Read More >>"> ETHEREAL (The King and The Princess) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ETHEREAL
MENU
About Us  

you are the first person who will help us

 

Matahari kembali terbit, memaksa laki-laki yang baru saja menikmati tidurnya itu kembali terbangun. Dengan rasa enggan, ia pun bangun, kemudian duduk di tepi ranjang, mengusap kasar wajahnya, lalu membuka paksa matanya yang masih mengantuk.

Belakangan ini waktu tidurnya cukup berantakan. Berkas-berkas yang harus ia periksa terus menumpuk tanpa berkurang sedikit pun. Tumpukkan kertas itu sudah memenuhi ruangan kerjanya. Ruang kerjanya yang sebelumnya terlihat luas dan nyaman, kini terlihat sempit dan berantakan. Sejujurnya ia juga tidak nyaman dengan kondisi ruang kerjanya yang seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi. Jika tumpukan kertas masih menggunung, itu tandanya pekerjaan belum selesai. Berperan sebagai Raja memang sesulit ini.

Sebuah ketukan pintu mengalihkan perhatian. Terbuka pintu besar yang itu, menghadirkan seorang pelayan laki-laki kepercayaannya dengan seragam lengkapnya. "Semuanya sudah siap, Yang Mulia." Ucapnya penuh dengan kesopanan.

Pribadi yang masih tidak rela beranjak dari kasurnya itu menatap kesal pelayan itu. Padahal pelayan itu tahu kalau Rajanya ini baru saja tidur sejam yang lalu. Bukankah seharusnya ia memaklumi kalau hari ini akan bangun lebih telat dari biasanya?

Laki-laki berhidung mancung itu menghelakan nafas. Lalu mengangguk kecil sebagai sebuah jawaban.

Tugas tetaplah tugas. Kewajiban tetaplah kewajiban. Dia harus menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin. Agar semua rakyatnya bisa hidup tanpa memikirkan banyak hal.

Kaki jenjang itu menumpu tubuhnya untuk berdiri tegap. Berjalan menuju tempat yang sudah disiapkan untuknya mandi. Ia berjalan dengan sedikit lambat. Kepala yang terasa begitu pusing membuatnya kesusahan untuk menyeimbangkan langkahnya. Kadang kali ia sedikit meringis saat kepalanya semakin pening. 

"Apa ada kabar dari Eiljung?" Tanyanya sambil melepas piyamanya. Ia berikan piyama itu pada pelayan lalu berjalan mendekat kearah kolam besar berisi mawar.

"Tidak ada Yang Mulia. Tidak ada satu pun surat yang masuk dari tuan Eiljung." 

Laki-laki yang sudah bertelanjang bulat itu merotasikan matanya kesal, ia juga menghela nafas berat. Pasalnya, teman sekaligus ksatria terhebatnya itu masih belum memberi kabar sama sekali tentang penyelidikan yang sudah dilakukan sejak satu tahun yang lalu. Kalau seperti ini, dia malah menjadi sedikit khawatir akan keselamatan dan juga keberhasilan misi ini. Selain itu juga, para petinggi pasti akan menyalahkannya.

Suara yang dihasilkan oleh air kini menghiasi ruangan besar. Bunga-bunga yang mengambang pun terhanyut kesana kemari karena gelombang kecil yang berasal dari laki-laki itu saat ia memasukan tubuhnya kedalam kolam besar secara perlahan.

Ia merendamkan dirinya, menyisir poninya kebelakang, mengatur pernapasannya, lalu menutup mata untuk menikmati kehangatan dan rasa nyaman. Ia sangat suka suasana yang damai ini. Rasa lelahnya seakan berkurang sedikit demi sedikit. Tubuhnya terasa lebih ringan dan kepalanya yang sebelumnya terasa sakit pun kini sudah tidak lagi.

Berendam dalam kolam air hangat memang memiliki kenyamanan tersendiri.

"Apa jadwalku hari ini?" Suara baritonnya bergema.

