Read More >>"> Lily (Prasangka buruk) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lily
MENU
About Us  

"Kata anak anak, Rino kemarin kepergok jalan sama cewe," ujar Syifa membuka gosip.
"Benarkah?" Kata Sandra penasaran sambil mneyendok es krim. Mereka bertiga sedang makan dikantin sekolah. Lily hanya mendengarkan sambil terus memakan nasi gorengnya.
"Iya. Mereka gandengan katanya,"
"Pantas saja dia tidak mengganggu Lily lagi," ujar Sandra lega.
"Iya, untung saja pikirannya teralihkan ke orang lain ya," Syifa juga lega.
"Apa mereka pacaran?" Tanya sandra.
"Tidak tahu, tapi kalau gandengan masa tidak pacaran," balas sifa.
"Mungkin itu sepupunya," ujar Sandra menduga-duga.
"Aku pernah lihat film, kalau lelaki mrngatakan itu sepupunya, berarti sebenarnua itu selingkuhannya," ujar Lily akhirnya ikut bergosip.
Mereka berdua melihat satu sama lain.
"Memang dia selingkuh? Lalu siapa pacarnya?" Ujar Syifa penasaran.
" woi, kataku menurut film kan? mungkin dia punya pacar lain. Tapi kita juga tidak tahu itu sepupunya atu tidak. Tapi kalau dia mengatakan itu sepupunya, berarti itu selingkuhannya menurut FILM," kata Lily mempertegas kata FILM. Mereka berdua manggut-manggut tanda setuju. 
"Mungkin kita harus cari tahu dulu," Saran sandra.
" iya. Tumben kamu nonton yang begituan," goda Syifa.
"..... karena aku penasaran dengan sinetron yang ditonton mamaku, jadi aku cari film tentang percintaan yang banyak ditonton orang. Ternyata perasaan saat melihat film perselingkuhan dan action beda rasanya," ungkap Lily.
"Bagaimana rasanya?" Kata Sandra penasaran.
"Keinginan membunuh yang lebih kuat pada orang yang menyelingkuhi. Ternyata film percintaan itu mengerikan," ujar Lily merinding.
"Lily, sebaiknya kamu tidak melihat film itu lagi. Ini saranku sebagai sahabat," ujar sandra khawatir sambil menepuk dua bahu Lily. Syifa disebelah Lily mengangguk setuju dengan saran Sandra. Tak lama kemudian bel masuk kelas berbunyi. Mereka dan murid-murid lainnya bergegas meninggalkan kantin menuju kelas masing-masing.

Lily membuka buku pelajarannya. Dia membolak-balik setiap halaman dan membaca kalimat yang ada dibuku dengan gerakan mata yang cepat. Dia hanya perlu mencari jawaban yang ada dibuku pelajaran  tersebut. Wali Guru sedang ada rapat, karena itu mereka disuruh mengerjakan tugas tentang sejarah. Tugas seperti itu menurut Lily sangat gampang karena hanya perlu mencocokkan jawaban yang tersedia dengan pertanyaan yang ada. Syifa disebelahnya juga asyik mengerjakan sambil sesekali bertanya pada Lily dihalaman berapa jawaban yang dia tidak tahu. Terlihat suasana gaduh dikelasnya, ada yang merapatkan bangku dan meja mereka seolah sedang belajar kelompok namun yang mengerjakan hanya anak yang terbilang pintar saja sedang yang lain cuma mengobrol ringan dan ada juga cewe yang sebentar membantu temannya yang mengerjakan sendiri tadi. 
"Mereka selalu seperti itu. Kasian Dika," ujar Sandra yang tiba-tiba memalingkan bangkunya ke belakang menghadap Lily yang sedang memandangi teman dikelas.
"Kenapa? Mungkin dia memang baik," gubris Lily.
"Mungkin. Salah satu dari mereka pernah mengatakan padanya 'orang pintar itu harus menolong yang bodoh' dan juga 'tenggang rasa dengan teman'. Masa karena kita pintar kita harus menolong terus?" Ujar Sandra jengkel.
"Kamu tahu dari mana bahwa mereka mengatakan itu?"
"Saat teman Dika minta bantuan padanya, aku mendengarnya," ujar Sandra.
