegi bernomor 03. Meja Varen.

Sepanjang langkahnya, Varen terus menentangnya dengan tatapan menusuk. Namun berhubung Iris sudah gila, ia terus mengembangkan kerising. Terduduk di meja yang sama dengan seringai yang kian melebar.

“Gilaaa ... gue berhasil bikin tiga orang sekaligus—yang lagi jadi buah bibir sekolah hubungin gue dengan mudahnya. Nggak sia-sia emang,” celetuknya menyombongkan diri. Berlagak terkejut.

Varen tersenyum sekejap, tetapi bibirnya mengucapkan dengan santai, “Lo tuh ibarat upil tahu, nggak?”

Ain Iris membelalang bersamaan dengan mulutnya yang terbuka lebar. Tangan kanannya memegang erat dadanya, terlonjak akibat makian itu yang jadi sapaan Varen pertama kalinya.

“Lo sampah!”

“Bentar, deh! Lo bisa jelasin makna 'upil' tadi?”

Varen tersenyum miring, memulai aksinya. “Tapi lo jangan berharap banyak sama apa yang bakal gue bilang nanti. Gue Varen, cowok gila bukan cowok savage.”

“Terserah!” ketusnya, mendesak untuk mengetahui makna upil tadi. 

“Lo tuh ibarat seonggok upil. Iya gue tahu, awalnya lo dicari-cari. Butuh sedikit tenaga untuk dapetin lo. Tapi, lo dicari untuk dibuang.”

“Maksud lo?!” pekik Iris tak terima.

“Gue tahu, pada akhirnya lo bakal terbuang dan segala effort lo itu jadi percuma.” Varen terus melebarkan senyumnya. Kian lebar senyum itu, napas Iris semakin tak beraturan. Dadanya bergemuruh akibat ingin menampar laki-laki gila tersebut.

“Apa yang lo tahu tentang gue?!” Iris sedikit menaikkan tubuhnya dari kursi. Ingin rasanya telempap kanan itu menampar pipi Varen sekuat tenaga. Kalau saja wajah Varen tidak sesempurna itu, sudah dipastikan ia benar-benar melakukannya.

“Lo Iris Notabayu. Anak XI IPS 03. Punya banyak rencana buat hancurin Lana, atau Irena. Right?”

“Kok lo—“

“I'm a nut boy. Remember?” Iris mendengkus kasar, kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi. "Kalau spekulasi gila gue bener, berarti lo sama gilanya dong?"

"Tapi gue gak gila!"

“Dan lo akui fakta tadi?” Varen tertawa renyah. Justru tanpa sadar Iris mengakuinya seorang diri.

“Bacot. Ngaku aja, info yang lo tahu gak cuma itu, ‘kan? Lo mesti dapetin semua info dari Septhian gila itu! Kalian berdua cocok jadi sobat sakit jiwa!” maki Iris naik pitam.

“Ckck, heran gue. Kenapa di dunia ini kalau orang kelewat pinter justru dibilang gila?”

“Berisik! Udah buruan lo bilang buat apa lo tahan gue di sini!”

Varen menyandarkan keseluruhan punggungnya pada kursi setinggi punggung atletiknya itu, menyeringai kembali. “Gue cuma heran, sih, kenapa cewek kayak lo habisin banyak waktu buat hancurin hidup orang bukannya menata masa depan.”

“Bukan urusan lo.”

“Urusan gue, dong! Lana kan calon istri gue.”

“Dalem mimpi lo! Gue emang benci Lana, tapi Lana gak sebodoh itu buat buang Candra dan pilih lo yang gak jelas.”

“Yang penting gue jenis good boy yang gak sentimental dan gak punya penyakit psikologis. Apalagi suka ngadu domba, ups!” tekan Varen, terlebih pada kata 'ngadu domba'nya barusan.

Iris menggeram kesal. Mencengkeram erat tali tasnya yang mungkin akan putus jika jemari itu terus mencekiknya.

“LO MAU APA, HAH?!” Iris menghantam meja yang berdiri di tengah keduanya dengan rampus. Berhasil mendorong keseluruhan orang untuk menoleh ke arahnya, ke arah meja keduanya.

“Gue sih simple aja. Cuma pengen denger pengakuan langsung dari bibir menor lo itu.”

Iris menggasak meja itu kedua kalinya. Ia bersilih menghela napas dalam-dalam lantas mengembuskannya kasar. Berupaya sabar.

