Read More >>"> Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam (11 - Persahabatan yang Hangat) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
MENU
About Us  

Aku tidak pernah sepanik dan sesedih ini di dalam hidupku. Bahkan ketika teman SD menjauhiku, atau teman SMA yang memfitnahku mencuri, lalu terang-terangan membully—sampai membuatku hampir celaka—dan nyaris kehilangan nyawaku sendiri dan orang lain. Atau bahkan, ketika Lolly mempermalukan aku di depan banyak orang, seperti yang ia lakukan ketika ada Daniel di kantin FRSD.

Siang menjelang sore, ketika aku baru saja selesai mata kuliah Estetika, aku mendapat panggilan telepon dari Ibu. Dahiku pun bekerut heran, karena biasanya alih-alih menelepon, Ibu lebih memilih mengirimkan pesan.

Tanpa ada rasa curiga, aku pun mengangkat telepon. Di seberang sana, suara Ibu sudah bergetar. Ibu sudah tak mampu menutupi rasa cemas, panik, dan rasa sedihnya.

Ibu bilang Babeh tiba-tiba saja pingsan di warung. Mendengar berita mengejutkan itu membuat aku tak mampu menahan lagi dan langsung pulang ke rumah.

Babeh jarang sekali sakit. Paling parah waktu kena demam berdarah 10 tahun lalu, sampai masuk rumah sakit tiga hari. Meskipun sering mengeluh masuk angin, keesokan hari keadaannya sudah lebih baik. Tiga hari lalu, lagi-lagi Babeh mengeluh masuk angin dan sesak napas. Aku, Ibu, dan Mas Aksa sudah menyuruh Babeh untuk berobat ke dokter, tetapi babeh menolak. Katanya ia hanya perlu istirahat dan minum obat warung saja. Merasa kondisi Babeh baik-baik saja, kami pun tak menanyakan lagi keadaannya. Tidak pernah menyangka keadaan Babeh akan lebih parah.

Suara motor Mas Aksa terdengar memasuki pekarangan rumah. Ia berlari masuk ke dalam sembari menanyakan keadaan Babeh, sementara Ibu mati-matian bersikap tenang agar kakakku tidak ikutan panik.

Mas Aksa duduk di samping Kasur, memandang wajah babeh yang pucat pasi. Sekilas aku melihat air matanya jatuh, tetapi buru-buru ia seka agar akua tau pun ibu tak tahu.

“Kita bawa Babeh ke rumah sakit saja.” Mas Aksa memberi saran. Aku dan ibu saling pandang satu sama lain. Bukan rahasia lagi di keluarga ini kalau Babeh punya alasan sendiri kenapa trauma dengan rumah sakit.

“Tapi, Mas … Mas kan tahu kalau Babeh trauma ke rumah sakit setelah kematian Eyang.”

“Ya, itu kan tujuh tahun yang lalu, Tar. Lagi pula, kalau nggak periksa ke dokter, kita nggak akan tahu Babeh sakit apa. Selama ini, Babeh cuma bilang kecapekan, masuk angin. Babeh bahkan biasa-biasa saja tadi pagi, tetapi tiba-tiba berakhir begini. Gue takut kalau selama ini Babeh menahan rasa sakitnya dan berpura-pura baik-baik saja.”

“Tapi biaya rumah sakit itu mahal, Nduk.”

Kali ini giliran Mas Aksa yang memandang ibu. Ia diam begitu lama, seolah-olah sedang memperhitungkan sesuatu. Keadaan Warung Mie Ayam agak lumayan sepi. Tentu saja itu sangat mempengaruhi pendapatan dan keuangan keluarga. Setelah berdiam diri cukup lama, Mas Aksa pun membulatkan tekadnya. “Jangan khawatir masalah itu. Untuk sementara pakai uang Aksa dulu, Buk. Setelah itu, kita bisa daftar BPJS. Gimana?”

“Uang kamu dari mana?”