"..... Mungkin dia hanya kasian dengan temannya," ujar Lily dengan nada berat. Sandra merasa tidak enak dengan respon Lily yang tidak mendukungnya.
"Yah, tapi kan tidak harus setiap waktu. Keenakan dong mereka minta contekan terus. Tapi ya kalau orangnya sendiri tidak masalah, apa boleh buat," ujar Sandra. Lily diam tidak membalas perkataan Sandra. Meskipun Sandra itu tomboy tapi dia orangnya peka pada kesulitan orang lain. Namun dia tidak akan membantu dalam hal kemalasan atas nama 'pertemanan'. Sandra sering jengkel dengan teman laki-lakinya yang suka jahil pada teman perempuan dikelasnya. Dia sering menegur mereka meskipun banyak yang mengacuhkan. Tapi karena keseringan ditegur oleh Sandra yang juga sebagai ketua kelas, mereka lelah sendiri dan tidak mengganggu anak perempuan dikelas lagi. Tapi karena Dika anak lelaki, Sandra agak sungkan untuk menolongnya karena dia laki-laki.
Pulang sekolah, Lily tidak bisa langsung pulang karena dia ada jadwal piket kebersihan. Dia ditemani Dika yang juga mendapat piket hari itu. Mereka berduapun membersihkan kelas dalam diam. "Dika," sapa Lily tiba-tiba.
"Ya?" Jawab Dika sekenanya tanpa menghentiķan aktivitasnya.
"Apa kamu dibully?" Tanya Lily. Mendapat pertanyaan tiba-tiba seperti itu, membuat Dika menghentikan tangannya yang sedang menghapus papan tulis. Kali ini dia menengok kepada Lily yang sedang memasang wajah penasaran. 
"Kenapa kamu berpikir aku dibully?"
"Ketika di SD, kamu tidak pernah membiarkan orang lain melihat PR mu. Aku yang bertanya saja berapa kali kamu cuekin waktu itu," ingat Lily sembari menaruh dagu di tongkat sapu.
"Kita selesaikan ini dulu baru aku jelaskan," ajak Dika dengan senyum tipis lalu kembali ke pekerjaannya yang belum selesai. Lilypun menurut. Setelah selesai, merekapun pulang berbarengan.
"Kamu tidak berubah. Kalau ada yang membuatmu penasaran, kamu langsung bertanya entah itu musuhmu atau temanmu," kata Dika membuka pembicaraan saat mereka berjalan keluar dari halaman sekolah.
"Memangnya aku punya musuh?" Tanya Lily.
"Ya. Banyak. Tapi mereka segan padamu dan tidak menampakkannya,"
"Kenapa?"
"Ya, karena kamu pintar," jawab Dika dengan senyum kaku.
"Begitukah? Aku pikir ketika masih senyum padaku itu artinya mereka masih bisa diajak bicara," ujar Lily lesu.
"Karena kamu hanya bicara yang perlu dan yang kamu butuhkan saja. Jadi anak lain agak jengkel. Ya biasanya kan harus ada basa-basi di setiap memulai percakapan," ujar Dika. 
"Begitu ya? Seperti apa basa-basi itu?"
"Wah rambutmu bagus, memamerkan sesuatu yg kamu miliki atau beri sesuatu," ujar Dika sedikit jengkel.
"Ahhh, aku memang tidak seperti itu. Sepertinya akan sulit mengubahnya" ujar Lily mengakui kekurangannya. 
"Tapi kok kamu bisa berubah," ujar Lily mengembalikan topik pembicaraan. 
"Mmmmmm, awalnya aku pikir bila aku berusaha sendiri aku akan berhasil. Lalu karena itu hasil usahaku aku mati-matian tidak mau memberi kepada oranglain, tapi...." Dika tertahan. Lily menantikan kelanjutan kalimatnya.
"Aku terus merasa tertinggal. Jadi aku ingin ganti suasana pada saat SMA. karena meskipun belajar belum tentu menang melawan orang yang malas tapi dia beruntung karena koneksi bagus dan caranya berinteraksi dengan orang lain. Yang aku pelajari selama ini adalah kita harus pandai berkomunikasi dan memanipulasi keadaan," terang Dika.
"Memanipulasi?" Dinda keheranan.
