Read More >>"> Kembali Utuh (Kembali Utuh - 01) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kembali Utuh
MENU
About Us  

Dua hari terakhir, Irsa dibuat heran dengan keberadaan sepasang sepatu di depan pintu kamar kosnya. Sudah jelas jika sepatu berwarna putih itu bukan miliknya. Sepatu putih dengan harga lumayan menguras kantong itu memiliki ukuran empat puluh dua. Tidak seperti ukuran sepatu Irsa yang hanya tiga puluh delapan.

 

Lagipula, sepatu miliknya juga selalu dibawa masuk. Lalu diletakkan di rak sepatu yang berada di samping pintu. Mungkin saja sepatu itu milik tetangga kamarnya yang tidak sengaja tertendang hingga berada di depan kamar orang lain.

 

Tapi pagi ini berbeda, Irsa justru menemukan sepasang sandal jepit berwarna hitam. Lagi-lagi alas kaki itu bermerk dan berukuran besar.

 

Mengabaikan sandal raksasa itu, Irsa mengambil sepatu dan memakainya. Usai mengunci pintu, gadis itu melangkah ke tempat parkir. Ia tadi bangun kesiangan, jadi, kemungkinan besar nanti sore ia akan pulang terlambat. Semoga saja ia bisa memergoki orang yang meletakkan alas kaki di depan kamarnya. Itu benar-benar aneh. Apa sebenarnya tujuan dan alasan orang tersebut melakukan hal itu?

 

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit dengan sepeda motornya, Irsa sampai di sebuah kios. Beberapa kios yang lain sudah buka, segera Irsa memarkirkan sepeda motor dan membuka kios yang ia tempati.

 

Salin Shop. Sebuah kios yang menjual beranekaragam pakaian kekinian yang sedang digandrungi oleh banyak orang, laki-laki maupun perempuan. Meskipun kiosnya masih berukuran kecil, Irsa juga memasarkan dagangannya secara online.

 

“Mbak, biar aku aja yang beres-beres. Mbak Irsa ngurus pesanan aja dari aplikasi Keranjang Kuning, dari aplikasi Coping juga ada beberapa pesanan.”

 

Irsa menoleh pada satu-satunya karyawan yang ia miliki. Kemudian mengangguk. Langsung saja gadis itu masuk ke sebuah ruangan di samping gudang. Sebenarnya Irsa terkadang merasa kasihan dengan karyawannya, Saras. Karena mereka berdua harus membagi tugas yang bisa saja membuat mereka keteteran. Apalagi jika weekend kios ramai dan saat awal bulan, pesanan dari aplikasi kerap membuat mereka lembur. Belum lagi masalah di gudang, memasok barang dan menghitung stok.

 

“Siang, Mbak Irsa, Mbak Saras. Hari ini mau makan siang apa?”

 

Irsa yang membawa keluar tumpukan paket di keranjang seketika terkesiap, ia menoleh pada jam di dinding. Sudah pukul satu siang.

 

“Bu Diah, aku kayak biasanya aja. Nasi rames, terserah mau dikasih sayur apa. Yang penting pakai kerupuk,” jawab Saras yang sedang membenarkan gorden di ruang ganti.

 

Sungguh, Irsa merasa jika waktu bergulir dengan cepat hari ini. Atau karena sejak tadi dirinya sibuk dengan tumpukan pakaian, plastik, laptop, kertas, dan selotip?

 

“Aku nasi sama ikan aja, Bu Diah,” jawab Irsa. Ia meletakkan keranjang dan mengambil ponsel.

 

“Oke, mbak. Tunggu sebentar ya.”

 

Irsa sangat beruntung, ada sebuah warung makan yang berjarak lima kios dari kiosnya. Sejak awal menempati kios ini, Bu Diah juga rutin datang untuk menanyakan menu makan siang ia dan Saras hari ini. Kadang jika mereka datang pagi-pagi sekali, Bu Diah akan menanyakan menu sarapan. Begitu juga jika mereka harus lembur, perempuan paruh baya itu datang membawakan makan malam.

 

“Saras, kita tutup dulu aja. Punggungku juga sakit, pengin senderan dulu,” ucap Irsa.

 

Saras menurut. Ia menutup pintu dan memberikan sisa sedikit, tak lupa ia menggantungkan sebuah papan bertuliskan ‘Close’.

 

Irsa menatap Saras yang langsung menikmati makan siangnya sembari menonton kartun Doraemon. Sebenarnya ia sering merasa bahwa Saras kadang kelelahan karena bekerja di sini. Tapi, ia juga belum bisa jika harus menambah karyawan untuk membantu Saras.

 

Uang hasil penjualan ia gunakan kembali sebagai modal, uang sewa kios, gaji Saras, uang makan mereka saat di kios, sewa kos dan membayar cicilan hutang yang sampai saat ini belum selesai. Dua tahun lalu, bermodalkan tekad dan nekat, Irsa meminjam uang beberapa puluh juta untuk modal usahanya.

 

“Mbak, hari ini ngajar les gak?”

