Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Last tears
MENU
About Us  

Aku mulai merasakan ada perbedaan dalam tubuhku, namun aku mencoba untuk tidak menghiraukannya. Aku tetap bermain basket, mengikuti latihan-latihan dance. Namun di dalam hatiku paling dalam aku tidak bisa membohongi diriku, ada sesuatu yang tidak beres. Seharusnya, aku sudah mendapapatkan menstruasi di awal bulan, namun ini sudah hari ke 10, dan aku belum juga mendapatkannya. Ada perasaan takut dan gelisah, namun aku berkata dalam hati, pasti ini hanya telat saja. 

"Rama, kayanya aku telat lho." kataku satu kali saat aku berjalan bersama dia.

"Telat apaan?" tanya nya bingung, aku tertawa melihat wajahnya yang bingung.

"Telat bulan, yang kaya cewe2 tuh." kataku lagi sambil memegang tangannya.

"Hah" ucapnya kaget, sambil melepaskan pegangan tangan ku, dan kemudian menatapku.

"Serius kamu?" tanyanya denga wajah yang berubah.

"Belum pasti sih, semoga telat aja yah. aku juga takut sih." kataku lagi. Rama hanya terdiam saja tidak menjawab. Kami lanjutkan perjalanan kami hari itu tanpa banyak bicara. Rama banyak diam, entah apa yang ada dalam pikirannya.

Hari demi hari berlalu, gelisahku semakin memenuhi pikiranku. Bagaimana kalau aku benar-benar hamil, Bagaimana dengan mimpiku menjadi seorang dancer? Bagaimana dengan masa remajaku? Bagaimana dengan tim basketku dan bagaimana dengan teman-temanku? Tidak terasa airmataku mengalir. Dan aku menjadi sangat ketakutan. Seringkali ku berharap bahwa aku hanya mimpi, namun ketika aku terbangun, aku semakin menghadapi suatu kenyataan yang nampaknya gelap. 

Kata orang-orang tua zaman dulu, makan nanas yang asam untuk bisa menggagalkan calon bayi, jadi setiap hari aku makan nanas asam, di tambah memang mulut ku rasanya ingin yang asam.

"Kenapa sih lu pagi-pagi udah makan nanas asem? ngidam lo?" celoteh Mawar suatu pagi di sekolah.

"Jangan sembarangan ngomong, enak aja lo, terserah gue aja kali." jawabku sedikit ketus sambil berjalan meninggalkan Mawar dan Ria. Aku tahu, mereka pasti bingung melihat sikapku yang tiba-tiba menjadi sensitif.

"Tommy, lo liat si Rama ga?" tanya ku kepada teman-teman Rama yang berdiri di lapangan.

"Ga liat, bentar lagi kali dia datang." jawab mereka tanpa memperhatikan kepanikanku. 

"Kemana sih tuh orang?" gumanku sambil masuk ke kelas dangan perasaan gusar. 

Sudah 2 hari, Rama tidak masuk sekolah. Aku mencoba telepon rumahnya, namun selalu pembantunya yang angkat dan alasannya Rama sedang keluar. Akhirnya, aku pergi ke rumahnya, untuk menemuinya. Ketika aku tiba di rumahnya, ternyata Rama ada di rumah, namun aku merasakan penyambutannya sedikit dingin dan tidak ramah seperti biasanya.

"Rama, koq kamu ga angkat teleponku, aku hanya ingin tahu kabarmu."kataku di hadapannya ketika dia membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk.

"Oh, sorry, aku lagi ga enak badan, kepalaku pusing... Ngapain kamu sampe ke rumahku?" tanya nya yang membuat aku kesel namun aku menyimpannya dalam hati.

"Yah, pengen ketemu kamu, memang ga boleh?" jawabku lagi 

"Hmmm, mau minum apa?" Mataku rasanya mau keluar mendengar jawabannya yang sama sekali ga nyambung dengan ucapanku, aku diam saja tidak menjawab. 