"Ya. Tidak ada pengusaha yang bertahan dengan sendirian dan terlalu jujur mengungkapkan kekesalan pada musuh. Ini politik," 
"Pengusaha?Jadi maksudmu yang kamu lakukan ini politik untuk jadi pengusaha?" Ujar Lily menyimpulkan.
"Ckkk, jangan dengan sendirinya mengaitkan dan menyimpulkan , sepupuku. Aku sudah katakan aku hanya ganti suasana. Dan  juga kamu jangan mendekatiku lagi nanti mereka tahu kalau kita keluarga,” pinta Dika sambil tersenyum kaku.
"Kenapa?"
"Karena aku akan marah dan..."
"Dan?"
"Dan aku akan mengancammu dengan hal memalukan yang pernah kau lakukan di SD saat berenang telanjang,” ujar Dika mengancam.
"Ukkhhh," Lily bergidik.
"Aku arah sana.. bye... dan (memberi sinyal pada tangannya seperti saat menutup restleting) camkan," katanya serius lalu berjalan cepat meninggalkan Lily. 
"Tapi.... " Ujar Lily yang masih diselimuti kebingungan. Aku bingung kenapa dia tidak mau orang tahu kalau kami sepupuan? Dasar aneh, umpat Lily dalam hati. Saat Lily bergelayut dengan pikirannya sendiri, suara klakson sepeda motor menyadarkannya. Lily tersadar dari kebingungan dalam pikirannya. Tanpa melihat ke arah yang mengklakson, Lily melanjutkan langkahnya. Lily tidak menyadari bahwa yang mengklaksonnya tersebut sedang membuntutinya dibelakang tanpa membunyikan mesin sepeda motor. Orang itu memakai kakinya untuk menggerakan sepeda motornya. karena kesal keberadaannya masih tidak disadari oleh Lily, diapun membunyikan klakson kembali. Kali ini Lily akhirnya menoleh ke belakang. Dengan wajah bingung Lily hanya menoleh sebentar lalu melanjutkan perjalanan pulangnya. 
Orang itupun kembali mengklkson. 
"Ada apa ya?" Tanya Lily pada orang berhelm itu. 
"Apa kamu pura-pura tidak mengenaliku?" Ujar Rino akhirnya membuka kaca helmnya. 
"Ya, aku sudah menduga, tapi karena aku tidak ingin berdebat denganmu jadi aku biarkan tingkah anehmu itu," ujar Lily terus melanjutkan langkahnya. Rino menyusulnya dengan masih diatas sepeda motornya yang tidak menyala.
"Aneh?"
" ya aneh. Kenapa pakai sepeda motor tidak dihidupkan tapi malah dijalankan pakai kaki? Kan Aneh," jelas Lily agak jengkel.
"Jadi maksudmu aku yang tidak menghidupkan mesin motorku lebih menganehkan daripada aku yang membuntutimu?"
"Jadi kamu membuntutiku?" Lily menghentikan langkahnya dan menatap Rino penasaran. Rino diam tak menjawab. 
"Kenapa?" Tanya Lily bingung. Rino tetap diam dan bola mata bergerak serba salah ingin mengatakan sesuatu.
Lily berpikir sejenak,
"Ahh, jadi kamu ingin menyebarkan gosip?"
"Apa?" Tanya Rino bingung.
"Kan aku berdua dengan Dika, jadi kemungkinan akan timbul gosip, seperti kamu yang bergandengan dengan perempuan yang digosipkan," ujar Lily.
"Hah? Bergandengan dengan perempuan?"
"Gosipnya heboh lo," 
"Dasar mereka, " kesal Rino "Itu bukan seperti yang kamu pikirkan, dia hanya sepupuku," ujar Rino berusaha meluruskan. Bingo, kata Lily dalam hati sambil tersenyum licik. 
"Sepupu ya. Ya sepupu juga bisa menjadi pasangan. Kamu tidak perlu beralasan pada teman sekelas. Tapi pada pacarmu, ya tergantung dia sih percaya atau tidak. Intinya kita teman sekelas akan menyimpan rahasia," ujar Lily tersenyum sembari menepuk bahu Rino.
"Pacar?"
"Karena di film saat ketahuan selingkuh banyak yang bilang dia sedang jalan dengan sepupunya. Jadi pastinya itu selingkuhanmu, kan. Hehe," ujar Lily tertawa kecil. Rino terlihat jengkel.
