Loading...
Logo TinLit
Read Story - After Feeling
MENU
About Us  

Kanaya menelusuri jalanan aspal, sesekali ia menutupi wajahnya yang terkena terik matahari dengan telapak tangan. Jika hanya di perempatan jalan, itu berarti jalan kaki saja sudah cukup. Dia merogoh saku celana, mengambil kucir rambut dan mengikat rambut cokelatnya menjadi satu ke belakang.

Kaus putihnya berkeringat di bagian punggung. Untungnya dia memakai kaus lengan panjang saat itu, hingga matahari tak membakar kulitnya secara langsung. Jins biru tuanya sedikit longgar, padahal bulan lalu masih terasa sangat ketat. Sudah bisa di pastikan bahwa berat badannya turun lagi. Bulan lalu, angka di timbangan itu ialah 53 kilo. Mungkin sekarang hanya 49 atau 48. Wah, wah, diet yang paling ampuh itu ialah memperbanyak beban pikiran.

Kanaya mempercepat langkahnya. Sesekali ia mengusap keringat yang mengucur di dahi, sambil menyipitkan mata karena silaunya matahari. Jantungnya sedikit berdebar, dia sengaja memperlambat langkahnya karena tempat yang ia tuju sudah semakin dekat. Sebenarnya, dia juga tak yakin akan mengatakan apa jika benar-benar bertemu dengan pemuda itu. Setelah semalaman pusing memikirkan masalah penipuan itu, dia sudah berulang kali mengirim pesan pada aplikasi itu, tapi tidak ada balasan, bahkan sepertinya dia telah di blokir. Ada perasaan kesal terhadap diri sendiri yang tak bisa diungkapkan lewat kata-kata.

Tengah malam saat ia hanya bisa melamun, ia teringat pemuda itu, pemuda yang ingin membunuhnya malam itu. Lantas, itulah alasan dia sekarang ini, berjalan pelan dan menatap lurus ke depan. Toko elektronik yang tak terlalu besar itu terbuka lebar di pinggir jalan, butuh waktu sekitar lima belas menit bagi Kanaya mencapai toko ini dengan berjalan kaki. Walau ia tahu bagaimana panasnya cuaca, itu tak menjadi hambatan. Lihat, begini saja keringat sudah membasahi dahi dan punggung belakangnya. Tak payah lagi memikirkan jemuran di rumah, karena sudah dipastikan semua akan kering dengan cepat.

Seperti toko elektronik pada umumnya, saat masuk, yang disuguhkan pertama kali adalah pemandangan barang-barang elektronik yang di pajang. Kanaya menoleh ke kanan dan ke kiri sambil terus melangkah, memegangi tali tas hitam kecil yang melingkar di tubuh rampingnya. Seorang wanita memakai kemeja berlogo sama dengan nama toko elektronik itu pun menghampiri Kanaya. “Silakan. Ada barang elektronik yang Anda cari?” tanyanya dengan senyum yang ramah.

Kanaya segera melambaikan tangan. Dia rada kikuk. “Oh tidak, sebenarnya aku sedang mencari seseorang.”

Wanita itu sedikit bingung, tapi dia tetap bersikap ramah. “Ah, siapa yang Anda cari?”

“Apa tim penagihannya juga berada di sini? Saya sedang mencari penagih dari toko ini. Saya tidak tahu namanya, tapi dia sering menagih di perumahan ujung sana,” ujar Kanaya memberitahu letak perumahan yang ia tinggali dengan satu telunjuknya.

Wanita itu semakin terlihat kebingungan, dia tersenyum kecut dan memanggil salah satu temannya yang ada di sana. Setelah berbicara sebentar pada temannya itu, mereka berdua pun kembali menghampiri Kanaya. Seorang laki-laki dengan tampang yang ramah itu pun tersenyum pada Kanaya. “Ada yang bisa saya bantu?” katanya.

“Ah, begini, saya sedang mencari seseorang. Dia seorang debt collector dari toko ini. Apa tim penagihan biasanya ada di sini juga? Dia biasa menagih di arah sana.” Kembali Kanaya menunjuk arah rumahnya. “Saya kurang ingat namanya, tapi saya harus bertemu dengannya. Apa bisa Anda menolong saya?”