"ok ok...sorry, kamu gimana kabarnya?" akhirnya dia sadar juga 

"Ya begini lah, terus terang, aku rasa deg-deg an dengan keadaanku, aku jadi takut nih." jawabku. Rama kelihatan panik, dan kemudian dia menaruh telunjuk nya di mulutnya pertanda menyuruh aku untuk berdiam diri atau bicara topik yang lain, aku hanya mengangguk saja. 

Aku dan Rama tidak terlalu banyak bicara hari itu, Rama banyak berdiam diri, mungkin dia juga takut. Aku mengerti, apalagi dia anak laki-laki yang paling besar, ayahnya berharap sama Rama dan juga ayahnya adalah orang terpandang, jadi ketakutan Rama pasti double, pikirku. 

"Aku mau pulang deh, udah lumayan sore." kataku.

"Ya udah, aku anterin kamu yah." Rama mengantar aku dengan motornya, namun dia ga terlalu banyak bicara, hanya sekali-kali bercanda. Aku seperti kehilangan Rama yang dulu, yang konyol namun menarik. Rama yang lucu namun seringkali menjengkelkan juga.  Hatiku seperti teriris dalam, melihat sikap Rama yang sedikit berubah, namun aku mencoba berpikir positif mungkin dia shock dan semoga keadaan ini kembali seperti semula, kepada masa-masa milik kami, masa-masa remaja yang indah. Hari itu Rama mengantar ku sampai ke pintu rumahku dan kami tidak terlalu banyak bicara seperti biasanya.

Sudah satu minggu, aku rasa tidak enak badan. Setiap pagi bangun mual dan ingin muntah, namun tidak ada yang keluar. Mama yang mendengar aku lari ke kamar mandi, menjadi khawatir.

"Kenapa kamu, masuk angin?" tanya mama suatu pagi

"Iya ma, seperti nya masuk angin, tapi sebentar lagi juga ok."

"Kalau memang sakit, ga usah sekolah, Tania."

"Ga ma, aku ok koq." jawabku sambil berlari ke kamarku dan merebahkan tubuhku di tempat tidur sesaat, sebelum aku bersiap ke sekolah. Rencanaku, pulang sekolah aku akan ke apotik, dan aku harus memberanikan diri membeli test kehamilan, karna aku mengalami telat hampir 2 bulan.  Dan hari itu, walaupun aku lemas, aku paksakan sekolah dan mengikuti semua pelajaran sekolah yang rasanya ga masuk ke otakku.

"Muka lo pucat amat trus lemes banget, Tania." kata Ria memperhatikanku.

"Masa sih, masih ngantuk kali gue." jawabku sambil menunduk dan melanjutkan langkahku ke kelas.            Di depan kelas, aku melhat Rama yang sedang berbincang-bincang dengan temannya. 

"Rama." panggil ku, Rama menengok namun kali ini, dia hanya mengangkat tangannya kepadaku, padahal biasanya, dia akan berlari menyambutku, bahkan dia tidak akan malu untuk menggandeng tangaku, tapi pagi ini dia hanya seperti itu. Aku bergumam jengkel dalam hatiku. 

"Rama, sini bentar." kataku menarik tangannya.

"Apaan sih?" tanya nya membuatku kesal

"Apaan sih? Kenapa sih tiba-tiba kamu berubah?" kataku mulai marah

"Ya udah sorry, tapi aku ga berubah koq, aku kan lagi ngobrol tadi, Tania."

"Ntar siang, pulang sekolah, anterin aku ke apotik, udah 1 minggu ini aku mual2." kataku, kulihat wajah Rama berubah pucat dan panik, dia memegang kepalanya, tanpa bicara apapun.

"Pokoknya anterin, jangan janji sama siapa-siapa." kataku sambil pergi. Dengan sekuat tenaga aku paksakan diriku dan pikiranku ada di semua mata pelajaran sekolah, namun rasanya tidak ada satu pelajaran pun yang masuk ke dalam pikiran ku hari itu. Dan aku bersyuku sekali ketika akhirnya sekolah berakhir. 