“Ada. Tabungan Aksa kok.”

“Tapi kan itu tabungan kamu, Nduk. Ibu sama Babeh nggak mau membebani. Pakai uang modal usaha saja—”

“Bu …” ucap Mas Aksa lembut. “Babeh itu orang tua Aksa. Sudah sepantasnya Aksa juga bertanggung jawab, apalagi Aksa anak pertama laki-laki di keluarga ini.”

“Tapi—”

“Udah nggak ada tapi-tapi-an. Sekarang … fokus Ibu ke Babeh aja. Masalah biaya dan pendaftaran ini, itu, semua Aksa yang tanggung. Mentari juga bantu Ibu, ya!”

Aku mengangguk singkat. Tak seperti Mas Aksa yang vocal, aku terlalu pasif untuk mengutarakan pendapatku. Padahal aku tahu kalau sebenarnya Mas Aksa juga mati-matian berusaha bersikap tenang dan mencari jalan keluar.

Tak lama, suara klakson mobil terdengar dari depan rumah. Ethan membuka kaca mobilnya, sementara Daniel yang masih mengenakan baju polos dan celana kolor keluar dari mobil, lalu berlari panik masuk ke dalam rumah. Aku rasa ia baru saja bangun tidur dan langsung kemari ketika mendengar kabar Babeh pingsan. “Gimana keadaan Babeh, Sa?”

“Mau gue bawa ke dokter, Niel,” jawab Mas Aksa.

Aku pandangi air muka Daniel yang terlihat sudah carut marut. Aku bisa melihat kekhawatiran yang luar biasa dari wajahnya. Tangannya dengan lembut mengelus tangan Babeh yang terkulai lemas, mengigit bibir bawahnya ketika merasa tak tega melihat wajah Babeh yang pucat.

“Yuk, kita papah aja bertiga masuk ke dalam mobil,” kata Ethan yang terlihat lebih tegar dari Mas Aksa dan Daniel. “Mentari tolong bawain bantal aja ya buat sanggahan kepala Babeh.”

Aku yang termangu langsung sadar dan melakukan apa yang Ethan perintahkan. Namun, sebelum melangkahkan kakiku pergi, tangan Daniel sudah lebih dulu memegang tanganku dan berkata, “Udah gue aja. Lo tetap di sini, temenin Babeh sama Ibu.”

**

Setelah mengantarkan Babeh ke IGD, aku dan Ethan memutuskan untuk keluar ruangan karena tak mau mengganggu proses pemeriksaan. Lagi pula sudah ada Aksa, Ibu, dan Mentari. Aku rasa, mereka yang berhak mengetahui keadaan Babeh yang sebenarnya.

Kami pun menunggu di kantin rumah sakit yang letaknya tak jauh dari masjid utama. Selang satu jam, Aksa mengirimkan pesan ke grup chat yang isinya hanya kami bertiga.

Aksa : Lo pada lagi pegang duit nggak? Kalau ada … gue mau pinjem. Bulan depan nanti gue bayar, deh!

Meskipun hidup sederhana, Aksa terkenal anti yang samanya hutang. Selama berteman, ia tak pernah pinjem ini, itu. Ia bahkan lebih banyak memberi daripada menerima dalam banyal hal. Maka kalau dia sampai begini, berarti ia sedang sangat membutuhkannya.

Aku berusaha menghitung lembaran uang yang ada di dompet dan ATM. Berapa pun pasti akan aku pinjamkan pada Aksa asalkan Babeh bisa mendapatkan perawatan yang terbaik. Aku sudah menganggap Babeh seperti ayah kandungku sendiri. Ini saatnya aku membalas kebaikan Babeh.

Kupandangi Ethan yang mengepulkan asap rokoknya ke udara tanpa berkomentar apa-apa. Tak lama Aksa datang dengan wajah tak karuan. Wajahnya bahkan lebih parah daripada ketika ia ditangkap polisi karena aksi demo di pemerintahan. Aksa merebahkan tubuhnya ke atas meja, memandang lurus ke arah asbak yang penuh dengan abu rokok. “Bagi rokok dong!”