"Hari ini Anda memiliki jadwal untuk bertemu dengan beberapa duke untuk membahas tentang masalah desa Timur. Lalu Anda juga memiliki jadwal bersama Tuan Putri. Beliau mengundang anda ke acara minum teh."

Ia menoleh dengan sigap, terkejut atas ucapan sang pelayan. Laki-laki itu meruntuki dirinya. Ini adalah hal yang sama sekali tidak boleh ia lupakan. Ia sudah berjanji untuk tidak beralasan lagi kali ini. Bagaimana ia bisa lupa dengan janjinya ini.

"Kosongkan semua jadwalku hari ini. Pesankan satu buket bunga Mawar Biru dan belikan juga hadiah yang paling istimewa untuk Tuan Putri. Lakukan dengan cepat." Perintahnya dengan tegas. Kalau sudah menyangkut 'Tuan Putri' semuanya harus dilakukan dengan serius.

"Untung saja aku tidak lupa lagi..."

πŸ‘‘πŸ‘‘πŸ‘‘

Langkah besar laki-laki itu terhenti saat melihat sesosok perempuan dengan gaun berwarna birunya. Mata coklat itu terpukau untuk kesekian kalinya pada kecantikan itu.

"Selamat pagi, El." Sapanya dengan senyum manisnya. Raja yang dikenal sangat tegas dan menyeramkan itu akan berubah seratus delapan puluh derajat jika sudah berhadapan dengan adik perempuannya.

"Selamat pagi juga, Yang Mulia." Perempuan itu membalasnya dengan senyuman yang lebih manis. Senyuman itu bagaikan obat yang bisa menghilangkan rasa lelahnya, selain berendam di kolam air hangat.

Azaella, adiknya yang lima tahun lebih muda ini memang kecantikannya bukan hal yang dapat dibandingkan lagi. Walaupun nanti Louvien akan memiliki istri pun, kalau soal kecantikan adiknya tetap nomor satu. Semua perempuan akan kalah. Matanya yang memiliki warna coklat terang. Rambut yang selalu terurai panjang sedikit ikal berwarna hitam. Bibir tipis yang selalu mengukir senyuman manis bagaikan permen. Hidungnya yang walaupun tak terlalu mancung, tapi tetap memberikan kesan cantik di wajahnya. Selain cantik, Azaella memang terlihat imut. Tipe perempuan yang amat sangat lemah lembut.

Louvien mengeluarkan sebuah buket bunga mawar biru yang sedari tadi ia sembunyikan di balik badannya. "Untuk perempuan cantik," mengulurkan buket bunga itu dengan begitu sopan, layaknya pangeran yang sedang memberi hadiah pada kekasihnya.

Azaella mengambil buket bunga itu. Mendekapnya. Lalu menghirup aromanya. "Terima kasih, Yang Mulia." Azaella semakin tersenyum. Ia selalu mendapatkan perlakuan manis seperti ini dari Louvien. Perempuan yang nanti akan menikah dengan Louvien pasti sangat beruntung. Dengan adiknya aja selembut ini, apalagi dengan istrinya.

"Warnanya sama dengan bajumu. Padahal aku hanya asal meminta pada pelayan untuk menyiapkannya." Jujur Louvien. Dia memang asal meminta. Dalam pikirannya langsung terpikir mawar biru saat berpikir membawakan bunga apa hari ini untuk Azaella.

"Berarti kita satu hati. Hehehe..." Dengan bunga dalam dekapannya, lalu tersenyum dan tertawa kecil menatap Louvien dan ditambah riasan yang menambah kadar kecantikan Azaella, Louvien semakin terpukau. Matanya melebar terpesona. Adiknya memanglah sangat cantik. Sangat cantik seperti malaikat.

Perempuan itu melangkah sedikit, mendekati kakak tercintanya, lalu menggandeng tangannya erat. "Bagaimana kalau kita keliling dulu hari ini, sebelum minum teh bersama?" Tawarnya dengan senyum yang belum memudar sama sekali.

