“Woy bangun!”
Aku bangun seketika, mataku terbuka dan mengamati sekitar. Kulihat kedua temanku sedang menertawaiku yang masih linglung.
“Apasih?” tanyaku malas
“Eh bangun Karin, jam istirahat malah tidur”
Ah menyebalkan! Oh iya namaku Karina, aku adalah siswa kelas 3 SMA. Sedangkan kedua temanku yang menyebalkan tadi namanya Sarah dan Vina. Yah meskipun mereka menyebalkan, mereka tetap yang sahabat terbaik.
Saat tidur tadi aku barusan bermimpi. Tentu saja aku bermimpi tentang cowok kelas sebelah. Cowok dengan postur badan yang tinggi dan memiliki kulit sawo matang menambah kemanisan dalam pesonanya. Ah aku rasa aku mulai gila saat membayangkannya. Setiap kali bertemu dengannya hatiku terus berdegub kencang dan pipiku pun terasa panas. Hahaha dipikir – pikir lebay juga ya. Perlu kalian tau cowok ini namanya Aldo, dia cinta pertamaku.
Setiap hari jum’at aku suka sekali pergi ke lapangan basket. Kenapa? Tentu saja aku ingin melihatnya bermain basket. Ya sebatas itu aku mendekatinya. Aku terlalu takut untuk terlalu dekat dan terlalu mengenalnya. Aku khawatir saat ia tau aku mencintainya, dia justru menjauh. Akhirnya aku memilih untuk diam, diam – diam mengagguminya dari kejauhan dan mencintainya dalam doa.
Bel sekolahpun berbunyi, dengan berat hati aku pun bangkit dari dudukku dan berjalan kembali ke kelas.
“Eh Karin, darimana aja?”
“Hehehehe seperti biasanya”
“Ah kebiasaan banget dah ngeliat dia terus”
“Ya gimana ya sar, dia udah kayak narkoba. Bikin kecanduan”
“hahaha alay rin, yuk masuk”
Dibilang alay? Lebay? Ya sudah biasa. Berlebihan? Eits, tentu nggak. Mana bisa dibilang berlebihan kalau cinta ini dalam diam? Ya tapi memang benar sih, kalau dipikir – pikir aku benar – benar berlebihan mengagguminya.
Guru pun masuk kelas dan memberikan kabar bahwa besok akan diadakan try out. Saat itupun aku merasa bahwa sebentar lagi langit sudah tak cerah sekarang lagi hahaha. Mungkin malam ini aku akan lembur dengan asas system kebut semalam. Tentu saja bukan hanya aku, begitu pula dengan teman – temanku.
Grup chat kelas mulai sepi, sudah bisa dipastikan semua teman – temanku sedang sibuk dengan bukunya. Aku menghela nafasku dan berpikir bagaimana caraku belajar dengan benar. Ah mungkin aku harus membeli kopi dan cemilan untuk menemaniku belajar. Aku mengambil jaket dan berjalan menuju toko didepan pertigaan. Sesampainya di depan toko, tak sengaja aku melihat sosok itu. Sedang apa dia? Hmm.. aku berjalan masuk kedalam toko dan langsung menuju rak cemilan. Sembari mencari sembari diam – diam melihatnya. Mengamati apa yang sedang ia cari. Oh no tentu saja aku tidak boleh ketauan sedang memperhatikannya seperti ini. Akupun bergegas menuju kasir dan membayar belanjaanku. Tanpaku sadari ia sudah berdiri dibelakangku juga.
“25.000 mbak, sekalian mau tambah pulsanya?” tanya mbak kasir.
“engga usah mbak, itu aja”
Setelah itu dengan langkah gugup dan jantung berdegub kencang, aku melewatinya dan kembali pulang ke rumah.
Esok harinya, try out-pun berlangsung dengan lancar. Wah mungkin ini namanya kekuatan cinta sampai aku bisa mengerjakan semua soal. Hahaha mungkin benar kata orang – orang “cinta itu bisa memotivasi belajar”.
“Rin kantin yuk”
“yuk lah. Laper juga nih sar. Eiya vina ajakin juga dong”
“eh tungguin rin, sar”
Seperti biasanya sampai di kantin, kita memesan bakso komplit tanpa mie ditambah sambal dan kecap secukupnya.
“Rin gimana sama Aldo?” celetuk Sarah tiba – tiba.
“Nggak gimana – gimana sar”
“Nggak ada kemajuan apa apa emangnya?” vina pun ikut penasaran
“Nggak ada hehehe”
“Yah rin kenapa deh kamu ga deketin aja orangnya”
“takut vin hehehe”
“astaga rin” jawab mereka berdua dengan kompak.
