"Lima menit lagi, sutradara dan produser akan segera datang. Saya akan membawakan air mineral untuk semua yang rapat pada pagi hari ini."
Sepeninggal Aiko, aku memanfaatkan lima menit tersebut untuk berinteraksi dengan Tatsuya Ishibashi.
"Jadi Anda seorang aktor? Kenapa tidak bilang dari tadi?"
Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maafkan saya, Penulis Skenario. Saya ingin terlihat natural seperti pekerja umum. Karena saya yakin, mungkin hanya ada sedikit orang yang bisa mengenali saya. Sejauh ini, saya memang hanya mendapatkan peran-peran kecil. Bahkan ada yang berdurasi sepuluh detik saja."
"Sepuluh detik? Serius?" Aku mengernyitkan kening. Heran.
"Anda tidak percaya, ya? Karena itulah saya sangat berharap pada drama ini. Setelah drama ini selesai tayang, minimal saya harus menjadi pemeran pembantu yang levelnya satu tingkat di bawah pemeran utama pada drama berikutnya. Nama kedua pemeran utama 'kan sudah terkenal. Jadi saya berpikir, nama mereka bisa menaikkan rating drama ini."
Aku mengaminkan harapan aktor ini dalam hati. Semoga Tuhan mengabulkan permintaan kami.
"Mas Ishibashi, apakah Anda punya akun SNS? Saya mau mengikuti akun Anda."
Aku mengetik ID Instagram-nya di fitur pencarian, dan langsung mengeklik tombol 'follow'.
Tak lama kemudian, sutradara dan produser tiba di ruang rapat. Tanpa membuang waktu, mereka memberikan surat perjanjian kontrak kerja kepada Tatsuya Ishibashi. Laki-laki itu dengan teliti membaca isinya dan menanyakan segala sesuatu yang kurang ia pahami. Setelah menandatangani surat tersebut, ia undur diri dari Akanezora Production untuk kuliah. Setelah itu, sutradara dan produser melakukan rapat revisi skenario bersamaku.
***
Kala keluar dari ruang rapat, aku berpapasan lagi dengan Aiko. Seperti tadi, wajahnya berubah ramah dan ceria ketika tatap mata kami beradu. Ia mempercepat langkah demi menghampiriku.
"Mbak Naraya sudah mau pulang?"
"Iya. Saya mau pulang dan mengerjakan revisi sesuai hasil rapat tadi. Mbak Aiko juga masih ada pekerjaan, bukan?"
"Benar. Tapi ini jam istirahat. Jadi bagaimana kalau kita mengobrol sebentar di kantin?"
Aku mengiakan tawarannya. Aiko memberitahuku tentang penilaian yang dilakukan para juri ketika kompetisi menulis skenario berlangsung. Aiko selaku asisten sutradara pun ikut membaca naskah yang dikirim para penulis.
"Menurut Mbak Aiko, apakah tulisan saya bagus?"
"Cukup bagus untuk seorang pemula." Ia berpendapat jujur seperti produser. "Jika Mbak Naraya diberi kesempatan menulis skenario berulang kali, saya yakin tulisan Anda makin lama makin bagus."
Oh, benarkah? Aku tersanjung.
Aku juga bertanya tentang tiga naskah yang menang di kategori lain.
"Saya akan memberitahu Anda saat syuting proyek-proyek itu telah dimulai."
Sesampai di kantin, Aiko memesan ramen dan jus jeruk sedangkan aku membeli onigiri isi salmon dan kopi hitam panas dalam gelas kertas.
Obrolan kami berlanjut tentang kedua pemeran utama drama Ryouri Kara Hajimaru Koi.
"Mbak Watanabe Mai sangat cantik dan anggun. Mas Oh Seung-ho benar-benar ganteng dan keren. Walaupun tinggi badan mereka selisih jauh, tapi sangat serasi."
Pilihanku tidak salah, 'kan? 156 disandingkan 183 sentimeter tetaplah serasi, gumamku dalam hati.
"Mereka adalah idola yang sempurna," lanjut Aiko. Aku menyetujui pernyataannya. "Tapi menurut saya, akting mereka masih harus diasah lagi."
"Anda benar." Aku hanya bisa menanggapi demikian. Dugaanku sementara, mungkin karena mereka berdua mengawali karier di dunia hiburan sebagai idol, bukan aktor dan aktris. Aku ingin mendengarkan pendapatnya mengenai sepasang idolaku itu.
"Berdasarkan pengamatan saya--ini bersumber dari drama-drama yang mereka bintangi--Mbak Watanabe lebih bagus aktingnya ketika dia memainkan emosi seperti marah, sedih, menangis, sinis ... Tetapi saat tiba dialog-dialog biasa seperti saat mengobrol dan memainkan adegan komedi, aktingnya kurang natural. Agak kaku."
Aku mengangguk-angguk seolah memahami perkataannya. "Lalu, kalau Mas Oh?"
"Sejauh ini dia sangat cocok memerankan karakter cowok dingin dan badboy yang dipuja-puja banyak perempuan. Untuk drama atau film yang bergenre komedi dan thriller, dia masih harus berlatih lagi. Saya tahu jika Mas Oh memiliki karakter lucu alami, tetapi untuk diterapkan di seni peran, itu sangat sulit. Karakter seperti detektif dan pembunuh berdarah dingin pun belum pernah dia perankan. Jadi suatu hari nanti, saya ingin melihat dia melakoni peran-peran itu."
Harus. Dia harus melakukannya, imbuhku dalam hati.
