Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perhaps It Never Will
MENU
About Us  

             “Jeremy, kau gila? Madison pasti akan marah besar jika dia melihatmu di sini. Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, hah? Berjalan seorang diri malam-malam seperti ini. Aku tahu kau seorang pemberani, tapi kau masih anak kecil. Jika sesuatu terjadi padamu, aku bisa gila. Jika Madison atau Jane—“

            “Hayley,” ucap Will berusaha menenangkan Hayley yang ketakutan.

            “Kau diam dulu!” balas Hayley tajam. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Jeremy yang duduk di sofa dengan kepala yang menghadap lantai. Anak lelaki itu tidak berani menatap kakaknya.

            Namun, Will tidak menurutinya. Lelaki itu malah berlutut di dekat Jeremy lalu menatapnya mata adik tiri Hayley itu.

            “Demi Tuhan, Will. Apa yang kau lakukan? Aku sedang berbicara—“

            “Jeremy, right?” tanya Will pada Jeremy. Yang ditanya hanya mengangguk pelan. Will menyadari jari-jari tangan Jeremy yang gemetar. Nafas anak lelaki itu pun terdengar tidak teratur. “It’s okay, Jer. Aku hanya ingin kau menjawab satu pertanyaan. Kau bersedia?” lanjut Will.

            Jeremy mengangguk lagi. Ia menatap Will sekilas lalu kembali menatap lantai.

            “Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini di luar rumah?” tanya Will hati-hati.

            Jeremy menatap takut-takut ke arah Hayley yang masih berusaha mengontrol emosi dan rasa takutnya. “Aku ingin memberikanmu sesuatu, Hay. Tapi Mum bilang kau masih bekerja, jadi kupikir aku akan menemuimu di tempatmu bekerja. Aku tidak melihatmu di toko buku jadi aku memutuskan untuk pulang saja dan saat itu juga aku melihatmu dibonceng sepeda menuju arah sini. ”

            “Mads tahu kau keluar rumah untuk mencariku?” tanya Hayley dengan dahi mengerut.

            “Tidak. Yang dia tahu, aku sudah tidur di samping Jillian.”

            Will tersenyum tipis. Karena mau tidak mau ia harus mengakui keberanian Jeremy yang mengingatkannya pada dirinya sendiri dulu ketika kabur ke tempat ini hampir setiap malam untuk mencari kedamaian.

            “Kau tahu, Jer. Kau bisa memberikan sesuatu itu padaku besok pagi atau besok paginya lagi atau besok besok.” Hayley mengusap wajahnya kasar. “Tidak harus keluar rumah sendirian malam-malam seperti ini.”

            Jeremy menunduk lagi. “Maafkan aku, Hay. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”

            “Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu mengulanginya lagi,” kecam Hayley yang masih dalam mode kakak protektifnya.

“Dia temanmu?” tanya Jeremy pada Hayley setelah beberapa saat.

            Kali ini Will yang menjawab. Ia meraih tangan Jeremy untuk dijabat. “Ya, aku Will dan kau Jeremy, aku sudah tahu. Senang bertemu denganmu, mate.”

            “Mate?” gumam Hayley tak habis pikir.

            “Ini rumahmu?” tanya Jeremy pada Will.

            Will terlihat seperti sedang berpikir keras. Ekspresi lucunya hampir membuat Hayley tertawa.

             “Ya dan tidak. Rumit,” jawab Will. “Meskipun aku senang sekali kita bertiga bisa di sini, tapi aku lebih senang jika melihat Hayley tenang dengan membawamu pulang. Jadi, ayo kuantar kalian berdua pulang.”

             Hayley tidak mengatakan apapun tetapi kakinya melangkah keluar.

             “Boleh aku menyetir sepeda itu?” pinta Jeremy menarik-narik ujung jaket Will.

             “Tidak!” tolak Hayley yang sudah berada dekat dengan sepeda.

             “Baiklah.” Jeremy pasrah.

             “Boleh, mate. Tapi tidak sekarang. Besok pagi, temui aku di Vierre Park,” bisik Will di telinga Jeremy.

 

***

            Jeremy menolak untuk pulang ke rumah. Ia benar-benar ketakutan menghadapi Madison yang pasti akan marah besar. Will dan Hayley sudah berusaha membujuknya dengan berbagai cara, tetapi Jeremy tetap terus menggeleng kuat tidak mau bergerak maju. Wajahnya pucat dan badannya sedikit menggigil karena diterpa angin malam.

            “Ayolah, Jer. Jangan membuat hal ini menjadi semakin rumit.” Hayley sudah kehabisan cara. Ia menatap penuh permohonan ke arah Jeremy.

            “Kau pemberani, mate. Berjalan sendirian di malam hari saja kau berani, apalagi menghadapi Ibumu yang marah. Cukup minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,” bujuk Will membantu Hayley yang sudah terlihat stres berat.