Senyuman manis ditambah suara lembut itu selalu membuat orang kesulitan dalam menolak. Seakan suara itu memiliki sebuah kekuatan yang memabukkan seseorang untuk melakukan apapun yang diucapkan, dan senyuman itu memiliki kekuatan agar orang tidak bisa memalingkan pandangannya barang satu detik pun. Banyak sekali orang yang sudah luluh hanya dengan mendengar suara atau melihat Tuan Putri tersenyum.

"Apapun akan aku lakukan untukmu Tuan Putri Azaella."

Azaella tersenyum lebar. Akhirnya datang juga hari dimana kakaknya bisa memiliki waktu banyak dengannya. Ia sudah menanti hal ini sejak lama. Pasalnya, semenjak kakaknya naik tahta lima tahun lalu, waktu bermain bersama kakaknya berkurang dan itu membuatnya merasa kesepian.

"Aku baru tersadar kalau kamu sudah setinggi ini, El." Louvien itu mengukur tinggi Azaella dengan membandingkannya dengan tubuhnya. "Aku tak menyangka kalau kau tumbuh secepat ini. Aku sedikit tidak suka." Ucapnya dengan nada yang sedikit sedih. Azaella adalah keluarga satu-satunya. Saat Azaella tumbuh menjadi dewasa, sudah pasti ia akan mendapatkan pendamping hidupnya. Itulah yang membuat Louvien sedih. Ia bukannya tak rela adiknya menikah dengan orang lain. Ia hanya tidak ingin kehilangan adiknya. Bagaimana pun juga, adiknya akan dibawa 'pergi' suatu saat nanti. Ia mungkin akan dilupakan. Menjaga dan merawat Azaella sudah bukan kewajibannya lagi, sudah ada suaminya. Bahkan hal ini cukup menakutkan untuk dibayangkan.

"Kakak jangan khawatir. Apapun yang terjadi, apapun yang orang katakan, kakak tetaplah kakakku." Azaella mengeratkan genggamannya. "Tapi sepertinya aku yang akan kesepian lebih dulu. Tahun depan kakak akan menikah. Malah waktu kakak untukku yang akan berkurang lagi." 

Walaupun Azaella tersenyum, Louvien tahu kalau itu palsu. Sejak kecil, Azaella memang pintar menyembunyikan perasaannya. Louvien sudah sangat tahu itu. Ialah orang yang paling bisa membedakan ekspresi Azaella. Tentu saja saat ini Azaella hanya sedang berpura-pura baik-baik saja. Azaella pasti merasa kesepian mengingat istana yang di tinggalinya sangat besar dan luas, lalu orang yang paling dekat dengannya hanya sang kakak, di tambah pula dengan rasa rindu akan kehadiran kedua orang tuanya. Sudah dipastikan Azaella sering menangis sendirian.

Louvien tersenyum lembut. Ia mengusap lembut pucuk kepala Azaella. Rambut terasa begitu lembut. Inilah alasan Louvien sangat suka mengusap rambut adiknya. Ini juga salah satu hobinya. "El, berjanjilah padaku, kalau ada apa-apa langsung bilang padaku, jangan di sembunyikan."

Azaella mengangguk lembut.

Walaupun Louvien tahu adiknya sedang menyembunyikan perasaan aslinya, ia harus tetap bersikap seakan-akan ia tak tahu. Jika seseorang berkata baik-baik saja namun sebenarnya ia sedang dalam keadaan tidak baik, seharusnya kita tidak perlu bersikap layaknya pahlawan. Hanya dengan percaya bahwa ia baik-baik saja dan menyemangatinya, lalu tetap menunggunya untuk bercerita nanti itu sudah cukup. Berbohong tentang keadaan bukan hal yang mudah, butuh banyak keberanian dan kekuatan untuk tampil kuat di depan orang. Maka dari itu Louvien tahu, Azaella sedang berusaha kuat untuk menjadi orang yang kuat.

"Tapi, kak... Apa Jimchean tidak marah pada kakak? Pekerjaan kakak masih banyak, bukan?"

