Read More >>"> Perhaps It Never Will (Chapter 16) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perhaps It Never Will
MENU
About Us  

             “Jeremy, kau gila? Madison pasti akan marah besar jika dia melihatmu di sini. Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, hah? Berjalan seorang diri malam-malam seperti ini. Aku tahu kau seorang pemberani, tapi kau masih anak kecil. Jika sesuatu terjadi padamu, aku bisa gila. Jika Madison atau Jane—“

            “Hayley,” ucap Will berusaha menenangkan Hayley yang ketakutan.

            “Kau diam dulu!” balas Hayley tajam. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Jeremy yang duduk di sofa dengan kepala yang menghadap lantai. Anak lelaki itu tidak berani menatap kakaknya.

            Namun, Will tidak menurutinya. Lelaki itu malah berlutut di dekat Jeremy lalu menatapnya mata adik tiri Hayley itu.

            “Demi Tuhan, Will. Apa yang kau lakukan? Aku sedang berbicara—“

            “Jeremy, right?” tanya Will pada Jeremy. Yang ditanya hanya mengangguk pelan. Will menyadari jari-jari tangan Jeremy yang gemetar. Nafas anak lelaki itu pun terdengar tidak teratur. “It’s okay, Jer. Aku hanya ingin kau menjawab satu pertanyaan. Kau bersedia?” lanjut Will.

            Jeremy mengangguk lagi. Ia menatap Will sekilas lalu kembali menatap lantai.

            “Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini di luar rumah?” tanya Will hati-hati.

            Jeremy menatap takut-takut ke arah Hayley yang masih berusaha mengontrol emosi dan rasa takutnya. “Aku ingin memberikanmu sesuatu, Hay. Tapi Mum bilang kau masih bekerja, jadi kupikir aku akan menemuimu di tempatmu bekerja. Aku tidak melihatmu di toko buku jadi aku memutuskan untuk pulang saja dan saat itu juga aku melihatmu dibonceng sepeda menuju arah sini. ”

            “Mads tahu kau keluar rumah untuk mencariku?” tanya Hayley dengan dahi mengerut.

            “Tidak. Yang dia tahu, aku sudah tidur di samping Jillian.”

            Will tersenyum tipis. Karena mau tidak mau ia harus mengakui keberanian Jeremy yang mengingatkannya pada dirinya sendiri dulu ketika kabur ke tempat ini hampir setiap malam untuk mencari kedamaian.

            “Kau tahu, Jer. Kau bisa memberikan sesuatu itu padaku besok pagi atau besok paginya lagi atau besok besok.” Hayley mengusap wajahnya kasar. “Tidak harus keluar rumah sendirian malam-malam seperti ini.”

            Jeremy menunduk lagi. “Maafkan aku, Hay. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”

            “Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu mengulanginya lagi,” kecam Hayley yang masih dalam mode kakak protektifnya.

“Dia temanmu?” tanya Jeremy pada Hayley setelah beberapa saat.

            Kali ini Will yang menjawab. Ia meraih tangan Jeremy untuk dijabat. “Ya, aku Will dan kau Jeremy, aku sudah tahu. Senang bertemu denganmu, mate.”

            “Mate?” gumam Hayley tak habis pikir.

            “Ini rumahmu?” tanya Jeremy pada Will.

            Will terlihat seperti sedang berpikir keras. Ekspresi lucunya hampir membuat Hayley tertawa.

             “Ya dan tidak. Rumit,” jawab Will. “Meskipun aku senang sekali kita bertiga bisa di sini, tapi aku lebih senang jika melihat Hayley tenang dengan membawamu pulang. Jadi, ayo kuantar kalian berdua pulang.”

             Hayley tidak mengatakan apapun tetapi kakinya melangkah keluar.

             “Boleh aku menyetir sepeda itu?” pinta Jeremy menarik-narik ujung jaket Will.

             “Tidak!” tolak Hayley yang sudah berada dekat dengan sepeda.

             “Baiklah.” Jeremy pasrah.

             “Boleh, mate. Tapi tidak sekarang. Besok pagi, temui aku di Vierre Park,” bisik Will di telinga Jeremy.

 

***

            Jeremy menolak untuk pulang ke rumah. Ia benar-benar ketakutan menghadapi Madison yang pasti akan marah besar. Will dan Hayley sudah berusaha membujuknya dengan berbagai cara, tetapi Jeremy tetap terus menggeleng kuat tidak mau bergerak maju. Wajahnya pucat dan badannya sedikit menggigil karena diterpa angin malam.

            “Ayolah, Jer. Jangan membuat hal ini menjadi semakin rumit.” Hayley sudah kehabisan cara. Ia menatap penuh permohonan ke arah Jeremy.

            “Kau pemberani, mate. Berjalan sendirian di malam hari saja kau berani, apalagi menghadapi Ibumu yang marah. Cukup minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,” bujuk Will membantu Hayley yang sudah terlihat stres berat.