Terlihat kedua pegawai toko itu saling berpandangan. Si pegawai wanita hanya mengangkat bahunya, sedangkan yang satunya seakan berpikir. Sebenarnya ini memalukan, berpikir bahwa hal yang dilakukan Kanaya, benar-benar aneh. Mereka tidak saling mengenal, apalagi kesan pertama kali mereka juga buruk. Namun, Kanaya tetap ingin bertemu. Tidak tahu mengapa, layaknya sebuah keharusan, yang mana akan menimbulkan perasaan tak nyaman jika Kanaya tidak melakukannya. Padahal yang dia temui adalah seseorang yang bisa jadi betulan pembunuh.

“Oh, bagian penagihan, ya ... mereka ada di sini, di lantai atas. Sebenarnya tim penagihan kami ada tiga orang. Apa Anda bisa memberitahu lebih spesifik orang yang Anda cari?”

Kanaya kembali mengingat-ingat. Dia tak begitu tahu jika harus mendeskripsikan pemuda itu. Yang jelas postur tubuhnya bagus, pemuda itu tinggi, mungkin sekitar 170 sentimeter atau mungkin lebih, lalu dia mempunyai suara yang bagus. Sebagai penikmat anime, di dalam otaknya terbersit satu kata untuk mendeskripsikan pemuda itu, yaitu tampan.

"Hm, dia tinggi dan tampan. Jadi, di antara ketiganya siapa yang paling tampan?” tanya Kanaya dengan wajah yang polos.

Kedua pegawai itu terkejut bersamaan, pegawai wanita itu terlihat sedang menahan tawanya, tapi Kanaya tak peduli. Dia juga tahu bahwa dia sudah gila dengan bertanya seperti itu. Namun, mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur.

“Ah, maaf, jika boleh tahu, ada urusan apa Anda sampai ingin bertemu dengan bagian penagihan kami?”

“Itu ... saya ingin memastikan cicilan barang saya padanya. Saya lupa meminta nomor teleponnya, karena kebetulan saya lewat sekitar sini, jadi saya memutuskan untuk mampir saja. Kami sudah sering bertemu omong-omong. Hanya saja saya lupa namanya.” Kanaya tersenyum kecut saat menjelaskan pada pegawai toko laki-laki itu. Oh, benar-benar kalimat dusta yang konyol.

“Oh begitu. Ah, begini saja, saya akan panggilkan mereka untuk bertemu Anda, bagaimana?”

Saran yang paling bijak. Kanaya segera mengangguk dan berterima kasih. Terlihat pegawai toko itu berlari kecil menaiki tangga. Kanaya mendesah pelan, melirik pegawai wanita tadi yang masih memerhatikan Kanaya dengan tatapan yang seakan berkata, ‘ada apa dengan gadis ini?’ bibirnya mungkin saja tersenyum, tapi hatinya pasti bergumam seperti itu. Walau begitu, bukan berarti Kanaya tak menyadarinya. Dia juga tahu betul bahwa dia sedang mempermalukan dirinya sendiri. Tiba-tiba datang dan ingin menemui seseorang yang paling tampan. Ah, serius, aku ingin menghilang saja.

Cukup lama, bahkan Kanaya sempat berkeliling mengitari ruangan lantai satu itu. Jika banyak uang, dia mungkin membeli semua barang elektronik di sini pikirnya.

Mungkin sekitar lima belas menit setelah pegawai laki-laki itu ke atas. Pegawai itu kembali dengan dua orang yang mengikutinya dari belakang. Tatapan dari keduanya sama, kebingungan.

“Maaf menunggu lama. Nah, ini orang-orang dari tim penagihan kami. Apa salah satunya adalah orang yang Anda cari?”

Mereka sama-sama mengerutkan dahi. Seakan mencoba mengingat orang yang sama sekali tak mereka kenal. Kanaya hanya tersenyum kikuk. Dia memandangi dua orang itu secara bergantian. Yang satu tak terlalu tinggi, kulitnya hitam manis dan wajahnya sedikit garang. Lalu, satunya lagi berkulit putih, dia tinggi dan wajahnya lumayan tampan.

Ini seperti tontonan di siang hari. Seluruh pegawai di sana keluar dan melihat dari belakang. Kanaya tak peduli, dengan wajah polos dia malah berkata, “bukankah Anda bilang ada tiga?”

“Yang satu lagi sedang libur. Lagi pula, setahu saya dia tidak pernah menagih di area sana.”

Kanaya sedikit termenung. Dia mengulum bibir sesaat dan berkata, “orang yang sedang libur itu ... bagaimana orangnya? Ah, maafkan saya, tapi saya hanya ingin memastikan saja.”

