Kalian pernah mempunyai pengalaman buruk di transportasi umum?
Gue salah satunya. Kata emak gue, mata gue itu mirip api pada lilin. Ketiup dikit, eh mati. Maksudnya, gue itu cepat tidur. Gue bukan cowok popular di sekolah. Jelas aja, lah gue hobinya duduk di pojokan kelas, terus menyembunyikan wajah di atas meja. Gue takut aja cewek-cewek di kelas silau melihat kegantengan gue. Bercanda! Tadinya gue kepingin menggambar mata untuk mengelabui guru-guru saat gue tidur. Tapi sayang, gue bikin garis aja nggak pernah lurus. Ya udah, tidur dengan gaya mengukur meja ini adalah andalan gue.
Suatu hari—apa sih?—sewaktu gue naik angkot, gue kan selalu mengincar duduk di pojokan. Tempat favorit gue tuh. Tahu sendiri gue doyan molor. Di samping gue masih sisa sedikit ruang yang nggak mungkin diduduki oleh manusia, kecuali badannya setipis triplek. Kayaknya nggak ada sih. Keponakan gue aja badannya selebar buku tulis gue. Hingga tiba-tiba ada seorang siswi berseragam sekolah yang sama kayak gue main serobot dan duduk di situ. Gue ngerasa paha gue kayak ketiban meja tenis.
"Mbak, di situ masih ada tempat kosong," protes gue waktu itu.
Eh, dia malah ngejawab, "Gue maunya di samping temen gue."
Dih, anjelo! Nih, cewek mesum kali ya? Main duduk di atas paha cowok. Dasar nggak tahu diri. Untung gue cowok baik-baik. Gue bisa menghela napas lega saat cowok yang duduk di sebelah teman cewek nyebelin itu turun. Terus temannya menggeser ke samping, jadinya gue bisa duduk dengan leluasa. Angin dari jendela bikin gue ngantuk.
Nggak lama kemudian, gue yang masih dalam keadaan tidur merasakan denyutan panas di pipi kiri. Ternyata gue barusan ditampar sama cewek yang menyalip tempat duduk tadi. Gue melotot lah ke dia.
"Kurang ajar! Lo pasti sengaja tangannya ditaruh di atas paha gue ya?!" teriak cewek sialan itu.
"Mbak, duduknya terlalu mepet! Saya lagi tidur dan enggak sengaja tangan saya ke atas paha situ!"
"Mbak, mbak! Dari tadi manggil gue Mbak! Kapan emak gue ngelahirin lo?"
Akhirnya gue memutuskan untuk melebarkan mata dan nggak melanjutkan tidur. Gue kepingin nandain rumah tuh cewek berkuncir kuda. Dia sama temannya yang berambut ikal turun di perempatan dekat rel kereta, nggak jauh dari rumah gue. Suatu saat gue bakal ngasih perhitungan. Eh, tadi seragamnya sama kayak gue, kan? Apa dia anak kelas sebelas juga? Tumben ada anak sekolah gue yang naik angkot.
***
Bukan sampai di situ aja kesialan gue. Besoknya waktu liburan, gue naik busway mau ke rumah nenek dari Bapak’e di daerah Grogol. Soalnya Emak lagi ke rumah nenek di Cirebon. Jadi daripada sendirian di rumah, gue disuruh mengungsi deh. Gue senang banget berhasil mendapatkan tempat duduk. Gue paling males disuruh berdiri, makanya gue suka pura-pura tidur. Amal baik gue udah banyak kayaknya. Lagi pula gue harus mengisi tenaga buat jalan keluar Terminal Transjakarta Grogol yang terkenal panjang jembatannya. Emang paling males itu di Terminal Grogol. Apalagi kalau transit. Pegel dah tuh kaki.
Gue selalu berdoa supaya penjaga busway bukan mbak-mbak yang suka mengganggu ketenangan penumpang. Lagi damai tidur, eh ada yang mengguncangkan bahu gue sambil berkata, "Mas, kasih duduk buat ibunya yang lagi bawa anak." Andaikan aja keponakan gue bisa diajak kompromi dan diklaim sebagai anak. Pasti gue bakal membawa dia ke mana aja. Sayangnya, keponakan gue satu-satunya itu mata duitan. Minimal gue harus menyiapkan sesajen dua puluh ribu untuk ke Alfamart atau Indomaret. Bisa bangkrut kalau tiap hari.