Sore itu aku merasa seperti mati dan hidup, namun dengan keberanian aku melakukanya. Aku pergi ke apotik dengan di antar Rama, setelah itu, tanpa menunggu lama, aku pinjam Toilet di apotik dan aku memeriksanya. Di dalam Toilet, aku menunggu sambil berdoa dalam hati, supaya hasilnya negatif dan aku bisa melanjutkan hidupku.  Beberapa menit menanti rasanya seperti setahun, dan ketika aku melihat garis 2 semakin jelas di test pack, lututku lemas dan gemetar.  Aku mencoba memperhatikan lagi, dan berharap apa yang kulihat salah, namun ternyata garis 2 semakin jelas. Airmata ku menetes tanpa aku sadari, duniaku runtuh, apa yang harus aku lakukan? Aku harus keluar dari toilet ini dan aku harus kuat.

Ketika aku keluar dari toilet dengan wajah yang basah, Rama sudah menyangka apa yang terjadi. Dalam kepolosan anak remaja laki-laki, dia hanya menatapku dan terduduk di tangga apotik. 

"Ya udah, kita gugurin aja, Tania." akhirnya dia bicara setelah beberapa menit terdiam, aku hanya terdiam menangis dan tidak menjawab apapun. Apakah ini jalan terbaik? Apa yang harus lakukan, Tuhan? jeritku dalam hati. 

"Anterin aku pulang ke rumah aja dulu." kataku tidak menjawab pertanyaannya. Rama mengangguk, kali ini dia merangkul ku dan kemudian menuntunku.

"Kamu pikirkan yah, Tania. Kita tidak melakukan dengan sengaja, ini hanya satu kesalahan saja." ucapnya dalam perjalanan pulang

"Rasanya aku ga tega kalau aku harus menggugurkan. dia. itu berarti aku membunuh dia. Dia ga salah, kita yang salah." akhirnya aku membuka suara. 

"Tapi kita masih muda, kita masih punya banyak cita-cita." kata Rama sedikit meninggi.

"Aku akan bicara sama mamaku dulu." kataku

"Kamu gila apa ? ngapain bawa-bawa orang tua? orang tua kita ga perlu tahu." suara Rama kali ini serius dan cenderung tegas.

"Terserah orang tua mau terima atau tidak, tapi aku harus bicara sama mamaku. mamaku seorang yang terbuka." sanggahku tidak mau kalah.

"Aneh bener sih kamu, aku ga mau orang tuaku tahu. titik." 

"Enak amat, orang tua mu juga harus tahu. kamu harus bertanggung jawab." kataku.

"Tania, coba pake otak kamu, jangan pake perasaan kamu. kamu masih punya masa depan."

"Ga ...aku sudah tidak punya masa depan." kataku sambil menangis tersedu-sedu, kali ini aku menangis, karna aku sadar masa depan ku hancur, masa remajaku hancur sudah. Kami berpisah sore itu tanpa ucapan yang ramah, aku menangis meninggalkannya yang berdiri di depan pintu pagar rumahku. 

Satu minggu, aku tidak pergi sekolah. Rasa malu menumpuk di kepalaku. Aku tak kuasa melihat teman-temanku. Menjelang malam, aku akan mengisinya dengan tangisan penyesalan. Dan aku juga berpikir, bagaimana bercerita sama mama, kapan waktunya bercerita kepada mama. Aku tahu, mama seorang yang dapat di ajak bicara, namun kali ini, aku akan menyakiti hatinya, aku akan mengecewakannya. Mamaku adalah single parent, dia berjuang demi aku dan adikku. Mama bekerja siang dan malam, mama bekerja keras supaya aku dan adikku mendapat kehidupan yang baik. Dan mama berhasil memberikan kehidupan yang baik bagi aku dan adikku, kami tidak pernah kekurangan bahkan kami cukup dengan segala yang kami perlukan. Mama sering berkata berkata bahwa dia tidak keberatan bekerja keras asalkan aku dan adikku dapat pendidikan yang terbaik dan miliki cita-cita yang tinggi. Dan kali ini, aku harus memupuskan harapannya atas aku. 

"Tania" tiba-tiba pintu kamarku di ketuk, dan aku mendengar suara mama.