"Kalau itu memang sepupumu entah kau pacari atau tidak, itu juga bukan urusanku. Jadi, mari kita sesama teman kelas menjaga kedamaian dan ketenangan. Dan jangan menyebarkan gosip yang tidak- tidak ya," pinta Lily dengan gestur tangan memohon.
"Bukan urusanmu ya? Ok, aku paham," ujar Rino dengan senyum pahit. 
"Sip, aku jalan dulu ya, bye," ujar Lily melambai sesaat sebelum berpaling. 
"Bukan urusannya ya. Ahhhh sepertinya aku benar-benar harus menyerah," tangan Rino yang tadinya mengepal sedikit demi sedikit merenggang. 
"Apa kamu memang selalu seperti ini Ly?" tanya Rino membuat langkah Lily terhenti.
"Hm?"
"Saat pertama kali kita bertemu, kamu juga berprasangka buruk padaku saat aku meminjamimu sepeda?" Rino menerawang ke masa lalu. Teringat akan pertemuan dengan Lily pada saat masih kelas 3 SMP di tempat pamannya didesa. Setelah pulang sekolah yang baru saja mengadakan ujian kelulusan hari pertama, Rino pulang ke rumah pamannya naik sepeda. Karena hasil ujiannya cukup memuaskan, dia ingin mengambil rute pulang berbeda dari  biasanya. Biasanya dia akan langsung pulang ke rumah atau ke tempat kerja pamannya, namun kali ini dia menuju ke jalan yang menghubungkan ke pesisir pantai. Dia menikmati angin laut yang mulai menerpa tubuhnya serta indahnya deretan Pemukiman rumah besar nelayan di kanan kiri yang tidak padat dan cukup bersih. Selama tinggal disana, Rino yang kesal dengan orangtuanya yang telah membuangnya kesana, begitu pikirnya. Dia tidak terlalu menikmati keindahan alam yang ada disana. Dia hanya bermain bola basket sendirian kadang-kadang ditaman dekat dengan rumah sakit tempat kerja pamannya. Awalnya dia hanya ingin sendirian saat bermain, tapi karena anak-anak di desa dekat situ begitu takjub dengan permainan Rino, mereka mendekatinya dan minta di ajarkan cara bermain bola basket. Awalnya dia ogah-ogahan karena malas mengajari sesuatu, tapi lama-kelamaan Rino senang karena ada yang menemaninya bermain basket. Hingga 2 tahun dia ada disana, banyak pemuda seusia dia yang ikut bermain dan akhirnya Rino diangkat menjadi pelatih oleh Pemuda Asosiasi Desa dan sekolahnya karena kemahirannya bermain bola untuk mengikuti lomba-lomba yang diadakan diluar desa. Dia tidak pernah membayangkan dirinya akan diterima dengan hormat disitu padahal awalnya dia dikirim kesana untuk menepati janji ayahnya pada orangtua temannya yang dia potong rambutnya karena keingintahuannya yang berlebihan. Karena trauma temannya itu yang tak lain adalah Syifa, dia harus pergi untuk menerima hukumannya. Dia pun akhirnya sadar bahwa apa yang dilakukannya salah. Dia menyadari bahwa keingintahuan yang menyebabkan orang lain atau makhluk hidup kesakitan atau menderita lebih baik dipendam.  Rino bersepeda lurus menghadap kedepan sembari menikmati angin pesisir pantai yang menerpanya. Dia berhenti melihat ke arah laut yang matahari diatasnya masih mengeluarkan panas yang membakar kulit meskipun jam ditangan Rino menunjukkan pukul 5 sore.
“Uh, masih panas, padahal aku ingin sekali bercebur,”rengut Rino.  Mata Rino melihat kesekitar pantai untuk mencari tempat berteduh sambil menunggu matahari yang tidak terlalu panas. Dia melihat halte bis tepat berhadapan dengan pantai. Rino langsung menuju halte itu. Sampai di bangku halte, Rino turun dari sepedanya dan bersandar di bangku halte sembari mengibas-ngibaskan seragamnya karena kepanasan. Keringat didahi dan dilehernya, dia seka dengan jaket tipisnya yang dia bawa dalam tas. Dia tidak menyadari ada orang yang berjalan menuju bangku halte dan duduk disebelahnya karena saking sibuknya mengelap keringat. 