Pegawai toko laki-laki itu awalnya sedikit kaget. Untuk seorang pegawai, dia mempunyai sikap yang sangat baik. Terutama menghadapi Kanaya, yang lazimnya bukan pelanggan di toko itu. “Oh, dia sedikit pendek. Nah, ini fotonya.” Dia memperlihatkan sebuah foto di ponsel. Kanaya melihatnya, dan sudah sangat jelas orang itu bukanlah yang ia cari. Dia pendek, perutnya sedikit buncit dan dia terlihat berumur di atas tiga puluh lima.

Kanaya kembali menatap kedua penagih yang berdiri di samping pegawai laki-laki itu. “Apa dia yang paling tampan?” tanya Kanaya dengan mata yang menjurus ke salah satu penagih itu.

Si pegawai toko laki-laki itu tampak ingin tertawa sembari melihat temannya yang ditunjuk oleh Kanaya, begitu pula dengan pegawai toko lain yang berdiri di belakang. Suasananya jadi sedikit riuh, walau hanya sebentar. Si penagih yang ditunjuk sebagai paling tampan pun mengulum senyum, wajahnya memerah menahan malu. Ia mengerutkan kening dan memandang Kanaya. "Sebenarnya ada apa?" tanyanya.

Suaranya berbeda. Kanaya melirik ke arah belakang, di mana para pegawai yang lain sedang berdiri seperti melihat opera. “Boleh saya pinjam topi Anda? Sebentar saja.” Kanaya meminta tolong pada seorang pegawai yang mengenakan topi berlogo nama perusahaan. Orang itu mengangguk dan memberikan topinya.

“Maaf, bisa tolong pakai topi ini? Maaf, hanya sebentar.”

Laki-laki itu mendesah kasar. Dia mengangguk setuju dan memakai topi itu sesuai permintaan Kanaya. Gadis itu memandangnya cukup lama dan hampir membuat laki-laki itu menunduk karena malu. “Sepertinya Anda bukan orang itu.” Kanaya berkata pelan dengan lesu. “Anda memang tampan, tapi Anda bukan orang yang saya cari. Maafkan saya sudah merepotkan!”

Laki-laki itu tersentak. Raut mukanya memerah, tampaknya dia agak kesal atau mungkin dia hanya malu. Dia tak mengatakan apa-apa kecuali melepas topi dari kepalanya dan kembali naik ke atas.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dont Expect Me
498      374     0     
Short Story
Aku hanya tidak ingin kamu mempunyai harapan lebih padaku. Percuma, jika kamu mempunyai harapan padaku. Karena....pada akhirnya aku akan pergi.
Oh My Heartbeat!
362      250     1     
Romance
Tentang seseorang yang baru saja merasakan cinta di umur 19 tahun.
Cecilia
475      256     3     
Short Story
Di balik wajah kaku lelaki yang jarang tersenyum itu ada nama gadis cantik bersarang dalam hatinya. Judith tidak pernah menyukai gadis separah ini, Cecilia yang pertama. Sayangnya, Cecilia nampak terlalu sulit digapai. Suatu hari, Cecilia bak menghilang. Meninggalkan Judith dengan kegundahan dan kebingungannya. Judith tak tahu bahwa Cecilia ternyata punya seribu satu rahasia.
Marry Me
445      313     1     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….
The Difference
8584      1879     2     
Romance
Diana, seseorang yang mempunyai nazar untuk berhijab setelah ada seseorang yang mengimami. Lantas siapakah yang akan mengimami Diana? Dion, pacar Diana yang sedang tinggal di Amerika. Davin, sahabat Diana yang selalu berasama Diana, namun berbeda agama.
SALAH ANTAR, ALAMAKK!!
830      585     3     
Short Story
EMMA MERASA BOSAN DAN MULAI MEMESAN SESUATU TAPI BERAKHIR TIDAK SEMESTINYA
Untuk Reina
24674      3722     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Gi
1046      604     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
6 Pintu Untuk Pulang
623      351     2     
Short Story
Dikejar oleh zombie-zombie, rasanya tentu saja menegangkan. Apalagi harus memecahkan maksud dari dua huruf yang tertulis di telapak tangan dengan clue yang diberikan oleh pacarku. Jika berhasil, akan muncul pintu agar terlepas dari kejaran zombie-zombie itu. Dan, ada 6 pintu yang harus kulewati. Tunggu dulu, ini bukan cerita fantasi. Lalu, bagaimana bisa aku masuk ke dalam komik tentang zombie...
ATHALEA
1323      584     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.