Bahkan untuk perannya dalam drama yang kutulis pun, aku yakin dia bisa melakukannya dengan baik. Aku memberikan sifat yang serius, cool, dan menjadikannya seorang pencinta andal ketika sudah jatuh cinta kepada perempuan. Tidak lupa kutambahkan sentuhan-sentuhan ekspresi bucin agar karakternya lebih hidup.
"Menurut Mbak Aiko, peran mereka di drama yang saya tulis ... apakah bisa membuat kemampuan akting mereka berkembang?"
"Hmmm, mungkin bisa."
Kami lalu melanjutkan makan dengan pembahasan lain. Aiko bertanya beberapa mengenai profilku, seperti jurusan yang kuambil saat kuliah, pengalaman kerja, dan pekerjaan apa saja yang kulamar sebelum memutuskan menjadi penulis skenario.Setelah makanan kami tandas, Aiko membahas pria yang tak sengaja kujumpai pagi tadi.
"Bagaimana kesan pertama Anda saat bertemu Tatsuya Isibashi?"
Kenapa mendadak ditanya begini? Aku sungguh tidak pernah siap jika ditanya perihal kesan pertama terhadap seseorang.
Aku hanya bisa menjawab apa adanya. "Ramah dan baik."
Kupikir dua kata itu sudah sangat logis.
"Tetapi saya belum pernah melihatnya sama sekali," tambahku. "Mungkin karena saya tidak menonton drama-drama Jepang yang terbaru."
"Bisa jadi," sahut Aiko. "Kira-kira seberapa banyak peminat drama Jepang di negara Anda?"
Aku mengingat-ingat beberapa drama yang ditayangkan di platform streaming legal dan berapa banyak orang yang membicarakannya di forum-forum media sosial.
"Tidak sebanyak peminat drama negara tetangga kalian," jawabku akhirnya.
"Begitu, ya."
"Kalau Mbak Aiko sendiri ... bagaimana kesan pertama Anda pada Mas Ishibashi?" Aku mengembalikan topik sebelum pembicaraan kami menjalar ke mana-mana.
"Sama seperti Mbak Naraya. Dia baik, ramah, dan cocok dijadikan adik laki-laki."
"Adik?" Aku mengernyitkan kening.
"Usianya baru dua puluh, lho. Tahun ini adalah tahun keduanya berada di dunia hiburan."
Aku tidak sanggup menutupi keterkejutanku. "Du ... dua puluh tahun?"
Aiko menempelkan jari telunjuk ke bibirnya sendiri, seolah memberi isyarat agar aku tidak berbicara keras-keras. "Maaf, Mbak Naraya. Bisakah Anda mengecilkan suara?"
"Maafkan saya, Mbak Aiko." Aku jadi malu kala mengetahui beberapa pasang mata memelotot ke arah kami.
"Dia terlihat seperti sudah dewasa, 'kan?"
Aku membenarkan, "Saya bahkan mengira jika dia seusia saya."
***
Tatsuya Ishibashi ternyata berusia empat tahun lebih muda dariku. Berasal dari prefektur Fukuoka. Dia debut sebagai aktor dua tahun lalu pada usia delapan belas. Tepat saat lulus SMA. Di Instagram pribadinya, hanya ada 30 postingan yang semuanya berisi dokumentasi proyek pekerjaan. Lima puluh persen di antaranya, ia mengambil gambar bersama aktor dan aktris yang lebih senior. Sedangkan lima puluh persen lainnya, berisi fotonya seorang diri. Ada foto yang diambil di lokasi syuting, ada juga foto berlatar belakang poster drama.
Tampilan Instagram-nya sederhana, biasa saja, feed-nya sengaja dibiarkan seadanya alias tidak dirapikan demi estetika. Terkesan tidak menarik apabila pengikutnya hanya melihat sekilas alias tidak menelusuri postingannya satu demi satu. Jumlah pengikutnya hanya sekitar sepuluh ribu orang. Jumlah yang menyedihkan untuk akun centang biru seorang figur publik.
Tetapi aku terkesan dengan sikapnya yang tidak takut dikejar-kejar penggemar atau paparazzi. Dia juga percaya diri dan mau mengakui bahwa dia bukanlah aktor yang dikenal publik.
Aku penasaran mengapa hingga dua tahun lamanya, ia masih mau menerima peran-peran kecil. Total drama yang melibatkan dirinya ada sepuluh--itu dihitung sejak dia debut hingga sebelum menjadi pemain drama Ryouri Kara Hajimaru Koi. Aku melihat datanya di situs MyDramaList.
Entah mengapa, aku percaya diri bahwa drama yang kutulis ini akan meningkatkan karier akting Tatsuya Ishibashi. Aku yakin drama ini nantinya akan ditonton banyak orang karena sepasang pemeran utamanya adalah anggota grup idola yang memiliki lebih banyak penggemar dibandingkan anggota lain. Jika bisa meraih rating tinggi, maka para alumni drama tersebut akan mendapatkan proyek-proyek drama lain yang lebih banyak di masa depan. Itu sudah seperti hukum alam sebab sudah dialami banyak aktor dan aktris zaman dahulu hingga masa kini.
Jika pun drama ini tidak menjadi se-fenomenal yang kuharapkan, kuharap rating-nya tidak di bawah enam persen.
Akan tetapi, naskah skenario masih dalam tahap dikejar deadline. Aku harus memutar otak supaya bisa melaksanakan misi terselubung yang kubawa dari rumah. Aku harus bisa bertemu dan berkenalan dengan kedua idolaku, mengakrabkan diri dengan mereka, agar dapat mencomblangkan mereka dengan cara yang baik, natural, dan tidak terkesan memaksa.
Tiga hari ke depan, ketika rapat revisi episode tiga, aku akan menanyakan sesuatu yang tadi tidak sempat kutanyakan dalam rapat.