“Busyrrrretttt!” sontak Rino  kaget saat tiba-tba ada orang duduk di sebelahnya. Perempuan itu hanya melempar senyum sebentarlalu kembali menghadapkan wajahnya ke pesisir pantai. Rino mengamati Wanita yang memakai pakaian rumah sakit tempat pamannya bekerja itu dengan hati-hati. Perempuan itu tahu dia sedang diamati dan membuka suara,
“Kamu pasti berpikir aku melarikan diri dari Rumah sakit sialan itu kan?” ujar perempuan itu.
“Iya,” Aku Rino. Sedetik kemudian dia sadar,” ti-tidakk,, aku h-hanya melihatmu,” ujarnya lagi gelabakan. Perempuan itu menoleh kepada Rino. Rino yang merasa telah salah berkata, terlihat canggung saat ditatap oleh seorang wanita. Baru kali ini aku salah tingkah saat perempuan menatapku, biasanya perempuan yang salah tingkah saat aku tatap, batin Rino bingung. 
“Owhhhhh,” balas perempuan itu lalu kembali menatap laut. Rino yang baru pertama kali mendekati perempuan karena biasanya dia yang didekati oleh gadis-gadis desa yang centil nan genit dan teman sekolahnya menjadi kikuk untuk merespon balasan perempuan itu. 
“Tapi rumah sakit kan jauh, dengan apa kamu kesini?” ujar Rino dengan gugup. 
“Jalan kaki,” jawabnya santai. Mata Rino langsung menuju kepergelangan kakinya. Dia melihat perempuan itu tidak memakai alas kaki. 
“K-kamu tidak memakai sandal?” tanya Rino penasaran.
“Sendalnya rusak saat aku berjalan tadi. Aku ingin membeli yang baru tapi tidak ada toko disekitar sini. Untungnya ada halte bis,” ujarnya. Rino mengangguk paham. 
“Dari tadi orang-orang melihatku seperti aku orang aneh saja. Jadi aku pikir kamu juga begitu, maaf kalau aku ketus,” ujar perempuan itu dengan raut wajah menyesal. 
“Tidak apa-apa,” jawab Rino salah tingkah. Kemudian mereka berdua duduk dalam diam melihat matahari yang mulai tenggelam. Rino yang dari tadi canggung dengan keadaan mereka, ingin secepatnya menceburkan diri ke air laut. Seketika dia berdiri dan langsung berlari ke arah pantai. Sebelum mencapai air, dia berlari sambil membuka seragamnya dan melemparnya ke atas pasir dengan sembarang. Lily hanya kaget ketika dia tiba-tiba berdiri dan berlari langsung menceburkan diri, tapi kemudian dia lega karena Rino muncul dari dalam air. Rino sekilas melihat ke Lily tapi langsung mengalihkan wajahnya dan kembali berenang kesana-kemari. Melihat matahari yang semakin lama tenggelam, Lily beranjak dari tempat duduknya dan berjalan pulang kerumah sakit. Rino yang mengapung beberapa menit itu langsung bergegas menuju ke halte ketika saat dia mengapung lalu menoleh dan tidak mendapatkan Lily disitu. Dia langsung mengambil bajunya. Dengan kayuhan cepat, akhirnya dia berhasil menyusul Lily yang berjalan pelan karena kesakitan menginjak batu-batu kecil dijalan. Rino turun dari sepedanya dan membuntutinya.
“Ugh,” katanya kesakitan saat ada batu kecil yang tak sengaja di injaknya. Lily yang jengkel karena batu itu, mencari dedaunan untuk medibuat jadi alas kakinya. Dengan skill seadanya, dia membalut kakinya dengan daun dan mengikatnya dengan akar yang susah payah dia cabut. Dengan ceria, Lilypun melanjutkan perjalanannya. Tapi tak sampai semester, daun yang ada di bagian telapak kakinya terkoyak karena gesekan dengan batu dijalan. Dengan wajah pasrah, dia terus melangkahkan kakinya.
“Hei, kamu bisa naik sepeda?” tiba-tiba terdengar oleh Lily suara dari belakangnya. Rino mendekatinya perlahan dengan wajah gugup.
“Kenapa?” tanya Lily bingung.
“Bila kamu bisa mengendarai sepeda, aku pinjamkan sepedaku. Aku kebetulan juga mau ke rumah sakit,” ujar Rino.
