Lana meremas rampus plano novel kesayangannya yang tengah ia baca ulang tatkala Iris—ketua Seksi Jurnalistik— mengirim isi Breakbreak News terbaru yang seantero isinya seputar ia, Varen, juga Candra.
| Iris Kompor:
Sumpah Lan
Gue kesel banget sama yg publish ini
| Lana:
Bukannya itu anak2 lo?
| Iris Kompor:
Iyasih
Eh tapi...
Beritanya beneran?
| Lana:
ENGGAK YA TUHANNN!!
BEDA BANGET SAMA REALITA!!!
| Iris Kompor:
Yamaha
Gue gatau
| Lana:
PLIS URUS ANAK2 LO, RIS!
MASA DEPAN GUE YANG ILANG!
| Iris Kompor:
Baguslah
Eh maap typo, parah dong!?
| Lana:
IYALAH KUTU KUPRET!
| Iris Kompor:
Besok gw robek" dah tuh kertas
Jadi dua
| Lana:
Jangan!
ROBEK KERTASNYA SAMPE JADI ATOM!
SAMPE GAK ADA SATU HURUF PUN YG TERLIHAT!!
| Iris Kompor:
Muka gile
Lo sendiri aj gmn?
| Lana:
ENAK AJA!
TANGGUNG JAWAB TIM LO DONG!
| Iris Kompor:
Eh tapi Lan
| Lana:
Paan?
| Iris Kompor:
Berita tentang Irena bener loh
| Lana:
Yang mana?
| Iris Kompor:
Barusan ege, gmn si
| Lana:
Irena?
Suka sama Varen?!
SUMPAH?!
| Iris Kompor:
Kenapa? Merasa tersaingi?
| Lana:
Astagaaa Iriss
Irena kan sahabat gue. Entar kalau gue dikira nikung gimana?
Pokoknya LO HARUS REHABILITASIIN GUE
TITIK GAK PAKE SPASI
| Iris Kompor:
KOMA BEGO!
| Lana:
Yaudah bye
Gue mau tidur
See u
Jangan lupa tugas u!
| Iris Kompor:
See you too
Iris mengeban gawainya ke sembarang arah. Napasnya terengah-engah, mendadak merasa amat gerah. Gadis itu telah dipenuhi oleh amarah.
“Sok banget, sih, jadi anak? Sok peduli sama Irena! Tuh anak demen sama duitnya doang, ‘kan?!” Iris meraung kuat-kuat. “Gak! Gue gak bakal rehabilitasi nama lo. Lagian siapa lo suruh-suruh gue?! Emang gue babu? Gue terlahir emang buat rusakin hidup lo sama Irena. Cabe-cabe sekolah yang sok dan—akhhh!"
Iris menarik napas panjang.
“Liat aja! Kalian bakal nyesel suatu harii!” jeritnya dalam satu napas. Lengannya terus memorak-porandakan ranjangnya sendiri; melanting bantal, selimut, guling, dan berbagai objek yang ada ke asal tempat.
Iris adalah anak kelas XI IPS 03. Terkenal dengan gelar 'Kompor Hidup' kausa kerap buat masalah. Apalagi perangai bermuka duanya yang hampir seluruh galaxy tahu. Ia amat molek, nekat, serta tak tahu malu. Jauh-jauh lebih genting dari Irena. Pun ia merupakan salah satu tokoh antagonis yang ingin diakui—panas hati-lah pemicu utamanya.
Meski terlihat tak meyakinkan, ia telah menyusun rencana A-Z untuk menghancurkan keduanya—Lana pun Irena.
Dan, ya, dialah biang kerok di balik berita hoax yang adalah awal dari semuanya.
🌻
“Irenaa! Ayo keluar, sayang!”
Irena sekadar membisu, termenung tanpa suara. Berjam-jam dilewatinya untuk meringkuk dalam bilik mewahnya. Ilona, Norman, serta Kakak perempuannya berupaya membuat gadis kesayangan itu menampakkan diri melalui bujukan-bujukan yang menggiurkan. Namun, tak satu pun kata keluar dari mulut Irena.
Wanodya itu berhasil membuat orang tuanya nyaris menyerah. Keduanya malar-malar berniat memanggil teknisi atau siapapun itu yang bisa mendobrak pintu kamar anak bungsu mereka—mereka hanya mengkhawatirkan buah hatinya.