Louvien melepaskan genggaman tangan Azaella, lalu merangkulnya. "Tidak apa-apa. Aku tahu kamu merasa bosan. Saat dulu, kita selalu bersama sepanjang hari. Dari terbitnya matahari hari sampai bulan sudah berada tinggi di atas langit. Hitung-hitung membayar waktu-waktu yang tidak kita habiskan bersama." Louvien berucap dengan suara penuh kasih sayang. "Aku akan membuat alasan masuk akal pada Jimchean untuk absen sehari."

Senyum kembali tergambarkan di wajah Azaella. Cukup mudah bagi Louvien untuk membuat Azaella tersenyum dan mempertahankan senyum itu cukup lama. Louvien adalah sumber utama kebahagiaan Azaella. Dia adalah alasan terbesar Azaella tersenyum. Laki-laki yang ingin menikahi Azaella harus mengalahkan Louvien dahulu dalam bidang ini. 

"Berterima kasihlah padaku, Kak. Aku berhasil membuatmu keluar dari penjara." Ucap Azaella dengan begitu bangga. Kata 'penjara' memang cukup kasar. Tapi mau bagaimana lagi. Hanya 'penjara' yang bisa menggambarkan suasana ruang Vi sekarang.

Louvien mengambil tangan adiknya yang menggenggam tangannya. Memandunya untuk merangkul lengan Louvien. "Terima kasih, adikku sayang."

Azaella mengeratkan rangkulan tangannya. "Aku sayang kamu, Kak."

Louvien tertawa. "Aku juga sayang padamu, El. Jadi, maukah kamu menikah denganku?" Tawar Louvien dengan sedikit candaan. 

Lengan Louvien pun dipukul kecil. Tidak sakit. Tentu saja, Azaella itu tidak sekuat itu. Fisiknya sangat lemah. Makanya Louvien selalu menaruh atensi penuh padanya. "Ada-ada saja kamu, Kak. Harusnya kamu mengatakan itu pada Putri Eloise." Ujar Azaella.

Eloise adalah tunangan Louvi, Putri dari kerajaan Alder. Tentu saja mereka dijodohkan. Tapi tidak seperti di dalam buku-buku dongeng yang bercerita, si Pria tak menyukainya dan berakhir menyakiti lalu jatuh cinta atau si Perempuan yang begitu ambisius untuk menikah dengan si Pria. Tidak seperti itu. Walaupun terpaksa, kedua menerima dengan pasrah dan saling bekerjasama. Azaella sangat menyukai Eloise. Mereka sangat akrab. Dan Louvien senang akan hal itu. Eloise menerima kehadiran adiknya, berarti sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi istri Louvien. Sederhana memang. Tapi tak banyak orang yang mengetahui itu. Bayangkan saja jika banyak orang yang tahu, pasti semuanya malah berebut mengambil hati Azaella untuk mendapatkan Louvien. Dan itulah yang sangat Louvien hindari.

"Hahaha... Tadi kau berkata seakan kau sangat sedih jika aku menikah. Tapi sekarang kau malah menyuruhku melamar Eloise."

"Aku tidak sedih. Jangan seenaknya menyimpulkan"

"Iya, iya..." Louvien berusaha menahan tawanya. Menghabiskan waktu seperti ini bersama Azaella memanglah bahagia. Ia bisa tertawa sebanyak-banyaknya dan tersenyum sepuasnya.

Seorang laki-laki yang memperhatikan kedua adik-kakak itu dari jauh kini menghela nafas panjang. Bajunya terlihat kusut. Mari kita tebak, kalau dia belum membersihkan diri. Pasti itu baju kemarin. Tapi ketampanannya tak hilang. Aneh. Manusia langka.

"Kalau Yang Mulia Raja sudah selesai berkencan dengan Tuan Putri. Langsung kabari aku. Aku akan pulang dulu. Lelah sekali hari ini. Pasti akan lembur." Ujarnya pada penjaga disebelahnya yang mejawab dengan anggukan sopan. Laki-laki itu pun pergi. Ia ingin membersihkan dirinya. Kalau tahu Louvien akan berkencan dengan adiknya, lebih baik ia melanjutkan tidurnya tadi.