“Kamu bagaimana?”
“Aku akan berjalan. Dari sini kesana kalau lari paling 15 menit lebih,” 
“Tidak usah. Aku akan berjalan kaki saja,” tolak Lily halus. 
“Tapi kakimu akan luka karena tidak pakai sandal,” kata Rino khawatir.
“Aku tidak akan bisa membalas budimu jadi tidak usah,” tolak Lily kembali. 
“Balas budi?”
“Iya kan, kalau ada yang menolong harus dibalas. Aku tidak megang HP sekarang jadi aku tidak ingat nomorku,” 
“Hah? Jadi maksudmu aku membantumu ingin minta nomor HPmu?” tebak Rino.
“Kurang lebih begitu. Biasanya laki-laki yang membantuku pada akhirnya minta nomor HPku,” terang Lily mulai judes.
“Ya sudah kalau tidak mau,” kesal Rino. Diapun meninggalkan Lily yang berjalan masih berbungkus daun itu.
“Huh, kalau aku jelek, mana mungkin dia menolongku. Dasar buaya,” gerutu Lily sambil berjalan.
Setelah satu meter mengayuh sepedanya dari Lily, Rino mendadak berhenti. Tidak seharusnya aku marah. Mungkin memang dia biasanya diperlakukan seperti itu, batin Rino menyesal. Diapun memutar sepedanya dan berhenti didepan Lily. 
"Aku tidak minta nomormu atau apapun, jadi pakailah," ujar Rino berusaha lembut. Karena lily hanya diam saja, Rino meninggalkan sepedanya disamping Lily yang diam tadi lalu langsung berlari dengan cepat. 
"Dia tulus? Benarkah?" Ragu Lily dalam hati. Ditinggal dengan sepeda, Lily seketika tersenyum cerah. 
"Bodo amat, yang penting aku sampai meski aneh karena dia tidak meminta nomorku," gumamnya saat menaiki sepeda dan bersiap mengayuhnya. Perasaan mengayuh sepeda yang sudah lama tak dirasakannya membuat dia terus tersenyum gembira sembari memperhatikan jalan. Rino yang lebih dahulu, mempercepat larinya setelah dia menoleh ke belakang dan menemukan Lily yang sedang mengayuh. Diapun lega. 
Sampai di rumah sakit, Rino langsung masuk kedalam dan menuju ruang kerja pamannya. Pintu lemari kulkas dibukanya dengan tergesa-gesa karena Rino sedang kehausan. Mendapatkan botol yang dicarinya, Rino menyandarkan dirinya dikursi. Air segar mengalir ditenggorokannya membuat dahaganya hilang. 
"Mungkin perempuan tadi sudah sampai. Kenapa aku memikirkannya?" Rino meluruskan tubuhnya diatas sofa Sambari menatap plafon.
"Ya dia tidak salah sih, jika dia tidak menolak dan langsung menerima bantuanku, mungkin aku juga akan basa-basi menanyakan namanya, nomor HPnya, alamatnya, atau bertanya tentang hal lain," gumam Rino menerawang. Setelah itu dia tertidur pulas. 

Setelah mengikuti ujian terakhir, Rino kembali ingin menyegarkan kepalanya kembali di pantai. Beruntung hari itu tidak panas dan dia bisa langsung menyeburkan dirinya kedalam air laut. Setelah sampai dipinggir jalan dekat pantai, Rino meninggalkan sepedanya dan tasnya. Dia langsung menyeburkan diri ke dalam air laut dengan hanya memakai celana renang ketat diatas lutut. Dia mengapungkan tubuhnya diatas permukaan laut sembari membuka mata.
“Mudahan hasilnya memuaskan. Aku harap aku bisa kembali ke kota,” gumamnya sendiri. merasa ada yang memperhatikannya, dia menoleh kan kepalanya saat masih mengapung ke bibir pantai. Dia terkejut melihat perempuan yang tak lain adalah Lily itu kembali berada di halte bis sedang memandangi Rino yang mengapung.  Melihat keberadaan Lily, Rino menghentikan aktivitasnya dan berjalan menuju sepedanya untuk mengenakan pakaiannya, sementara Lily masih menatapnya. Kenapa dia menatapku terus? Tidak mungkin kan dia menyukaiku? Untung kamu bertemu dengan orang sepertiku, jika laki-laki biasa pasti sudah salah paham dengan tatapanmu, bangga Rino pada dirinya sendiri. setelah mengenakan pakaiannya, dia membawa serta sepedanya mendekati Lily.