Ketika beragak-agak membaringkan tubuh dan istirahat sejenak, Irena dikejutkan oleh suara ketukan kuat pada kaca jendelanya. Gegas ia berpaling; mendapati kakaknya yang nekat melonjak dari jendela kamar ke jendela kamarnya yang sama-sama berada di lantai tiga. Boleh jadi perempuan itu sungguh mengkhawatirkan adik tercintanya hingga mengambil jalan pintas yang sangat cukup dikatakan gila.
“Quickly, bae! Kakak takut, nih,” jerit wanodya bersurai cat biru terang tersebut.
Setelah menghela napas panjang, perlahan Irena mengegah menuju jendela. Membukanya lebar-lebar lantas membiarkan kakaknya masuk dan melangkahi nakas kayu jatinya.
“What happend to you? Seriously?” jeritnya—Alika Jasinda. “Tahu, nggak? Mama sampe telpon Grandma saking paniknya! Lo kenapaa?”
Irena tak menjawab jeritan Alika.
“Lo gak biasanya kayak gini, loh. Lo napa, Ren?”
Irena tak kunjung menjawab ocehan Alika; menyibukkan diri dengan rebahan pada ranjang.
“Renaa!”
Irena berpusing pada kakaknya, mendelik tajam, “Stop call me like that!” sentak Irena. Sebab baginya, hanya Varen-lah yang boleh memanggilnya dengan sebutan itu.
Alika tertawa renyah, mendaratkan pantatnya pada ranjang yang sama. “Masalah cowok, nih pasti!”
Irena meresponsnya dengan dengkusan.
“Kakak bener, ‘kan?” Alika terkekeh lirih, merasa konyol. “Lo ditikung? Apa lo nikung trus sahabat lo marah? Atau, atau ... cinta bertepuk sebelah tangan? Apa ... gebetan lo guy?”
“Al! Please, shut up!” desis Irena pada akhirnya.
Alika mengembuskan napas, menaikkan satu alisnya terang-terangan. Membiarkan adik tercinta mulai cerita dengan sendirinya.
“Ck, ada gosip kalau Lana, sahabat gue itu suka atau malah pacaran sama Varen. Ahh, bodo deh. Susah jelasin!” Irena kembali merebahkan hulunya di atas bufer putih yang basah akan air mata.
“Ih, pelan-pelan. Gak usah buru-buru, gak ada yang perintah lo untuk cerita dalam satu menit. And please big no to menye-menye. Lo tahu gak wajah lo sekarang kek apa? Kek sipanse,” oceh Alika.
Irena mengangguk patah-patah. Mulai bercerita meski sesekali Alika memotongnya sebab terlalu antusias.
“Serius?! Drama banget. Lo kayaknya overacted, deh,” cibir Alika.
“Terus gue mesti gimanaa? Lo apaan banget sih gak kasih solusi! Gue kesel udah cerita sama lo.”
“Hiiih, kan kakak pernah bilang: jangan main sama orang beda kasta!” tekan Alika tajam.
“Apaan, sih? Lana gak sejahat itu!” pekik Irena tidak terima. Sementara di sana, kedua orang tuanya sibuk menempelkan rungu pada badan pintu—menguping pembicaraan para buah hati. Penasaran.
“Lo lucu banget, ya? Udah ditikung, lo sekarang malah belain cewek gak jelas itu!?” Alika mengembuskan napas kasar-kasar. “Sadar, dek. Lo dimanfaatin cewek itu!” seru Alika, sukses membungkam gadis jelita tersebut lantaran terhasut oleh kakaknya sendiri. Alika terlalu terbawa suasana hingga memandang Lana-lah dalang dari semuanya.
“Kalau lo emang bener adik gue; gue pengen lo bales dendam, Ren. Bakal kakak bantu sebisanya.”
“Bales dendam?!” cicit Irena masih tergemap.
Alika menganggut tegas, “Bales dendam,” ulangnya.
“Tapiii sebelum itu, kita harus pastiin dulu kebenaran beritanya. Oke, ehm ... apa ada orang di sekolah lo yang tahu semua berita dengan baik?”
| Irenaa:
Dumbass
Gue maksa lo bales
| Envy Gurl:
Tumben?
| Irenaa:
Gw mw nny
| Envy Gurl:
Tugas gw udah banyak, lo gak perlu pake bahasa alien
Pusing ngerti, gak?
| Irenaa:
Berita dimading bener?
| Envy Gurl:
Mana gw tau lo suka sama Varen atau gak
Freak lo
| Irenaa:
Gw bukan nanya yg itu!
Satunya
| Envy Gurl:
Tanya aja sama yang bersangkutan
Napa mesti gue?
| Irenaa:
Bukannya salah satu misi Seksi Jurnalistik di SMA kita adalah memberitahukan informasi yang penting dan terperinci?
| Envy Gurl:
Bagi gw itu gk penting
| Irenaa:
Lo sapa sih?