“Iya! Gue author dari konten Breakbreak News. Gue juga yang utus beberapa Seksi Jurnalistik buat sorotin Lana setiap waktu dan ... woah.” Iris tergelak sesaat, “Gue gak nyangka lo demen sama Lana yang, pftt ... kampungan.”

“Cuma tentang Lana? Yang lain?”

“Lo kira berita di TV semuanya bener?”

“Bagus, deh. Setidaknya secara tidak langsung lo ngakuin itu.” Varen mengerising lebar, beralih menunduk dan memandang ponselnya; otomatis menciptakan kerutan pada kening sang gadis.

“Ngapain lo?!” Iris mendelik sangsi.

“Ini, ada yang kangen sama lo.” Varen menaikkan lengannya, memperlihatkan layar ponselnya tepat di depan netra Iris yang segera terbuka lebar. Gadis itu sengap.

'Sekakmat!’ seru Septhian dari sambungan telepon via suara bertepatan dengan tersimpulnya kerising dari bibir Varen. Kendati tampak terkejut setengah mati, Iris hanya tergelak seolah itu bukan hal yang dapat mengancam segala siasatnya.

“Okee! Gue akui lo pinter, Ren. Tapi sayang, cuma lo sama Septhian saksinya.” Iris tersenyum miring, “Apa mereka—seluruh murid— bakal percaya sama kalian? Banding gue detektif sekolah? Imposible,” kekehnya.

Septhian meresponsnya dengan kekeh sarkasme, menertawakan kepercayaan diri dara itu. Iris membangun suasana seakan dia-lah yang menang, padahal ia tertangkap basah telah menipu banyak orang.

‘Gue tau lo bakal bilang ini, makannya buat jaga-jaga gue rekam ucapan lo.’

Iris menggeram singkat, mengentakkan tungkainya atas permukaan lantai. Arkian, tanpa berniat berlama-lama di sana, Iris menyambar tas tangan hitamnya seraya berdiri—menghadap Varen sepenuhnya. “Lihat aja, Ren. Kalau lo berhasil buat rencana gue hancur berantakan, gue bakal buat lo nyesel!”

Iris berbalik meninggalkan café sederhana itu dengan gusar dan terus menggeram, mencuri banyak perhatian para pelanggan; menyisakan kasak-kusuk meski hanya sebentar. Banyak yang beranggapan bahwa yang barusan adalah masalah putus cinta, jadi mereka abai saja.

‘Lo keren banget, sih, gue akui. Ternyata ini pesona loo? Aliiig. Gue terpukau.'

“Dih, akhirnya lo terpesona juga, kan?!” sungut Varen, tetapi Septhian hanya terkekeh. “Oh, ya ... gimana kalau kita bikin kesepakatan aja sama Iris? Memanfaatkan suasana?”

Gumaman panjang terdengar dari sambungan telepon. Septhian tengah berpikir sejenak. ‘Terserah lo. Apa pun itu bakal gue dukung selama lo gak kelewat bates. Gue cuma bisa ngomong 'hati-hati' ke lo.’ 

“Hah? Hari ini gue naik taksi. Lo kalau mau ngomong 'hati-hati' ke pak sopirnya aja. Eh, tapi kalau lo sibuk, gue bakal sampein salam ke pak taksi nanti.”

‘Bukan itu, Kudaniil!’

“So?”

‘Pacar Iris tuh ketua geng brutal di Glare High School. Bukan geng motor, tapi preman bergengsi. Yaa ... gue jarang sih papasan sama dia. Setiap hari kalo gak di kantin, dia mesti ada di belakang sekolah. Penindas,' terang Septhian dengan lancar jaya.

“Serius?” Varen tergelak samar, “Manusia jenis itu ternyata ada di dunia, ya? Gue kira di novel-novel fiksi aja,” imbuhnya.

‘Gue minta lo hati-hati, bukan komentar!’

“Hm, gue paham! Eh, anyway, siapa?”

‘Namanya? Elard. Elard Arkana.’

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dream of Being a Villainess
865      484     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Aditya
1161      473     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
12197      1916     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Ghea
418      268     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
The Secret
335      217     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
KataKu Dalam Hati Season 1
3534      1068     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
A Day With Sergio
1080      523     2     
Romance
Nightmare
391      264     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Kesempatan
16769      2684     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Lazy Boy
4191      1114     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...