            Jeremy tetap tidak berkutik. Ia sibuk memainkan jarinya sendiri. Hal itu membuat Hayley menghela nafasnya kasar dan memejamkan mata untuk mengontrol emosi. Mereka sudah berhasil mengembalikan sepeda tanpa ketahuan sang pemilik dan sekarang mereka sedang berdiri di persimpangan yang mengarah ke arah rumah Jane ketika tiba-tiba Jeremy membeku di tempat dan tidak mau jalan lagi.

            “Aku ingin tidur di rumah Matthew saja malam ini,” lirih Jeremy. “Kau pulang sendiri saja, Hay.” Ia menatap Hayley takut-takut.

            “Matt tidak akan membukakan pintu, ini sudah larut.” Hayley menggeleng tidak setuju.

            Tanpa diduga, Jeremy mengeluarkan sebuah kunci dari saku jaketnya dan memperlihatkan kunci itu kearah Hayley dan Will. “Matt memberiku kunci cadangan rumahnya. Sekarang dia masih sibuk di peternakan, salah satu domba kesayangannya sakit. Pablo namanya. Dia membiarkanku membawa kunci ini dan masuk ke rumahnya kapanpun aku mau.”

            Hayley menganga. Jelas ia tidak menduga hal ini terjadi karena Jane pernah berkata jika Matt tidak pernah membiarkan siapapun, termasuk keluarga dan teman dekat, untuk masuk ke rumahnya ketika dia tidak ada. Dan sekarang Matt memberikan kunci cadangan rumah kepada anak lelaki berumur sepuluh tahun yang sedang kabur.

            “Aku tidak peduli. Kau pulang ke rumah Jane bersamaku,” ujar Hayley dengan nada final.

            “Kau tidak bisa memaksaku. Kau bukan Mum,” balas Jeremy.

            “Memang bukan, aku kakakmu.”

            “Kakak yang tidak pernah peduli padaku. Kau baru datang ke kehidupan kami beberapa bulan yang lalu dan sekarang kau sudah mengatur-ngatur seperti Mum. Kemana saja kau selama ini?” Perkataan Jeremy terdengar seperti tangan yang menampar pipi Hayley sampai berdarah.

            Hayley dibuat bungkam. Ia hanya bisa menatap Jeremy dengan tatapan kecewa.

           “Cukup, kalian berdua.” Will membungkuk di hadapan Jeremy yang meremas bagian bawah jaketnya dengan cemas. Jelas sekali anak lelaki itu menyesal dengan perkatannya. “Jer, jika kau ingin tidur di rumah Matt malam ini, silakan. Tapi, kau tetap tidak bisa menghindar dari amarah Ibumu. Besok atau lusa kau akan tetap menghadapinya. Kau hanya mengulur waktu.”

           Will lalu berdiri dan menatap Hayley. Ia menarik tubuh lemah itu ke dalam pelukannya. “Boleh aku memberi saran?” tanya Will pelan.

           Hayley tidak menjawab. Will pun meneruskan, “Ikuti kemauan Jeremy. Dia hanya kesepian. Dan dia berpikir kau satu-satunya orang yang bisa menolongnya dari amarah Madison. Hubungi Madison malam ini juga dan beritahu apa yang terjadi, tapi jangan beritahu Jeremy. Biarkan ia bertanggung jawab atas perilakunya sendiri besok pagi.”

          “Kau menyuruhku untuk ikut tidur di rumah Matt?” tanya Hayley tidak percaya.

           “Matt tidak akan bertanya mengapa. Ia hanya akan menyambutmu dengan tangan terbuka. Lagipula, memangnya kau tega meninggalkan Jeremy sendirian di rumah Matt? Kita tidak tahu kapan dia akan pulang dari peternakan. Bisa jadi besok pagi,” jawab Will yakin.

            Hayley menyembunyikan wajahnya di dada bidang Will. Ia membiarkan lelaki itu menenangkannya. Setelah merasa lebih tenang dan bisa mengontrol diri, Hayley menjauhkan diri dari Will dan menatap Jeremy dengan lurus.

          “Oke, kita akan menginap di rumah Matt malam ini. Tapi besok pagi, kau akan menghadapi Mum-mu sendirian. Aku tidak akan menolongmu apalagi berbohong pada Mads demi dirimu,” tegas Hayley yang dibalas anggukan kecil oleh Jeremy.

            Mereka kembali berjalan beriringan. Kali ini menuju rumah Matt yang terletak di ujung jalan. Will pamit pergi ketika Hayley dan Jeremy sudah berada di depan pintu kediaman Matt. Will mencium dahi Hayley singkat dan ber-tos ria dengan Jeremy layaknya teman lama sebelum akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam.

            Hayley membiarkan Jeremy memutar kunci untuk membuka pintu dan baru berbicara ketika mereka sudah berada di ruang tamu.

            “Di mana Matt membiarkanmu tidur?” tanya Hayley.

            “Di kamar yang pintunya biru pucat,” jawab Jeremy yang masih belum berani menatap Hayley lama.