"Dasar..."

πŸ‘‘πŸ‘‘πŸ‘‘

"Rupanya kamu masih disini, Louvien." Ucap laki-laki yang baru saja masuk. Tentu saja ini cukup mengejutkan. Bulan sudah menunjukkan kehadirannya sejak lima jam yang lalu. Suara burung mulai terdengar karena kesunyian malam. Dan raja muda itu masih berkutik dengan berkas-berkasnya. Nampaknya ia juga tidak merasa mengantuk. Laki-laki itu mengira saat dia meninggalkan Louvien untuk mengambil makanan di dapur istana Louvien akan kembali ke kamarnya dan dia bisa pulang.

Memang sebelumnya laki-laki itu mengatakan akan lembur hari ini. Tapi jujur, ia sangat ingin beristirahat. Sudah seminggu ia kehilangan waktu tidur teraturnya demi menemani sahabatnya ini sebagai tangan kanannya. Kalau Louvien masih disini dia tidak akan bisa pulang.

"Aku harus memeriksa beberapa hal lagi, baru beristirahat."

Laki-laki yang sudah berdiri di depan meja itu mengangkat kedua alisnya. "Apa adik tercintamu tidak memarahimu? Atau dia masih belum tahu kalau kamu hanya tidur satu jam saja setiap harinya?"

Louvien mengangkat wajahnya. Menatap tajam kearah laki-laki yang tersenyum menyebalkan. "Kalau seperti itu, kesannya aku sangat takut dengan adikku, Jim."

Jimchean mengangkat bahunya. "Entah! Sepertinya kau sudah di kenal seperti itu oleh semuanya."

Louvien merotasikan matanya jengah. Berhadapan dengan Jimchean bukanlah hal yang menyenangkan. Sahabatnya ini selalu membuatnya kesal. Jika dibandingkan dengan Eiljung, Louvien lebih suka berbincang banyak dengan Eiljung yang tenang.

"Kalau tidak ada kepentingan lain, lebih baik kau pulang dan bersenang-senanglah dengan perempuan-perempuanmu itu!"

"Aku tidak se-brengsek itu, Vi," bela Jimchean. Ia memang sering berganti-ganti 'perempuan', tapi katanya dia tidak sebrengsek laki-laki yang Louvien pikirkan. Dia hanya memiliki banyak relasi dengan perempuan bangsawan. Tidak lebih. Jimchean bukanlah lelaki yang nakal. Dia masih suci, kok. Wajahnya saja yang kelewat seksi sehingga kaum hawa selalu menggodanya. Jimchean benar-benar tidak senakal itu. Apalagi dia adalah tangan kanan raja. Imagenya harus sangat dijaga.

"Tapi semuanya sudah mengenalmu seperti itu."

Oke! Oke!

Louvien membalikkan perkataan Jimchean. Dan itu berhasil membuat Jimchean terdiam. Jika Jimchean adalah orang yang menyebalkan saat diajak berbicara, maka Louvien adalah adalah orang yang sulit diajak bercanda jika bukan bersama Azaella. Omongannya memang selalu setajam ini. Inilah alasan ia ditakuti. Coret nama Azaella, Jimchean dan Eiljung. Hanya mereka yang tidak terlalu takut pada Louvien.

"Jangan sejahat itu, Vi. Aku temanmu. Temanmu sejak kecil. Kau tahu, aku hanya bercanda tadi. Jangan dimasukkan kedalam hati." Louvien menatap tajam. "Kau yang paling tahu kalau aku tidak sebejat itu. Iya kan? Disaat seperti ini aku sangat merindukan Jung. Dia pasti akan membelaku." Ujar Jim dengan nada suara yang sedikit diimut-imutkan. Selain wajahnya yang seksi, dia juga lelaki yang imut di waktu tertentu.

