Mulutnya diam, tetapi matanya berbicara.
Sorot kecewa, sedih, sakit, semua menyatu.
Ia ingin melupakan, tetapi yang lain mengungkit.
Ia ingin mengikhlaskan, tetapi yang lain keberatan.
Ini hidupnya, bukan hidupmu.
Lantas, mengapa kau repot ambil peran?
πππ
Sepanjang acara masih berlangsung, apalagi ketika idolanya masih berdiri di panggung My Way Show (MWS), Yashinta enggan beranjak dari depan televisi. Kepalanya sama sekali tidak bergeser. Bahkan sekadar mengambil air minum, hanya tangan saja yang meraba dan mencari keberadaan gelas berisi air di dalamnya.
Gadis dua puluh delapan tahun itu tetap setia pada Danendra Pramudya yang malam itu tengah menggunakan setelan jas berwarna abu-abu dan dipadu dengan kaos berwarna senada. Tampilan semi formal membuat aura sang idola semakin menjadi-jadi.
"Masa orang SRTV nggak tau soal dia? Padalah sering dibahas kalau Mas Dan itu paling nggak suka diungkit soal panahan. Coba Mbak Yayah lihat wajahnya? Nggak nyaman banget 'kan?"
"Mungkin setingan saja, Yas."
"Mau setingan atau nggak, nggak etis rasanya ngebahas yang jelas-jelas nggak ingin dibahas," ucap Yashinta sambil mengikat rambutnya yang setengah basah.
"Tapi itu Danendranya juga biasa, senyum-senyum gitu meski kelihatan agak canggung."
"Mbak Yayah, sayangku, cintaku, ya, kali Mas Dan mau pasang wajah cemberut depan kamera yang ditonton sama jutaan orang di negara ini?"
Yashinta benar-benar geram ketika menyaksikan pembawa acara yang masih saja mencecar Danendra Pramudya soal prestasi dan alasannya mengapa meninggalkan dunia atlet padahan. Yashinta beranggapan bahwa itu masuk dalam privasi seseorang.
Danendra, memangnya kenapa sampai nggak mau lanjut di dunia panahan? Padahal kamu salah satu atlet nasional yang potensial sampai beberapa tahun ke depan. Ini sengaja atau memang sudah direncanakan mau berhenti pas lagi di puncak, gitu, iya?
Pertanyaan pembawa acara dengan nada julid membuat Yashinta berdecak kesal. Ia bahkan meremat remot televisi yang berada di tangannya. Tidak sampai di situ, Yashinta juga memukul bahu Mbak Yayah karena gemas tidak bisa memukul pembawa acara yang ia lihat di layar televisi.
"Bisa nggak kalau nggak usah julid ngurusin hidup orang? Ini kenapa jadi nggak mutu gini, sih. Mau ngejual cerita sedih biar banyak yang berempati? Duh, besok mau bikin surat aduan saja ke SRTV"
Yashinta yang tidak pernah mau mengusik privasi orang lain beranggapan, bahwa alasan apapun itu menjadi hak perorangan. Boleh disampaikan, boleh tidak jika memang tidak ingin diketahui banyak orang.
Nggak gitu juga. Ada beberapa hal yang bisa saya sampaikan dan tidak. Saya tidak bisa selamanya jadi atlet dan alasan saya berhenti memang sudah waktunya. Mohon maaf, saya hanya bisa menyampaikan sampai di sini saja. Selebihnya, biarkan itu menjadi bagian menjaga privasi saya. Terima kasih.
Jawaban Danendra mengundang tepuk tangan meriah dari penonton di studio. Sederhana, tetapi kena. Pembawa acara juga mengangguk mendengar jawaban dari lelaki berusia dua puluh empat tahun itu.
Sementara itu, gadis dengan rambut berekor kuda yang menyaksikannya di ruang tengang indekos sontak memeluk lututnya dengan mata berkaca-kaca. "Ah, Mas Dan, lembut banget sih ngomongnya. Udah dong, nanti dia susah tidur kalau diajak bahas soal ini terus."
Yah, kita hargai dan kita hormati apa yang sudah disampaikan oleh Danendra Pramudya. Semoga segala keputusannya sudah menjadi jalan yang terbaik. Intinya, selamat berkarya di dunia seni, di dunia baru yang kamu geluti. Suara emasmu juga aset terbaik yang kamu miliki.
Pembawa acara MWS akhirnya meminta Danendra untuk kembali duduk di kursi peserta yang sudah disediakan. Kehadirannya langsung disambut dengan pelukan dan tepukan pelan di bahunya dari peserta lain. Sebagian menguatkan, dan yang lainnya memberi semangat.