Waktu gue lagi asyik mimpi menjadi pro player Mobil Legend dan ikut turnamen, tiba-tiba sopir mengerem dadakan. Terus gue merasa ada seseorang yang jatuh di atas pangkuan gue. Sepertinya ada orang yang terlempar akibat guncangan yang spontan tadi. Saat mencium wangi orang yang di atas gue, gue kayak de javu. Apa karena orang ini pakai parfum yang banyak dijual di minimarket dengan harga diskon? Eh, bau rambutnya mirip shampo anti ketombe yang gue pakai. Jadi teringat cewek bedebah sewaktu di angkot sehari yang lalu. Ah, enggak mungkin. Lagian itu parfum sama shampo sejuta umat. Pas gue membuka mata, ternyata dugaan pertama gue bener. Dia cewek laknat waktu di angkot itu!
"Ma—af," ujar cewek itu.
Dia kayaknya malu. Kelihatan dari warna kemerahan di pipinya yang berwarna kuning langsat. Nggak kayak waktu di angkot, dia sama sekali nggak minta maaf dan malah asyik mengobrol dengan temannya. Eh, habis itu nuduh gue melakukan pelecehan. Gue malas menjawabnya dan malah melanjutkan tidur.
Terus ada yang bikin gue sebel, orang sok baik. Bikin gue merasa melakukan dosa besar, karena jadi cowok nggak tahu diri. Cowok di sebelah gue yang duduk di samping jendela tiba-tiba berdiri.
"Mbak, duduk aja di sini. Saya bentar lagi turun."
Pret, sok pahlawan!
Mau nggak mau, gue memutar badan ke kanan untuk memberi jalan cewek itu. Saat cewek berkuncir kuda itu duduk, gue ngebisikin dia, "Kemaren aja sok nuduh gue agresif. Sekarang siapa yang sembarangan duduk di atas pangkuan cowok?"
Cewek resek itu langsung membelalakan matanya. Dia kayaknya baru sadar bahwa gue adalah cowok yang menaruh tangan di atas pahanya waktu di angkot. Lantas cewek itu menaruh kedua tangannya yang berbentuk angka dua di kedua sisi keningnya. Pandangannya menyipit ke arah gue. Lalu dia menggumamkan, "Pzzztttt ...."
"Lo kesurupan?" tanya gue saat melihat kelakuan aneh cewek itu.
"Bukan. Gue lagi mau ngeledakin kepala lu pake tenaga batin," desisnya tajam.
"Cewek gila." Kemudian gue berdiri, karena udah ada pengumuman pemberhentian di Terminal Grogol.
Beberapa penumpang berhamburan keluar. Namun saat gue menoleh ke arah belakang, si cewek sialan itu juga jalan mengikuti gue.
"Eh, lo ngapain ngikutin gue?" Gue bilang begitu waktu cewek itu mau menyelak keluar busway.
"Yeee ... gue juga turun di sini! Kalau gue ngikutin lo, ngapain gue nyelak-nyelak?" balasnya sengit. Lalu dia menjulurkan lidahnya. Apaan sih? Kayak bocah aja.
Gue yakin tuh cewek masih SMP. Kelihatan dari wajahnya yang bocah banget. Walaupun tingginya kayak anak SMA, tapi anak SMP zaman sekarang kan bongsor-bongsor. Nggak sopan emang, ngalahin seniornya. Terus cewek menyebalkan itu pergi melewati gue dan ditelan arus para penumpang yang turun. Kuncir kudanya bergoyang-goyang saat dia berjalan seolah mengejek gue. Gue bersumpah kalau ketemu makhluk jahanam itu lagi, gue enggak bakal segan akan mengutuknya jadi bunga bangkai!
***
Eh, buset! Gue ketemu lagi sama cewek belagu itu. Apa pertanda ini jodoh? Mikirinnya aja bikin merinding. Bisa mandi kembang tujuh rupa gue. Puih!
Kita ketemu di ruang guru, waktu gue lagi minta Mrs. Zalina mengoreksi personal statement yang gue buat. Cewek itu kelihatan lagi berdebat dan berani banget melawan Mrs. Shelly yang sangar. Gue suka dengar anak-anak menjuluki beliau Sour Shelly, kayak merk frozen yogurt aja.
Ya, namanya aja cewek belagu, guru dilawan deh. Lebih baik gue pergi. Soalnya pas gue nggak sengaja melirik dia, eh tatapan dia kayak ada setruman listrik. Hiiyy! Mending gue cepat pergi sebelum digampar lagi.
Eh, ayam mati! Ada yang menepuk pundak gue. Waktu gue menengok, astagfirullah, cewek jahanam tadi! Padahal gue udah buru-buru keluar. Harusnya tadi gue baca ayat kursi kali ya supaya nggak kena sial diikuti cewek titisan Nyi Blorong. Lho kok dia langsung pergi? Ah, sudah gue duga. Dia baru sadar akan kegantengan gue. Kelihatan dari wajahnya yang merah. Besok gue akan memikirkan untuk memakai masker ke sekolah.