“Apa tidak lelah berjalan sampai kesini?” tanya Rino membuka percakapan. Dengan santai dia duduk disamping Lily sembari mengacak-acak rambutnya yang basah agar airnya berkurang dirambutnya. 
“Aku cuma bosan disana,” ujar Lily merengut. 
“Kamu sudah lama disana?” 
“2 bulan,” 
“…… lama juga ya,” kata Rino. Dia ingin menanyakan hal lain lagi, tapi dia takut kalau itu membuat lawan bicaranya tidak nyaman. 
“Hari ini sendalmu sudah diganti kan?” tanya Rino setengah bercanda.
“Sudah,” 
“Bagus lah. Jadi kamu bisa berjalan,” ujar Rino tersenyum.
“Iya,” balas Lily sambil tersenyum. Rino berniat pulang, namun tasnya di pegang oleh Lily.
“Apa tidak ada yang ingin kamu bicarakan padaku?” tanya Lily. Rino mengingat kembali saat dia mencari keberadaan Lily di rumah sakit. Dia memeriksa satu-persatu ruangan. Karena tidak mengetahui namanya, dia hanya bisa melakukan hal seperti iitu. Karena tidak menemukannya, Rino pulang kerumah. Besoknya dia mencari lagi, untungnya Lily sedang duduk bersila di dalam gazebo yang terdapat di taman rumah sakit. Awalnya Rino tidak ingin mendekatinya, namun karena Lily terlihat panik dengan laptopnya, Rinopun memberanikan diri mendekat. 
“Ada apa?” tanya Rino.
“Eh kamu,o- oh laptopku sepertinya rusak padahal aku harus ikut ujian SMP online besok, gimana nih,” kata Lily panik. 
“… Bisa aku lihat,” Lily menyerahkan laptopnya pada Rino. Dengan cermat Rino mencoba mencari masalah yang terjadi pada laptop Lily. 
“Aku tanyakan temanku dulu,” Rinopun menelpon temannya. Temannya mengarahkan Rino untuk melakukan apa yang dikatakannya lewat sambungan telpon. Rinopun dengan cermat melakukan perbaikan seperti yang dikatakan temannya itu. sekitar 10menit Rino terus mengutak atik laptop Lily, sementara Lily menunggu dengan cemas. 
“Akhirnya selesai, thanks bro,” ujar Rino lega. Rino langsung menyerahkan laptop tersebut pada Lily. 
“Itu bukan rusak hanya masalah jaringan saja. Oke, aku pulang dulu,” kata Rino ingin pamit. 
“Oh iya, terima kasih banyak,” ujar Lily sungguh-sungguh. Rino yang berjalan menjauh dari Lily kemudian terhenti sekitar 5 langkah dari gazebo itu. Rino menoleh kebelakang dan mendapati Lily yang sedang menatap kepergiannya. Kenapa susah sekali ingin tahu namanya?! Cuma bilang ‘boleh tahu namamu’ itu saja kan kenapa susah sekali sih?! Omel Rino pada dirinya sendiri dalam hatinya. Dengan canggung Rino melempar senyum dan dibalas oleh Lily dengan senyum cerah.  Dengan langkah berat Rino kembali berjalan pulang tanpa melakukan rencananya. 
“Apa kamu melihat orang disana?” tunjuk Rino ke arah Lily yang sedang memperhatikan permainan mereka dari jauh di dalam gazebo . Hari itu dia bermain dilapangan dekat taman bersama teman-teman sepulang sekolah. 
“Iya. dia cukup manis,” ujar temannya saat mereka beristirahat.
“Bagaimana cara mengetahui namanya ya?” 
“Hah? Kamu ingin kenalan dengan dia?”
“Tidak, aku hanya ingin tahu namanya,”
“Sama aja kali. Kenapa kamu tidak tanyakan saja?”
“Aku takut kalau dia tidak suka,” ujar Rino.
“Ehhhmm, iya sih sepertinya dia tipe penyendiri,” balas temannya itu. 