Terima kasih masih tetap pada saluran kesayangan, Surya Rajawali Televisi. Setelah kita melihat penampilan dari seorang yang pernah bergelut di dunia atlet, sekarang kita sambut penampilan dari seorang yang masih aktif di kepolisian. Mari kita sambut penampilan dari Bripda Erlangga.
"Loh, Yas, nggak nonton yang mas polisi dulu?"
"Nggak, Mbak Yayah. Yas nungguin Mas Dan saja, nggak ada yang lain. Belajar menjaga hati, Mbak."
"Halah, lagumu, Yas. Kayak yang bakalan kesampaian sama Mas Dan."
"Ucapan adalah doa, Mbak," ujar Yashinta sambil beranjak, tidak lupa kibasan rambut ekor kudanya
Suasana di indekos sudah mulai sepi. Penghuni kamar lain juga mulai berdatangan. Acara MWS belum juga selesai, Yashinta sudah kabur dan meninggalkan Mbak Yayah seorang diri di ruang tengah.
Malam semakin larut, tetapi Yashinta masih belum juga terlelap. Ia tampak tidak tenang. Sedari tadi hanya berguling-guling ke kanan dan ke kiri dengan ponsel yang masih menyala di tangannya.
"Ini Mas Dan nggak mau ngomong, gitu? Habis acara, pulang, bukannya istirahat malah live IG."
Yashinta menatap layar ponselnya. Di situ hanya ada sosok laki-laki yang duduk dan bersandar pada dinding. Di tangan kanannya terdapat bola kasti yang dilemparkan ke udara, lalu ditangkap. Begitu yang ia lakukan secara berulang sambil sesekali meremas bola di tangannya.
Sorot mata sang idola tampak kosong, meski kolom komentar tidak pernah sepi dengan beragam ucapan selamat atas penampilan yang indah, atau sekadar memberi semangat.
Sebagai idola yang sudah delapan tahun mengikuti kegiatan Danendra, Yashinta paham betul apa yang sudah dilalui malam ini adalah tidak mudah. Oleh karena itu, ia mengetikkan komentar dengan tulisan kapital.
Calon_Istri_MasDan:
JANGAN BEGADANG KALAU NGGAK TUJUAN. ISTIRAHAT SEGERA.
Mata Danendra berkedip, dari sorot mata yang kosong, kini binar di matanya seolah kembali. Ia beranjak dan duduk di depan kamera. Matanya bergerak seperti membaca komentar-komentar yang terus muncul di layar ponselnya.
"Iya, makasih. Ini sudah bersiap mau tidur. Terima kasih untuk semangatnya. Terima kasih selalu menemani dan tahu apa yang seharusnya saya lakukan, terima kasih sudah diingatkan. Sampai ketemu besok, ya? Saya istirahat dulu," ujar Danendra sambil memajukan tangannya, hingga beberapa detik kemudian siaran langsung via Instagram itu berakhir.
Mata Yashinta terbuka lebar. Ia tidak menyangka bahwa Danendra cepat bereaksi setelah membaca komentar yang ia kirim.
"Ini beneran kejadian? Boleh nangis nggak? Komentarku di-notice sama Mas Dan. Aaa, di-notice. Mimpi apa kamu, Yas. Mimpi apa semalam, ha, mimpi apa?"
Yashinta kembali berguling-guling di atas kasur. Sebentar ia tersenyum, sebentar ia memeluk guling dengan sangat erat, kemudian menenggelamkan wajahnya di bantal. Meski sederhana, perlakuan Danendra membuat Yashinta salah tingkah.
"Tadi pas nggak ngomong sama sekali, aku ketar-ketir. Diamnya Mas Dan meruntuhkan hatiku. Begitu Mas Dan notice pesanku, entah siapa yang salah, hatiku malah meleleh."
Tanpa sadar, Yashinta menjerit. Untungnya ia menjerit di atas bantal sehingga suaranya teredam. Tidak terbayangkan jika suaranya terlepas saat lewat tengah malam. Bahkan suara cicit tikus di dapur bisa terdengar sampai kamar ketika suasana sunyi senyap seperti saat ini.
Tuhan, katanya nggak boleh berharap sama manusia, ya? Tolong untuk kali ini saja, aku ingin berharap lebih sama dia. Kalau misal jalur doa sambil maksa nggak bisa, aku mau pakai jalur nikung, nitip doa sama Ibu. Karena doa Ibu paling mustajab, batin Yashinta.
Setelah mengakhiri doanya, Yashinta memejamkan mata. Ia membiarkan kantuk menguasai dan membawanya berkelana di alam bawah sadar. Sesekali helaan napas lega keluar dari mulutnya. Bahkan senyum juga tak lepas dari bibir mungilnya. Tidurnya malam ini seperti penuh kelegaan dan kedamaian.
πππ