"Aku harap Jung baik-baik saja." Gumam Louvien sambil menatap kearah bulan yang sebentuk sangat bulat itu. Bulan purnama memang sangat indah. "Dan aku harap, kematian kedua orang tuaku akan langsung terbongkar saat Jung pulang nanti." Tidak ada satu pun orang yang bisa melupakan tentang kematian dua orang yang sangat penting bagi negeri ini. Bukan hanya berbekas dalam hati Louvien dan Azaella. Tapi berbekas juga di hati seluruh rakyat. Kematian yang janggal dan langsung di sanggah kalau itu hanyalah kecelakaan semata. Sungguh mencurigakan. Mengingatnya saja membuat darah Louvien berdesir. Orang yang membunuh kedua orang tuanya pasti akan mati mengenaskan di tangan Louvien. Iya, ia sangat yakin kedua orangtua-nya dibunuh.

πŸ‘‘πŸ‘‘πŸ‘‘

Azaella menaruh bunga pemberian kakaknya di dalam vas bunga yang ada di meja riasnya. Mawar biru sungguh indah.

Perempuan itu pun membuka laci meja riasnya, mengeluarkan buku yang sudah kusam. Lalu, ia bangkit dari duduknya, berjalan mendekati ranjang, menaikinya dengan perlahan. Kini pribadi itu duduk bersandar di kepala ranjang, membuka bukunya dan kembali membaca dari halaman pertama. Ini adalah rutinitasnya sebelum tidur. Karena ibunya sudah tidak bisa menceritakan sebuah dongeng lagi untuknya, Azaella pun memutuskan untuk membaca buku dongeng sebagai pengganti. Buku dongeng ini spesial. Tidak di jual dimana pun. Pasalnya, buku dongeng ini adalah buku yang ibunya buatkan dan tuliskan dengan tulisan tangan khusus untuk Azaella. Hanya untuknya.

"Ibu... aku merindukanmu."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hujan Paling Jujur di Matamu
4226      1291     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
Project Pemeran Pembantu
3275      1157     0     
Humor
Project Pemeran Pembantu adalah kumpulan kisah nyata yang menimpa penulis, ntah kenapa ada saja kejadian aneh nan ajaib yang terjadi kepadanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam kumpulan cerita ini, penulis menyadari sesuatu hal yang hilang di hidupnya, apakah itu?
Gantung
499      322     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
(Un)Dead
442      226     0     
Fan Fiction
"Wanita itu tidak mati biarpun ususnya terburai dan pria tadiδΈ€yang tubuhnya dilalap apiδΈ€juga seperti itu," tukas Taehyung. Jungkook mengangguk setuju. "Mereka seperti tidak mereka sakit. Dan anehnya lagi, kenapa mereka mencoba menyerang kita?" "Oh ya ampun," kata Taehyung, seperti baru menyadari sesuatu. "Kalau dugaanku benar, maka kita sedang dalam bahaya besar." "...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
390      267     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
THE YOUTH CRIME
2599      731     0     
Action
Remaja, fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan dua ciri khusus, agresif dan kompetitif. Seperti halnya musim peralihan yang kerap menghantui bumi dengan cuaca buruk tak menentu, remaja juga demikian. Semakin majunya teknologi dan informasi, semakin terbelakang pula logika manusia jika tak mampu mengambil langkah tegas, 'berubah.' Aksi kenakalan telah menjadi magnet ketertarika...
Jelita's Brownies
2385      1037     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Buku Harian Ayyana
14209      3854     6     
Romance
Di hari pertama masuk sekolah, Ayyana udah di buat kesel sama cowok ketus di angkatannya. Bawaannya, suka pengen murang-maring terus sama cowok itu! Tapi untung aja, kehadiran si kakak ketua OSIS bikin Ayyana betah dan adem tiap kali dibuat kesel. Setelah masa orientasi selesai, kekesalan Ayyana bertambah lagi, saat mengetahui satu rahasia perihal cowok nyebelin itu. Apalagi cowok itu ngintilin...
Toko Kelontong di Sudut Desa
3324      1356     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
Play Me Your Love Song
2447      1025     10     
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu. Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...