“Orang penyendiri susah didekati, dan saat kita mau berkenalan dengan dia, dia malah curiga atau malah pergi menjauh,” tambah temannya itu membuat Rino semakin membuat nyalinya ciut. 
“Yah, mungkin jangan langsung menanyakan, harus ada basa-basi atau apalah gitu, aku juga tidak tahu, hehehe,” kata temannya terkekeh. Tinju ringan mendarat di punggung temannya itu. 
“Ya sudah, ayo kita lanjut,” ujar Rino. Temannya tadi sedikit meringis lalu mengikuti Rino. Rino kembali tersadar dan menelan ludahnya saat ditanya oleh Lily seperti itu. 
“Kata temanmu, kamu ingin berbicara padaku,” ujar Lily penasaran. Rino terlihat gugup. Otaknya ingin mencari alasan yang masuk akal agar maksudnya tidak terlihat tapi dia tidak mendapatkan rangkaian kalimat yang pas dalam otaknya. 
“Karena aku sudah menolongmu harusnya sebagai tata krama yang baik, kamu mengenalkan dirimu,” ujar Rino berusaha tidak terlihat gugup. Lilypun melepas pegangannya.
“Maaf, aku tidak memberitahumu. Namaku Lily,” kata Lily dengan mengulurkan tangannya. Pikiran Rino kembali berkecamuk saat harus menerima uluran tangan Lily atau tidak. Dengan tangan yang gemetar dia memalingkan wajahnya dari Lily.
“A-Aku Rino,” setelah berkata begitu tanpa menjabat tangan Lily, Rino mendekati sepedanya lalu mengayuhnya dengan semangat. Bagian belakang telinga Rino mendadak berwarna merah menahan malu. Dia tidak menyangka akan segugup itu dengan seorang perempuan. 
    Setelah upacara kelulusan, Rino ke rumah sakit. Sudah beberapa hari setelah kejadian itu, dia tidak kerumah sakit. Karena sudah tahu nama perempuan itu dan seumuran dengan dia, Rino langsung menuju meja resepsionis untuk menanyakannya. Namun sayang sekali, dia sudah pulang. Rino terlihat sedih.
“Dia dari mana?” 
“Kenapa? kamu tertarik ya padanya?”
“Hhehe,”
“karena kamu anak yang rajin membantu pak dokter saat pak dokter kelupaan sesuatu dirumah, aku akan memberitahukannya padamu,” kata wanita paruh baya itu. wanita itu mencatat kan alamat Lily. Mata Rino langsung terbelalak. 
“wahhh, kebetulan yang sangat pas,” ujar Rino ceria.
“Apanya?” tanya wanita itu penasaran.
“Alamatnya, ternyata masih satu daerah dengan saya,” ujar Rino sambil tersenyum bahagia. Wanita resepsionis itu pun tersenyum melihatnya.
“Huh, masa muda yang masih berbunga-bunga,” ujar wanita itu. Rino hanya mendengar  itulalu berterima kasih setelah itu berlalu dari tempat itu dengan senyum ceria. 


 
 

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Demi Keadilan:Azveera's quest
760      429     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
Call Kinna
4263      1649     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Aku Milikmu
1446      673     2     
Romance
Aku adalah seorang anak yang menerima hadiah terindah yang diberikan oleh Tuhan, namun dalam satu malam aku mengalami insiden yang sangat tidak masuk akal dan sangat menyakitkan dan setelah berusaha untuk berdamai masa lalu kembali untuk membuatku jatuh lagi dengan caranya yang kejam bisakah aku memilih antara cinta dan tujuan ?
Between the Flowers
522      287     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
Gino The Magic Box
3139      1026     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
REGAN
7541      2534     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Interaksi
370      259     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Lenna in Chaos
4775      1732     1     
Romance
Papa yang selingkuh dengan anggota dewan, Mama yang depresi dan memilih tinggal di desa terpencil, seorang kakak perempuan yang kabur entah ke mana, serta kekasih yang hilang di Kalimantan. Selepas kerusuhan demonstrasi May Day di depan Gedung Sate, hidup Lenna tidak akan pernah sama lagi. Sewaktu Lenna celaka di kerusuhan itu, tidak sengaja ia ditolong oleh Aslan, wartawan media sebelah yang...
Gantung
596      395     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
Aku Biru dan Kamu Abu
593      340     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?