Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
MENU
About Us  

Sial! Harusnya aku dengar perkataan Ethan waktu itu. Perempuan sama saja! Kalau sudah jadi pacar bakal berubah egois, sensitif, dan cemburuan.

Setelah meninggalkan aku begitu saja, ia tidak sama sekali mengubungiku. Karena bujukan Aksa, akhirnya aku yang mengalah untuk menghubunginya lebih dulu. Bukannya diangkat, Mara malah memblok nomor dan seluruh sosial mediaku.

"Bener kata Ethan, Sa! Gausah lo punya cewek. Ribet!" kataku memperingati. Sementara Aksa terlihat acuh sebab sedang menghitung untung dagangan hari ini.

Aku marah dan merasa tidak dihargai. Sejak tadi yang aku lakukan hanyalah menatap ponselku yang tak bernyawa. Mau pulang ke kosan saja malas rasanya. Sehingga setelah mengisi acara di kafe, aku lebih memilih untuk bermalam di rumah Aksa.

Tak lama, Mentari datang. Ia turun dari gojek, lalu masuk rumah dengan wajah kelelahan.

Bagaimana tidak? Setelah membantu Aksa melayani pembeli, ia masih harus lanjut bekerja ke kafe.

"Baliknya malem banget. Kafe lagi rame, ya?" tanya Aksa basa-basi, memecah keheningan yang sempat tercipta. Mentari hanya mengangguk, lalu melepas sepatu, dan memasukannya ke dalam rak samping pintu masuk.

"Gue nggak lewat O'Eight sih jadi nggak tahu lo belum balik. Kalau tahu begitu, tadi gue nunggu aja biar balik bareng," kataku menimpali ucapan Aksa.

"Nggak apa-apa kok, Kak. Santai aja," balas Mentari yang langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan aku dan Aksa yang masih duduk di teras depan rumah.

Masalah di hidupku datang silih berganti. Sejak kecil, aku selalu merasa dunia yang aku tempati begitu tak adil. Ketika semua orang punya keluarga yang lengkap, keluargaku harus terpisah belah. Ketika semua teman-temanku mampu membeli mainan--yang harganya tak melulu mahal--aku harus berhemat bahkan puasa untuk menyisihkan uang saku untuk membelinya.

Ibu selalu bilang keuangan keluarga sedang tak baik. Aku harus paham. Usaha ayah dulu lumayan maju. Ia memiliki toko ikan di pasar. Namun, setelah ia ditipu oleh sahabatnya sendiri, usahanya makin tak karuan.

Ayah dan sahabatnya berencana membuka toko ikan yang lebih besar. Sahabatnya menjanjikan bahwa ia akan menjualnya juga sampai keluar negeri. Katanya, sahabat ayahku ini pernah kerja di Taiwan dan kenal beberapa pengusaha di sana. Ayah sampai menjual rumah pusaka dari orang tuanya, juga mobil, serta perhiasan Ibu.

Namun ternyata, sahabat ayah penipu. Ia membawa kabur uang puluhan juta yang pada zaman itu jumlahnya besar sekali. Rumah tangga Ibu dan Ayah kena imbasnya. Hampir setiap hari mereka bertengkar. Kekurangan ekonomi sering kali salimg melempar umpatan bahasa hewan. Dulu, ayah dan ibu tak pernah begitu, tetapi sekarang semuanya sudah berubah.

Ayah tidak tahu keberadaannya di mana setelah keluar dari penjara karena kasus KDRT. Sementara Ibu sudah bahagia dengan keluarga barunya di Amerika.

Aku tak pernah ingin tahu adikku atau suami baru ibuku. Karena rasanya, hatiku belum menerima.

Sampai pada saat sosok yang tak ingin aku temui itu datang di depan universitas. Ibu dan dua anaknya datang menemuiku.

Sama sepertiku, Ethan dan Aksa juga kaget melihat kedatangan ibuku dan dua anaknya yang tiba-tiba. Mereka sempat terdiam sesaat, tapi setelahnya berlaku ramah dan sopan. Ini pertama kalinya mereka bertemu. Biasanya hanya lihat melalui video call ketika ibu meneleponku. Antara Ethan, Aksa, dan ibu terlibat obrolan basa-basi seperti bertanya kabar, kapan datang, dan bagaimana progress kuliah.