Berani banget padahal gelar juga cuma ketua Seksi Jurnalistik ga guna
Lo gak mau sekolah?
Gampang. Gw kabulin
| Envy Gurl:
Hhh lo emang setan!
Apa yg mau lo tau?
Buruan gw sibuk
| Irenaa:
Yg sopan sama gw!
| Envy Gurl:
Hm
| Irenaa:
Ceritain semuanya yang lo tau
Dari hubungan Lana sm Varen
Jangan sampe lo bohong karena gue gak akan biarin lo menapakkan kaki di Glare High School lagi
🌻
Berbeda dengan Irena dan Lana yang overthinking, Varen justru berbaring santai di ruangan pribadinya dalam restoran miliknya—milik keluarga lebih tepatnya. Kendati sekadar ruang pribadi, tetapi perabotannya amat lengkap; dan tak masalah untuk menyebutnya kamar tidur. Malar-malar terdapat kulkas dan televisi di dalamnya.
Maklum, Varen ini tidak bisa lepas dari camilan serta ranjang. Namun entah absurd atau beruntung, raganya tak kelebihan lemak juga. Padahal ia sangat renggang berolahraga.
Triiing
Varen mendengkus, tetapi tangannya tetap terjulur untuk segera meraihnya.
“Candra berubah pikiran? Oh, atau kabar dari Lana?” monolognya.
Setelah menimbang-nimbang untuk bersicepat membuka pesannya atau tidak, ia langsung mengumpat kesal ketika mengetahui siapa yang mengirimkannya bubble chat.
Septhian, sahabatnya.
| Septhian Hati Ini:
Ren
Renn
Ren?
Varenn
| Varen:
Apaan sih ketua kelas?
Noisy
| Septhian Hati Ini:
Lo kok tenang gitu?
| Varen:
Hah terus gue kudu gimana?
Nangis? Minta maaf gara" late respon?
| Septhian Hati Ini:
Bener gatau ternyata
| Varen:
Dih apaan?
Gak jelas lu beb
| Septhian Hati Ini:
Bab, beb, bab, beb
Oh, udah sembuh ceritanya?
| Varen:
Sejak kapan gue sakit, dodol?
| Septhian Hati Ini:
Shush, cukup
Lo beneran gak tau?
Kata Oyu: Ini beritanya lagi super super duper hot di Glare High School. Lo makhluk primitif kalo sampe gatau
| Varen:
Alay!
Gak tau dan gak mau tau
Gak tertarik. Paling gossip, kabar bebek. Entar juga ilang tuh berita
| Septhian Hati Ini:
Tentang lo, heh
| Varen:
Ooh
Kalau gw ganteng dan suami idaman segalaxy?
Udah tauu, shayy
| Septhian Hati Ini:
Bukan. Tentang Candra juga
| Varen:
Apaan? Kalau gw demen sama tuh anak?
Cih sorry gue picky soal cowok
| Septhian Hati Ini:
Sakit lo, Ren
Gabisa serius?
| Varen:
Iyaiyaa, apaan?
| 'Septhian Hati Ini' send you a picture
| Septhian Hati Ini:
Gue kesel sama siapapun itu yang jadi jurnalis. Dia gak ngerti KBBI, PUEBI. Gak memberi edukasi
| Varen:
Anjayyy
Kok bener?!
| Septhian Hati Ini:
Bener?
Kayaknya kalaupun bener, lo yang guna" Lana deh
| Varen:
Hah guna" apaan?!
| Septhian Hati Ini:
REN
Lo udah baca belum, hah?
| Varen:
Blom
| Septhian Hati Ini:
Blom?
Gue frustrasi punya temen kek lo
| Varen:
Sama, haha
| Septhian Hati Ini:
Udah?
| Varen:
Blom
| Septhian Hati Ini:
Lo kayaknya halal jadi anatomi atau kadaver buat praktek
| Varen:
Dih?
Kan lo yang ngajak gue ngobrol daritadi!
| Septhian Hati Ini:
Bodo
Varen terkikik tertahan, puas menggodai Septhian yang memang sentimental.
Akhirnya ia mengumpulkan niat untuk membuka foto yang suah merebak ke mana-mana. Ain-nya buru-buru membola kala menyaksikan keseluruhan isinya. Ia otomatis sangat-sangat merutuki diri yang justru memperburuk keadaan. Mengenai Irena.
| Varen:
Lo tau siapa ketua Seksi Jurnalistik?