"Iya ma, masuk aja ma." kataku dengan nada lemas.

"Anak mama kenapa nih? koq Rama udah lama ga datang? Terus kamu juga ga keluar2 kamar. Ada apa, sayang?" tanya mama lembut sambil duduk di tempat tidurku. Aku menatap mama sambil memeluk bantalku. Aku menatap matanya yang lembut, mata yang penuh kasih, dan aku semakin tidak mampu berkata, yang bisa ku lakukan adalah hanyalah menangis tersedu-sedu memeluk bantalku.

"Lho koq malah menangis? kenapa? ayo cerita sama mama." Kata mama sambil memelukku. 

"Ma, ampuni Tania, mama boleh marah, mama boleh tampar Tania, karna Tania salah, Tania sudah kecewakan mama." kataku di sela tangisku.

"Mama makin ga ngerti, kamu kenapa? kenapa mama mesti tampar kamu?" ujar mama ku lagi. Sambil menangis, aku membuka laci tempat tidurku, aku mengambil hasil test pack kehamilan, dan aku memberikan kepada mama. Mama mengambil dari tanganku, dia memandangnya, kemudian dia lama terdiam. Ku beranikan diri untuk menatapnya, aku melihat raut letih mama, dan kali ini raut wajah yang letih itu nampak sangat sedih dan terpukul.

Mama membesarkan aku dan adikku seorang diri, dan mimpinya kami menjadi orang-orang yang berhasil. Mama tidak takut untuk bekerja keras, demi kami, mama rela untuk pergi pagi dan pulang malam hari untuk memberikan kehidupan yang baik untuk aku dan adikku. Sampai akhirnya, dia berhasil menjadi seorang manager di sebuah perusahaan. Dalam kesibukannya, mama telah menjadi mama yang baik untuk kami berdua, mama tidak pernah lupa selalu datang ke kamar kami, meskipun kadang dia pulang larut malam. Mama akan memberikan perhatiannya, di sela-sela kesibukannya. Hari Sabtu dia akan berikan waktunya untuk aku dan adikku walaupun mungkin hanya 1 -2 jam dan hari minggu, mama akan membawa kami untuk pergi ke gereja bersama-sama dan setelah itu kami akan makan bersama di restaurant atau mama akan membawa kami ke shopping mall. Mama melakukannya dengan bahagia. Mama seolah miliki waktu ekstra dan kekuatan ekstra. 

Lama aku terdiam, akhirnya aku bercerita dengan tersendat.

"Ma, Tania hamil." 

"Ampuni Tania, mama." akhirnya aku memeluk lututnya, aku sempat mendengar mama terisak. 

"Kenapa Tania lakukan ini." ucapnya lirih dan pedih.

"Ampuni Tania, mama. Sekarang terserah, mama maunya Tania ngapain. Tania akan nurut sama mama. Tania akan ikuti maunya mama." Mama ku hanya terdiam. Dan Diamnya mengiris hatiku perih. lebih baik aku melihat mama marah dan memukulku, namun dengan diamnya membuat ku semakin tersiksa dan nyeri. Beberapa saat mama hanya terdiam dan memandangku, aku hanya menunduk dan tidak mampu untuk memandang nya balik. Akhirnya mama membuka mulutnya, 

"Kita harus ke rumah Rama, mama harus bertemu dengan orang tuanya. Kamu bikin janji dan katakan kepada Rama, bahwa kita akan datang ke rumahnya sabtu besok." kata mama tanpa intonasi, namun aku menangkap suara kecewa mama. 

"Baik ma, Tania akan bilang sama Rama." jawab ku sambil menatap mama, berdiri dan melangkah keluar kamarku tanpa memandangku lagi. 

Aku tersungkur di dekat tempat tidurku, tangisku pecah. kenapa aku harus lakukan perbuatan yang mengecewakan mama. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku mendengarkan ide Rama, menggugurkan kandunganku dan membunuh bayi yang tidak berdosa dan harus mananggung semua kesalahan ku dan Rama.  