Mengerti jika ibu ingin ngobrol empat mata denganku, Ethan dan Aksa pun pamit pergi. Mereka enggan mengganggu momen yang dulu selalu aku semogakan. Setidaknya sampai Oma meninggal dunia.

Ibu masih terlihat cantik untuk ukuran wanita sebayanya. Tubuhnya terlihat sehat dan terawat. Kulitnya putih bersih, serta penampilannya yang modis. Ibu sangat berbeda sekali dengan ibu yang aku lihat terakhir kali.

Sambil menggendong kedua putrinya, ia melangkah mendekat ke arahku yang masih mematung di tempat. Selangkah demi selangkah, ia mendekatiku dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi. Tangannya beralih mengelus pipiku lembut. "Daniel. Anak Ibu," ujarnya dengan suara bergetar. "Ibu nggak nyangka kamu udah sebesar ini."

**

Pot tanaman kesayangan milik Oma yang sengaja di taruh di sudut ruang makan layu. Entah mengapa begitu. Setiap pagi biasanya Oma rajin menyiramnya. Awalnya aku bingung kenapa Oma lebih memilih menaruhnya di situ. Oma bilang agar tanaman itu tak kekurangan sinar matahari. Lalu, aku makin bingung, kenapa tidak menaruhnya di depan halaman saja. Kemudian senyum Oma—yang lebih terlihat tersenyum getir itu—memandang ke arahku. 

Itu tanaman bambu hias jepang yang diberikan oleh Ibu. Beberapa tahun lalu, sebelum keberangkatannya ke Amerika. Ibu bilang tanaman ini bisa mendatangkan rezeki. Aku juga masih ingat betul, harapan dan do'a yang Ibu tuturkan untuk Oma. Membuat Oma menangis haru dan memeluk putrinya itu penuh kehangatan. 

Kini, setelah Ibu kembali dan Oma sudah pergi ke pangkuan sang kuasa, tanaman itu layu. tanaman itu mati.

"Aku nggak setuju kalau Daniel harus ikut Mbak ke Amerika," kata Om Hari dengan suara lantang dan tegas. "Daniel masih kuliah. Biarkan dia selesaikan dulu kuliahnya!"

Suasana ini begitu emosional. Ruang makan yang biasanya kami gunakan untuk makan, berubah menjadi kursi panas penghakiman. Aku merasa tak berhak berkata apa-apa, meskipun aku berhak membela diriku sendiri. Untuk apa aku ke Amerika? Sekarang aku sudah terbiasa hidup tanpa ibu. Aku bisa mengurus diriku sendiri. 

"Di sana hidup Daniel bisa terjamin, Ri. Kalau memang nggak bisa ikut sekarang karena sayang kuliahnya ... setelah lulus nanti Daneil bisa ikut sama Mbak."

“Tapi apa lebih baik kita tanya Daniel-nya saja Mbak?” sambung Tante Asih yang sependapat dengan suaminya itu. “Itu bukan keputusan yang bisa diambil buru-buru.”

“Daniel pasti mau. Itu yang selalu dia inginkan … tinggal bersamaku.” Nada ibu sangat tegas. Seolah-olah tahu betul apa yang diinginkan oleh anaknya.

Aku menggeleng pelan. Rasanya meski ingin bicara kasar dan berteriak, sulit untuk mulutku berucap. Hatiku terluka. Terluka sudah lama sekali sampai-sampai aku tak tahu pasti tepatnya kapan. Entah saat perceraian, entah saat melihat ayahku ditangkap depan mataku sendiri, atau ketika mendengar ibu menikah lagi. Bu Lela pernah bilang bahwa waktu akan membuatku paham dan mengerti. Bahwa pemikiran anak-anak sepertiku tak akan bisa sejalan dengan keputusan orang dewasa. Namun sampai sekarang, aku dibuat makin tak mengerti.

“Daniel nggak mau ikut ibu,” kataku berusaha bicara.

“Kok begitu? Kemarin-kemarin Daniel bilang mau tinggal sama Ibu?”