“Ya namanya juga cinta SMA, masih cinta monyet kan. Yaudah rin santai aja. Kalau Aldo gamau sama kamu. Kan masih ada aku” kata Dimas yang tiba – tiba datang.
“Najis wkwkwk”
Dimas adalah ketua kelasku. Dia anak terpintar di sekolah, tapi sayangnya kutu buku banget. Kacamatanya memiliki frame yang begitu unik. Menambahkan kesan charisma di dirinya.
“Dim pernah jatuh cinta nggak?” tanya vina
“Hmm… pernah dulu”
“Wah sama siapa?” tanyaku nggak percaya
“sama…. Ya adalah”
“Ah bohong kan dimas”
“Rin, semua orang pasti pernah jatuh cinta dan terluka”
“hehehe iya dim, maafin aku ya”
Dimas pun menjawab dengan cengiran khasnya. “eh tuh ada Aldo rin, aku panggil ya?”
“Eh jangan!!!”
“Aldo sini!”
Astaga! Dimas beneran memanggil Aldo. Sepertinya aku harus bersiap kabur. Dan benar aku pun pergi duluan meninggalkan teman – temanku dan 2 pentol baksoku yang masih tersisa. Seperti habis dikejar setan, aku berlari masuk ke kelas. Ya rasanya malu sekali kalau kita berada di satu meja yang sama.
“Eh rin kok cabut duluan”
“sorry vin, jantungku mau copot”
“Kenapa deh kamu rin? Kalau suka kenapa gak ditunjukin aja? Siapa tau dia suka juga sama kamu”
“Vin, aku gak mau mimpi terlalu tinggi. Kalau jatuh sakit banget rasanya. Aku udah berkali – kali bilang sama kamu dan Sarah. Melihatnya dari jauhpun udah bikin aku puas. Udah bikin jantungku berdegub kencang. Aku pengen bisa suka sama dia dengan cara ini. Menyukainya dalam diam dan mencintainya dalam doa-doaku”
“Ah Karin”
Vina pun memelukku dan berusaha mengerti. Kemudian Vina memberikanku secarik kertas dan berkata “Ini surat buat kamu dari Aldo”
“HAH?!”
Dengan hati – hati aku mengambil kertas itu dan menyimpannya dalam saku ku
“Nggak mau kamu baca dulu rin?”
“Nggak vin, ini pertama kalinya aku dapat surat darinya. Jadi biarin aja nanti aku baca dirumah”
“ok!”
Saat malam hari tiba, aku mengeluarkan kertas yang tadi Vina berikan padaku. Perlahan aku membuka lipatan kertas tersebut dan siap – siap membacanya. Ku lihat isi surat itu cukup singkat.
Hai Karin, benarkan namamu Karin?
Sepertinya aku sudah lama tidak melihatmu duduk di tribun
Tapi aku senang kamu masih memperhatikanku saat ditoko
Ku dengar dari Dimas, katanya kau penggemarku hahaha
Mungkin kita bisa berkenalan dan menjadi teman?
Aku melonjak kegirangan. Dia ingin berkenalan denganku? Bagaimana caranya? Apa besok pagi aku harus menyapanya sebelum masuk kelas? Ah sudahlah aku harus tidur apalagi ini sudah jam sebelas malam. Aku membaringkan diriku dan menatap langit – langit kamar. Rasanya frustasi sekali mataku tak ingin terpejam. Aku mencoba menghitung domba tapi tetap saja susah sekali untuk tidur. Saat ku toleh jam dinding ternyata sudah 5 jam aku terus – terusan begini. Lebih baik aku sholat malam dan menunggu subuh datang.
Pagi harinya, aku menuju ke kelas dengan lingkaran mata hitamku akibat semalam. Mataku sengaja ku tutupin dengan kacamata sehingga tidak tampak jelas
“Yah rin tumben kacamataan”
“hehe sekali kali kan vin”
“gimana suratnya? Udah dibaca?”
“udah kok hehehe, ya gitu lah” jawabku sambil tersenyum-senyum
“pasti makin sayang sama Aldo ya rin?”
“aku mah tiap hari sayangnya, nggak dikasih suratpun tetep sayang. Tetep sama nggak ada yang berubah”
“makasi Karin sudah sayang sama aku”
Suara itu terdengar dari belakangku, aku pun menoleh dan menemukan sosok Aldo sedang tersenyum setelah berterima kasih padaku. Mungkin setelah ini cintaku sudah nggak bisa diam – diam lagi.