Krriiiinggg...kriiing....kring..
Bunyi alarm yang tak henti-hentinya berdering diantara kasur kami yang berjejeran. Satu per satu santri terbangun karena bising alarm sedari jam 02.00 WIB, aku tak hanya terbangun namun juga tersentak kaget mendapati suara nyaring itu.
Tanpa aba-aba lagi, kamar yang berisikan kurang lebih 14 orang sudah kosong. Mereka sudah mengantri didepan kamar mandi, rasa kantuk pun tak kami hiraukan demi mendapatkan antrean pertama supaya tidak tertinggal teman ke masjid atau mendapat hukuman dari ustazah.
"Wahidd..Itsnain... Tsalatsaa..Hayaaa Ukhti Kumna kumnaa.. Ila Masjid Ma'an" Terlihat begitu jelas ustazah mengetuk-mengetuk setiap pintu kamar yang ada di asrama. Buru-buru ku kenakan mukena dan tidak perduli dengan raut muka bantal. Segera aku lari menuju masjid bersama temanku.
"Capee banget kalo setiap hari harus kaya gini yaaa" protes Maryam yang terlihat lelah,duduk bersender didinding masjid
"Iya, masa tiap hari gini harus ke masjid jauh banget. Mana 5x sehari lagi. Bisa-bisa kakiku pake balsem terus" Khadijah tak mau kalah,ia juga protes dengan rutinitas yang sangat disiplin di pondok pesantren.
"Temen-temen dengerin detak jantung ku deh. Sampe sekarang kok keras banget ya detaknya. Kalian kaya gini gak?" Sebenarnya aku ingin protes karena aku sangat setuju dengan Maryam dan Khadijah. Namun,aku alihkan karena ada yang janggal sedari tadi ku perhatikan detak jantungku yang tidak biasa.
"Eh iyaaa lhoo.. Fatimaah.. Detakmu kok bisa beda begitu? Kamu kecapean kah?"
"Gatau juga, dari pas lari-lari tadi. Sebenernya udah lama si detaknya aneh"
"Kamu ada sakit jantung?" tanya Maryam tanpa basa-basi yang membuatku berfikir 2x lipat
"Ngga ada si setauku, mungkin emang normal kali ya"
Allahuakbar.. Allahuakbar ..
Percakapan kami pun terhenti dengan suara iqamah dari depan. Ukhti qismul ta'lim mendorong badanku supaya aku maju kebarisan shaf paling depan. Padahal si aku sudah sholat dan khusyu' mendengarkan imam membacakan surah An-naba, kebiasan-kebiasaan baru yang ada di pondok pesantren membuat ku culture shock. Belum lagi banyaknya peraturan seperti setiap hari senin, selasa, dan jumaat harus menggunakan bahasa inggris atau arab. Harus menggunakan kerudung jika keluar kamar. Harus memanggil kaka tingkat dengan sebutan ukhty. Harus ke masjid setiap sholat, mana masjidnya jauh sekali dari asrama putri. Bayangkan saja subuh-subuh, dimana matahari belom memunculkan sinarnya kami harus sudah berjalan menuju Masjid. Jika tidak ke masjid akan mendapatkan hukuman berupa menghafal ayat al-quraan yang kemudian disetorkan ke ustazah.
Aku yang notabanenya malas, bahkan terkadang sehabis subuh tidur lagi kini harus terbiasa terbangun jam 03.00 WIB kemudian berangkat sekolah jam 06.30 WIB. Jika tidak seperti itu, semuanya akan serba tertinggal. Tertinggal antree makan, tertinggal imam untuk sholat, dan tertinggal jam masuk pelajaran sekolah. Ahhh.... beratt!!
"Fatimaah.. kamu mau ikut kami makan nggak? Aku sama Khadijah mau langsung makan sehabis menaruh mukena"
"Ikutt..Menu hari ini apa ya? Kalian ingat?"
"Setau aku si lele bakar, tadi aku liat menu nya di dekat jendela. Hafsah yang menempelkannya"
"Seriusaan lele bakar? itu makanan favorit aku!" Mendengar 'lele bakar' wajah Maryam langsung sumringah, yang tadinya protes melulu perihal peraturan yang menurutnya tak wajar kini menjadi senang lantaran mau sarapan dengan lele bakar.
Lele bakar di pondok kami memang tak ada duanya, bumbu kecap yang meresap dan sambal yang khas membuat kami ingin menambah lagi dan lagi. Namun sayang, satu orang hanya boleh satu lele bakar.
Tibalah kami di resto, tempat berkumpul semua santri saat makan pagi, siang, hingga malam. Disinilah tempat kami bergosip hahahaha. Namun disinilah tempat kami mengenal satu sama lain, meskipun masih satu angkatan yaa setidaknya jadi mengenal backround dari teman-teman seangkatan.
"Ehh... Fatimaah sini-sini" Hafsah memanggilku dan memperbolehkan aku, Khadijah, dan Maryam duduk disebelahnya. Jika dia tidak memanggil, kami masih bingung mau makan dimana. Lantaran kursi hampir penuh karena sudah ditempati oleh ukhty-ukhty senior.
"Makasi yaa Saa"
"Sama-sama.. eh kalian nanti pas Posa mau ikut lomba apa?" tanya Maryam
"Apaa yaa aku juga bingung, mungkin basket kali yaa. Emang anti pengennya apa?" Asyah menimbali pertanyaan dari Maryam
"Ngga tau deh, aku mau jadi suporter aja hahahaah" gelak tawa Maryam terdengar jelas diantara santri-santri yang lain. Membuat orang-orang yang didekatnya menoleh kearahnya
Tidak terasa ketika kami sedang asyik mengobrol perihal Possa, bell masuk sekolah sudah terdengar. Tandanya para santri harus segera bergegas dari resto. Jika tidak, pasti akan ada ustazah yang sudah siap menyuruh kami pergi dengan hitungan-hitungan arabnya yang khas.
Kehidupan di pondok pesantren memang tidak mudah dijalani, ada banyak hal yang harus aku pelajari mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Tidak bisa bebas seperti diluar sana. Rasa rindu kepada orang tua dan keluarga yang dirumah seringkali membuat ku menangis sejadi-jadinya ketika tengah malam. Bahkan tiba-tiba saja menangis saat beres-beres tempat tidur, belum lagi aku harus mengenal orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Mulai teman ku yang berasa dari Bandung, Kalimantan, Riau, bahkan Papua.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(next) tunggu ya kelanjutan ceritanya! :)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Possa (Pekan Olahraga Santri Assalaam)