Aku menghela napas dalam, masih berusaha menahan luapan emosi yang sudah bergejolak di dalam dada. Membuat dadaku sesak hampir mati. “Kemarin itu kapan?” tanyaku masih berusaha bicara dengan tenang. “Kemarin yang kemarin? Kemarin satu tahun yang lalu? Atau kemarin 10 tahun yang lalu?”

Kami semua terdiam. Suasana mendadak hening ketika aku bicara. Jujur saja, hal ini membuat aku muak. Kenapa tidak ada orang yang bicara? Aku butuh penjelasan. Bukan tatapan sedih yang makin membuatku sia-sia.

“Apakah salah ketika anak 11 tahun memohon pada ibunya untuk tinggal bersama? Ayahku di penjara … lalu aku bagaimana?” kataku dengan air mata yang tak bisa ditahan. “Apakah salah ketika semua orang datang bersama orang tuanya untuk mengambil rapor di sekolah, aku memohon pada ibu untuk datang … sekali saja seumur hidup untuk datang ke perayaan kelulusanku?”

Kudengar suara isakan tangis Tante Asih yang tak bisa dibendung. Tante memang lebih melankolis dibanding siapa pun. Meskipun bukan ibu kandangku, aku tahu bahwa ia menyayangiku.

“Ibu tahu … ibu salah,” ujarnya dengan suara begetar, tak kuasa menahan tangis. “Biarkan ibu memperbaiki keadaan ini. Apalagi setelah kepergian Oma … hidup ibu sangat hampa. Rasa bersalah terus menghantui ibu. Ibu tak bisa makan dan tidur dengan nyenyak. Seolah-olah Tuhan sedang mengukum Ibu, Niel.”

“Simpan saja penyesalan Ibu,” kataku dengan nada dingin. “Aku juga tidak mau tinggal bersama ibu. Tinggal saja Bahagia bersama keluarga kecil Ibu di Amerika. Aku sudah tak mengharapkan apa-apa lagi. Mulai sekarang … nggak usah kirim uang lagi ke Daneil kalau itu yang membuat ibu nantinya berpikir berhak memaksa aku tinggal di sana. Aku nggak mau berhutang budi.”

“Bukan begitu, Niel. Sudah seharusnya Ibu mengirimkan kamu uang. Kamu itu anak ibu—”

Aku bangkit dari kursi. Suara derit kursi membuat pandangan mereka semua tertuju padaku. Biar saja mereka berpikir aku kurang ajar atau orang yang lari dari masalah. Kuakui, aku memang pengecut. Akan tetapi, hal yang aku lakukan demi kebaikanku sendiri. Rasa sedih bisa menggerogoti pikiranku. Aku tak ingin berlarut bahkan terjebak lagi dalam perasaan ini.

Biar saja perasaan bersalah ibu menghantui dirinya. Dan biar saja, kesepian ini menemaniku selamanya.

“Aku pergi.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jelita's Brownies
4428      1649     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Story of April
2665      942     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
My Doctor My Soulmate
125      111     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Aku Milikmu
2153      930     2     
Romance
Aku adalah seorang anak yang menerima hadiah terindah yang diberikan oleh Tuhan, namun dalam satu malam aku mengalami insiden yang sangat tidak masuk akal dan sangat menyakitkan dan setelah berusaha untuk berdamai masa lalu kembali untuk membuatku jatuh lagi dengan caranya yang kejam bisakah aku memilih antara cinta dan tujuan ?
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1701      825     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
Girl Power
2515      937     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Pacarku Arwah Gentayangan
6239      1817     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Potongan kertas
955      493     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Mencari Malaikat (Sudah Terbit / Open PO)
5331      2013     563     
Action
Drama Malaikat Kecil sukses besar Kristal sang artis cilik menjadi viral dan dipujapuja karena akting dan suara emasnya Berbeda dengan Viona yang diseret ke luar saat audisi oleh mamanya sendiri Namun kehidupan keduanya berubah setelah fakta identitas keduanya diketahui Mereka anak yang ditukar Kristal terpaksa menyembunyikan identitasnya sebagai anak haram dan mengubur impiannya menjadi artis...
Diary Ingin Cerita
3523      1689     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...