Biasanya Ethan akan mengomel karena jatah rokoknya diambil, tetapi kali ini ia memberikannya dengan cuma-Cuma. Ia menyodorkan kotak rokok putih, lengkap dengan korek miliknya.

“Thanks, Bro!” ujar Aksa yang langsung menyalakan dan menghisap rokoknya. Kami bertiga diam cukup lama. Tidak ada yang berani menanyakan keadaan Babeh. Takut kalau hal ini akan membuat perasaan Aksa makin tak karuan. “Bokap baru aja ambil darah buat di cek ke lab. Hasilnya 20 menit keluar. Meskipun belum keluar, tapi gue tahu kalau ini bukan sakit yang biasa-biasa aja kayak masuk angin yang bokap bilang,” ujar Aksa sendiri tanpa diminta. “Kondisi keuangan keluarga gue lagi nggak baik-baik aja. Uang tabungan habis buat bayar uang masuk kuliah Mentari ke universitas,” tambahnya lagi tanpa melihat ke arah kami. Aksa terus menghisap nikotin itu, lalu membuang asapnya ke udara.

“Mudah-mudahan cuma karena kecapekan aja, Sa,” kataku berusaha se-positif mungkin meskipun yakin bahwa kata-kataku ini tak akan membuat perasaan Aksa jauh lebih baik.

“Bokap gue nggak pernah sampai pingsan begini, Niel. Gue takut selama ini dia menutupi rasa sakitnya dan bersikap baik-baik aja, Niel.”

“Butuh berapa?” tanya Ethan sambil mematikan rokoknya di asbak.

“Gue belum tahu,” kata Aksa. “Tapi yang jelas jumlah yang besar. Lo tahu kan kalau biaya rumah sakit nggak murah.”

“Ya. Asalkan Babeh bisa dapat perawatan yang terbaik. Gue sama Daniel pasti bantuin lo, Sa!”

“Tapi sebenarnya, gue nggak bisa pastiin kembaliin kapan. Gue harus cari kerja sambilan—”

“Lo bisa balikin kapan aja lo bisa,” katanya lagi. “Lo tuh sahabat kita. Lo nggak akan menghadapi ini sendirin. Ada gue … ada Daniel.”

Aku tidak pernah merasa se-emosional ini ketika bersama mereka. Ucapan Ethan tidak saja membuat perasaan Aksa menghangat, tetapi juga aku. Teringat kembali awal persahabatan kami bisa terjalin, masa di mana kami saling menemani dalam senang dan susah. Sudah banyak hal yang kami lalui bersama dan tidak ada satu hari pun yang membuat aku menyesal bertemu dan mengenal mereka.

Aksa dan Ethan adalah sahabat. Persahabatan yang sudah sepatutnya aku hargai dan syukuri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gray November
2126      816     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Dunia Alen
2741      969     1     
Romance
Alena Marissa baru berusia 17 belas tahun, tapi otaknya mampu memproduksi cerita-cerita menarik yang sering membuatnya tenggelam dan berbicara sendiri. Semua orang yakin Alen gila, tapi gadis itu merasa sangat sehat secara mental. Suatu hari ia bertemu dengan Galen, pemuda misterius yang sedikit demi sedikit mengubah hidupnya. Banyak hal yang menjadi lebih baik bersama Galen, namun perlahan ba...
Melody untuk Galang
446      262     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Mr.Cool I Love You
68      59     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?
I'm not the main character afterall!
741      342     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Love Al Nerd || hiatus
85      62     0     
Short Story
Yang aku rasakan ke kamu itu sayang + cinta
Gi
717      391     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Premium
RESTART [21+]
3731      1906     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Sweet Equivalent [18+]
2293      630     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...
Aku Biru dan Kamu Abu
487      263     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?