            Jeremy tetap tidak berkutik. Ia sibuk memainkan jarinya sendiri. Hal itu membuat Hayley menghela nafasnya kasar dan memejamkan mata untuk mengontrol emosi. Mereka sudah berhasil mengembalikan sepeda tanpa ketahuan sang pemilik dan sekarang mereka sedang berdiri di persimpangan yang mengarah ke arah rumah Jane ketika tiba-tiba Jeremy membeku di tempat dan tidak mau jalan lagi.

            “Aku ingin tidur di rumah Matthew saja malam ini,” lirih Jeremy. “Kau pulang sendiri saja, Hay.” Ia menatap Hayley takut-takut.

            “Matt tidak akan membukakan pintu, ini sudah larut.” Hayley menggeleng tidak setuju.

            Tanpa diduga, Jeremy mengeluarkan sebuah kunci dari saku jaketnya dan memperlihatkan kunci itu kearah Hayley dan Will. “Matt memberiku kunci cadangan rumahnya. Sekarang dia masih sibuk di peternakan, salah satu domba kesayangannya sakit. Pablo namanya. Dia membiarkanku membawa kunci ini dan masuk ke rumahnya kapanpun aku mau.”

            Hayley menganga. Jelas ia tidak menduga hal ini terjadi karena Jane pernah berkata jika Matt tidak pernah membiarkan siapapun, termasuk keluarga dan teman dekat, untuk masuk ke rumahnya ketika dia tidak ada. Dan sekarang Matt memberikan kunci cadangan rumah kepada anak lelaki berumur sepuluh tahun yang sedang kabur.

            “Aku tidak peduli. Kau pulang ke rumah Jane bersamaku,” ujar Hayley dengan nada final.

            “Kau tidak bisa memaksaku. Kau bukan Mum,” balas Jeremy.

            “Memang bukan, aku kakakmu.”

            “Kakak yang tidak pernah peduli padaku. Kau baru datang ke kehidupan kami beberapa bulan yang lalu dan sekarang kau sudah mengatur-ngatur seperti Mum. Kemana saja kau selama ini?” Perkataan Jeremy terdengar seperti tangan yang menampar pipi Hayley sampai berdarah.

            Hayley dibuat bungkam. Ia hanya bisa menatap Jeremy dengan tatapan kecewa.

           “Cukup, kalian berdua.” Will membungkuk di hadapan Jeremy yang meremas bagian bawah jaketnya dengan cemas. Jelas sekali anak lelaki itu menyesal dengan perkatannya. “Jer, jika kau ingin tidur di rumah Matt malam ini, silakan. Tapi, kau tetap tidak bisa menghindar dari amarah Ibumu. Besok atau lusa kau akan tetap menghadapinya. Kau hanya mengulur waktu.”

           Will lalu berdiri dan menatap Hayley. Ia menarik tubuh lemah itu ke dalam pelukannya. “Boleh aku memberi saran?” tanya Will pelan.

           Hayley tidak menjawab. Will pun meneruskan, “Ikuti kemauan Jeremy. Dia hanya kesepian. Dan dia berpikir kau satu-satunya orang yang bisa menolongnya dari amarah Madison. Hubungi Madison malam ini juga dan beritahu apa yang terjadi, tapi jangan beritahu Jeremy. Biarkan ia bertanggung jawab atas perilakunya sendiri besok pagi.”

          “Kau menyuruhku untuk ikut tidur di rumah Matt?” tanya Hayley tidak percaya.

           “Matt tidak akan bertanya mengapa. Ia hanya akan menyambutmu dengan tangan terbuka. Lagipula, memangnya kau tega meninggalkan Jeremy sendirian di rumah Matt? Kita tidak tahu kapan dia akan pulang dari peternakan. Bisa jadi besok pagi,” jawab Will yakin.

            Hayley menyembunyikan wajahnya di dada bidang Will. Ia membiarkan lelaki itu menenangkannya. Setelah merasa lebih tenang dan bisa mengontrol diri, Hayley menjauhkan diri dari Will dan menatap Jeremy dengan lurus.

          “Oke, kita akan menginap di rumah Matt malam ini. Tapi besok pagi, kau akan menghadapi Mum-mu sendirian. Aku tidak akan menolongmu apalagi berbohong pada Mads demi dirimu,” tegas Hayley yang dibalas anggukan kecil oleh Jeremy.

            Mereka kembali berjalan beriringan. Kali ini menuju rumah Matt yang terletak di ujung jalan. Will pamit pergi ketika Hayley dan Jeremy sudah berada di depan pintu kediaman Matt. Will mencium dahi Hayley singkat dan ber-tos ria dengan Jeremy layaknya teman lama sebelum akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam.

            Hayley membiarkan Jeremy memutar kunci untuk membuka pintu dan baru berbicara ketika mereka sudah berada di ruang tamu.