            Hayley mengikuti langkah Jeremy berjalan menuju kamar itu. Dan ia sedikit terkejut tatkala Jeremy tiba-tiba berhenti melangkah di depannya.

            “Aku hampir lupa,” cetus Jeremy sembari mengeluarkan sesuatu dari saku dalam jaketnya yang besar. “Ini, novel untukmu. Aku mencarimu untuk memberimu ini.” Ia menyodorkan novel itu ke arah Hayley yang diam mematung.

            “Darimana kau mendapatkannya?” tanya Hayley menerima novel itu.

            “Dari kamar ini,” Jeremy menunjuk pintu ber-cat biru pucat di belakangnya, “Ada banyak buku-buku lama di dalam kamar ini.”

            Hayley mengamati novel itu lalu menatap Jeremy. Tatapannya sudah sedikit melembut. “Terima kasih.”

            “Sama-sama,” balas Jeremy lalu membuka pintu kamar itu.

            Hayley yang penasaran langsung membuka bagian depan novel itu sembari melangkah masuk ke dalam kamar. Ia melihat tulisan judul yang begitu menarik ketika matanya langsung terkunci dengan tulisan di atas judul itu. Tulisan familiar yang akan ia kenali di manapun.

            WM.

            Kakinya berhenti melangkah. Tangannya menjadi kaku, membuat novel itu terjatuh begitu saja ke lantai tanpa bisa dicegah. Jeremy yang baru akan naik ke atas ranjang langsung berbalik untuk menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

            “Kau tidak menyukainya, Hay? Tidak apa, masih banyak buku-buku di rak itu. Ayo kubantu cari.” Jeremy berjalan mendekati rak buku tua itu.

            Hayley tidak menghiraukan perkataan Jeremy. Dengan tangan yang masih gemetar ia mengobrak-abrik buku-buku di rak itu untuk mencari jawaban. Satu per satu buku ia buka halaman depannya. Benar saja, hampir semua buku itu memilki tulisan WM di bagian judulnya. Ia terus mencari seperti orang kesetanan, membuat Jeremy ketakutan dibuatnya.

            “Hay, kau tak apa?” Jeremy mundur untuk menjauhkan diri dari lemparan buku-buku.

            Sebuah laci kecil yang terdapat di bagian bawah rak itu menarik perhatian Hayley. Tanpa berpikir panjang, ia membuka laci yang ternyata tidak terkunci. Di dalamnya ada banyak kertas-kertas kusut yang terlihat usang. Terlalu banyak kertas tak berguna membuat Hayley hampir putus asa ketika akhirnya tangannya menyentuh benda keras yang ternyata sebuah figura. Ia membeku seketika. Takut dengan apa yang akan ditemukannya.

            Setelah mengatur nafas, Hayley akhirnya memberanikan diri untuk menarik figura itu keluar dari laci. Pada saat itu juga ia menyesal karena penasaran, karena di dalam figura tersebut terpampang sebuah foto Matthew yang lebih muda tersenyum ke arah kamera bersama seorang anak lelaki yang berusia sekitar tujuh belas tahun di sebelahnya.

            Anak lelaki itu terlihat tersenyum lepas. Dan meskipun anak lelaki itu tidak tersenyum, Hayley tetap akan tahu siapa dia.

            Will.

            Anak lelaki yang berdiri di sebelah Matthew itu Will.

            Di bagian bawah belakang figura foto itu tertulis, Gigi & Will; 2016.

            Semuanya menjadi masuk akal sekarang.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Listen To My HeartBeat
606      367     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Lullaby Untuk Lisa
5925      1677     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...
Call Me if U Dare
5763      1695     2     
Mystery
Delta Rawindra: 1. Gue dituduh mencuri ponsel. 2. Gue gak bisa mengatakan alibi saat kejadian berlangsung karena itu bisa membuat kehidupan SMA gue hancur. 3. Gue harus menemukan pelaku sebenarnya. Anulika Kusumaputri: 1. Gue kehilangan ponsel. 2. Gue tahu siapa si pelaku tapi tidak bisa mengungkapkannya karena kehidupan SMA gue bisa hancur. 3. Gue harus menuduh orang lain. D...
The Legend of the Primrose Maiden
1049      554     1     
Fantasy
Cinta dan kasih sayang, dua hal yang diinginkan makhluk hidup. Takdir memiliki jalannya masing-masing sehingga semua orang belum tentu bisa merasakannya. Ailenn Graciousxard, salah satu gadis yang tidak beruntung. Ia memiliki ambisi untuk bisa mendapatkan perhatian keluarganya, tetapi selalu gagal dan berakhir menyedihkan. Semua orang mengatakan ia tidak pantas menjadi Putri dari Duke Gra...
RUMIT
6967      1974     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
My Doctor My Soulmate
125      111     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Demi Keadilan:Azveera's quest
1128      605     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...
ETHEREAL
1894      823     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Rewrite
9766      2798     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Gino The Magic Box
4472      1384     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...