Keesokan harinya, aku akhirnya menemui Rama dan mengatakan bahwa mama akan datang ke rumahnya dan bertemu dengan orang tuanya. Saat itu, kami bertengkar besar, Rama marah besar, Rama tidak mau jika mama akan datang ke rumahnya. Rama membawaku untuk bicara di sebuah taman.

"Kamu bego amat sih, ini urusan anak muda, bukan masalah orang tua kita." teriak Rama kepadaku

"Apa kamu bilang? bego? sembarangan! kamu yang bego, aku yang hamil, aku yang akan kelihatan berubah dan kamu enak-enak aja." sergap ku lagi 

"Makanya aku kasih kamu jalan, kamu gugurkan kandunganmu, aku akan antarkan kamu. Kita tutup cerita tentang itu, titik. Kamu bisa jalani hidup kamu seperti biasa lagi, tetap sekolah, tetap sama teman-teman kamu." ucap Rama sedikit mereda. Aku hanya terdiam, berpikir dan merenung.

"Terus aku akan di kejar rasa bersalah gitu?" ucapku pelan sambil menangis.

"Sekarang gini aja, kamu pulang dulu dan pikirkan matang-matang yah. Aku sayang kamu, aku ga mau merusak masa depan kamu." Rama memegang tangan ku dan berbicara di depan wajahku menyakinkan ku. Aku tidak menjawab omongannya. Rasanya mudah sekali menyelesaikannya, pikirku. Namun akhirya hari itu aku berpisah, Rama mengantarkan aku ke rumahku. 

Aku bicarakan percakapanku dengan Rama kepada mama. 

"Mam, Rama mau anak ini di gugurkan saja, dan dia tidak mau orang tuanya tahu.Rama mau, supaya Tania tetap punya masa depan, tetap sekolah seperti biasa." ucapku menjumpai mama di kamar mama malam itu.  Mama memandangku,

"Kamu sendiri maunya bagaimana? Kamu tahu, menggugurkan kandungan adalah membunuh dan itu dosa. Kamu tahu akibat dari apa yang telah kalian lakukan, dan kalian hanya melempar tanggung jawab dan resiko dari segala perbuatan kalian seperti itu." Ucap mama tegas.

"Tania maunya apa sekarang?" tanya mama lagi sambil menatapku. Aku memandang mama sebentar dan kemudian aku tertunduk.

"Tania tahu menggugurkan kandungan adalah dosa, mam, tapi Tania juga ga tahu apa yang harus Tania lakukan. Tania merasakan Tania sudah hancur dan tidak punya masa depan, mama." ucapku terisak.      Ku dengar di tengah isak tangisku, mama juga menangis dan akhirnya mama memeluk ku. 

"Dengar Tania sayang, mama akan mendukung kamu. mama support kamu. Kalau Tania mau teruskan kehamilan Tania, Tania bisa tinggal di rumah oma di Cipanas, mendekati kelahiran, Tania ke jakarta lagi setelah itu. kita akan lalui bersama. Tapi kita akan bicarakan kepada keluarga Rama. Bagaimana maunya mereka." Mama memegang wajahku yang penuh dengan air mata. Aku hanya terdiam berselubung resah dan gelisah.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
REGAN
9811      2953     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Photobox
6152      1561     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Memento Merapi
21193      2180     1     
Mystery
Siapa bilang kawanan remaja alim itu nggak seru? Jangan salah, Pandu dan gengnya pecinta jejepangan punya agenda asyik buat liburan pasca Ujian Nasional 2013: uji nyali di lereng Merapi, salah satu gunung terangker se-Jawa Tengah! Misteri akan dikuak ala detektif oleh geng remaja alim-rajin-kuper-koplak, AGRIPA: Angga, Gita, Reni, dan Pandu, yang tanpa sadar mengulik sejarah kelam Indonesia denga...
Story of April
2463      885     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11043      2801     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Potongan kertas
909      473     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Bee And Friends 2
3009      1034     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
Memories About Him
4128      1777     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
After Feeling
5805      1876     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Aku Benci Hujan
7031      1856     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...