            “Di mana Matt membiarkanmu tidur?” tanya Hayley.

            “Di kamar yang pintunya biru pucat,” jawab Jeremy yang masih belum berani menatap Hayley lama.

            Hayley mengikuti langkah Jeremy berjalan menuju kamar itu. Dan ia sedikit terkejut tatkala Jeremy tiba-tiba berhenti melangkah di depannya.

            “Aku hampir lupa,” cetus Jeremy sembari mengeluarkan sesuatu dari saku dalam jaketnya yang besar. “Ini, novel untukmu. Aku mencarimu untuk memberimu ini.” Ia menyodorkan novel itu ke arah Hayley yang diam mematung.

            “Darimana kau mendapatkannya?” tanya Hayley menerima novel itu.

            “Dari kamar ini,” Jeremy menunjuk pintu ber-cat biru pucat di belakangnya, “Ada banyak buku-buku lama di dalam kamar ini.”

            Hayley mengamati novel itu lalu menatap Jeremy. Tatapannya sudah sedikit melembut. “Terima kasih.”

            “Sama-sama,” balas Jeremy lalu membuka pintu kamar itu.

            Hayley yang penasaran langsung membuka bagian depan novel itu sembari melangkah masuk ke dalam kamar. Ia melihat tulisan judul yang begitu menarik ketika matanya langsung terkunci dengan tulisan di atas judul itu. Tulisan familiar yang akan ia kenali di manapun.

            WM.

            Kakinya berhenti melangkah. Tangannya menjadi kaku, membuat novel itu terjatuh begitu saja ke lantai tanpa bisa dicegah. Jeremy yang baru akan naik ke atas ranjang langsung berbalik untuk menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

            “Kau tidak menyukainya, Hay? Tidak apa, masih banyak buku-buku di rak itu. Ayo kubantu cari.” Jeremy berjalan mendekati rak buku tua itu.

            Hayley tidak menghiraukan perkataan Jeremy. Dengan tangan yang masih gemetar ia mengobrak-abrik buku-buku di rak itu untuk mencari jawaban. Satu per satu buku ia buka halaman depannya. Benar saja, hampir semua buku itu memilki tulisan WM di bagian judulnya. Ia terus mencari seperti orang kesetanan, membuat Jeremy ketakutan dibuatnya.

            “Hay, kau tak apa?” Jeremy mundur untuk menjauhkan diri dari lemparan buku-buku.

            Sebuah laci kecil yang terdapat di bagian bawah rak itu menarik perhatian Hayley. Tanpa berpikir panjang, ia membuka laci yang ternyata tidak terkunci. Di dalamnya ada banyak kertas-kertas kusut yang terlihat usang. Terlalu banyak kertas tak berguna membuat Hayley hampir putus asa ketika akhirnya tangannya menyentuh benda keras yang ternyata sebuah figura. Ia membeku seketika. Takut dengan apa yang akan ditemukannya.

            Setelah mengatur nafas, Hayley akhirnya memberanikan diri untuk menarik figura itu keluar dari laci. Pada saat itu juga ia menyesal karena penasaran, karena di dalam figura tersebut terpampang sebuah foto Matthew yang lebih muda tersenyum ke arah kamera bersama seorang anak lelaki yang berusia sekitar tujuh belas tahun di sebelahnya.

            Anak lelaki itu terlihat tersenyum lepas. Dan meskipun anak lelaki itu tidak tersenyum, Hayley tetap akan tahu siapa dia.

            Will.

            Anak lelaki yang berdiri di sebelah Matthew itu Will.

            Di bagian bawah belakang figura foto itu tertulis, Gigi & Will; 2016.

            Semuanya menjadi masuk akal sekarang.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
5303      2097     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
Jelita's Brownies
2915      1259     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SORRY
14433      2740     11     
Romance
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganteng, baik, humoris nyatanya belum untuk terbilang cukup aman. Buktinya dia malah baper sama Kale, salah satu cowok di antara mereka. Hatinya tidak benar-benar aman. Sayangnya, Kale itu lagi bucin-bucinnya sama cewek yang bernama Venya, musuh bebuyutan...
Call Kinna
3897      1564     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Allura dan Dua Mantan
2957      946     1     
Romance
Kinari Allura, penulis serta pengusaha kafe. Di balik kesuksesan kariernya, dia selalu apes di dunia percintaan. Dua gagal. Namun, semua berubah sejak kehadiran Ayden Renaldy. Dia jatuh cinta lagi. Kali ini dia yakin akan menemukan kebahagiaan bersama Ayden. Sayangnya, Ayden ternyata banyak utang di pinjol. Hubungan Allura dan Ayden ditentang abis-abisan oleh Adrish Alamar serta Taqi Alfarezi -du...
Negeri Tanpa Ayah
8608      1925     0     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
Palette
3918      1575     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
RUMIT
4124      1399     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
Aku Benci Hujan
4944      1410     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5404      1483     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...