 

Irsa menggeleng. “Aku udah enggak ngajar lagi, Ras. Kerjaan kita di sini bisa keteteran. Lagipula, anak yang aku ajar kebanyakan udah pada lulus bulan lalu.”

 

Pukul delapan malam lebih dua puluh dua menit, Irsa akhirnya tiba di kos. Buru-buru ia turun dari sepeda motor saat mendapati seseorang meletakkan sepatu di depan kamarnya dan memakai sandal yang tadi pagi.

 

“Jadi, selama ini kamu pemilik sepatu dan sandal itu?”

 

Laki-laki yang berjarak tiga meter di depan Irsa terkejut, ia kemudian berbalik. “Bukan mau berniat buruk, mbak. Tapi—Irsa?”

 

Kini giliran Irsa yang terkejut saat dipeluk secara tiba-tiba.

 

“Akhirnya kita ketemu lagi, Sa. Udah empat tahun kita enggak tukar kabar. Kamu apa kabar?”

 

Irsa mengerutkan kening dan melepas paksa pelukan orang itu.

 

“Jangan bilang kalau kamu lupa sama aku, Sa ...,” lirih orang itu. Gurat kecewa terpancar jelas di matanya.

 

“Kavin.”

 

Senyuman terbit di wajah laki-laki itu, kembali ia memeluk Irsa. Dan kali ini pelukannya terbalas. “Aku baik, Ka. Kamu apa kabar?”

 

“Makin baik setelah ketemu kamu.”

 

Pelukan keduanya kemudian terlepas. “Oh iya, kamu udah makan malam, Sa? Beli bakso di sebrang jalan, yuk!” ajak Kavin.

 

“Boleh ....”

 

Kavin kembali tersenyum, ia meraih tangan Irsa dan membawa gadis itu ke tempat yang ingin ia datangi. Tidak peduli jika masih ada helm di tangan Irsa, ia ingin mengobrol banyak dengan gadis itu.

 

“Kamu mau bakso urat atau bakso telur, Sa?”

 

“Telur aja, tapi enggak usah pakai mie.”

 

“Tunggu sebentar ya.”

 

Irsa meletakkan helm dan tasnya di atas meja, sebenarnya ia sudah makan. Tapi tak apa. Sekali-kali ia makan dua kali, karena biasanya ia lupa makan.

 

“Kamu udah lama tinggal di kos, Ka?” tanya Irsa. Ia mengambil segelas es jeruk yang baru saja diletakkan oleh Kavin.

 

“Setahunan. Makanya aku kaget sewaktu tahu kalau sebelah kamarku itu cewek. Padahal biasanya cewek ada di lantai dua. Itu yang akhirnya ngebuat aku selalu taruh sepatu atau sandal di depan kamarmu. Sering banget ada yang duduk-duduk di depan kamarmu.”

 

“Makasih ya, Ka. Aku malah enggak kepikiran sampai sana. Eh, tapi, Ka, bukannya rumah kamu daerah sini ya?”

 

Kavin mengangguk. “Aku punya studio foto yang enggak jauh dari kos, kalau lagi capek, aku pulangnya ke kos. Weekend biasanya aku ke rumah, kalau lagi enggak terlalu sibuk. Kamu sendiri, di sini kerja apa? Baru ngekos semingguan ini, kan?”

 

“Di toko. Dulu aku kosnya enggak jauh dari kios, tapi karena di sana berlaku jam malam, aku lebih milih buat pindah. Kan aku enggak punya jam pulang yang pasti.”

 

Kavib menganggukkan kepalanya, ia menggeser mangkuk yang sudah ia beri sesendok sambal dan sedikit saus. “Selera kamu masih sama, kan?”

 

Seketika tawa Irsa mengudara. “Masih dong. Makasih ya.”

 

“Besok hari Minggu, kamu libur, kan? Jalan, yuk!”

 

Irsa menggeleng samar. “Enggak bisa, Ka.”

 

“Kenapa gitu? Jangan bilang kalau kamu enggak ada libur?”

 

Hanya dijawab dengan tawa oleh Irsa.

 

Kavin berdecak. “Pulangnya jam berapa?”

 

“Belum tahu.”

 

“Kamu kerja di mana sih?”

 

“Salin Shop, tahu?”

 

“Oh, itu. Iya, aku tahu. Sering banget Deshinta jauh-jauh dari rumah Cuma buat beli outfit di sana. Padahal bisa beli online. Aku jadi penasaran, kayak apa tempatnya.”

 

“Deshinta? Siapa?” tanya Irsa. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang berhasil ia simpulkan dalam beberapa detik.

 

“Adikku. Belum pernah ketemu ya?”

 

“Seingatku belum,” gumam Irsa. Berusaha mengingat-ingat.

 

“Biasanya Deshi ngajak Mbak Bella belanja di sana, tapi Mbak Cevi lebih milih belanja online.”

 

Irsa mengangguk-angguk pelan. “Berarti kamu jarang di kos ya, Ka?”

 

“Biasanya jarang banget, tapi entah kenapa, aku akhir-akhir ini penginnya pulang ke kos. Mungkin hati kecilku tahu, kalau ada kamu di sana.”

 

“Ye ... mulutnya buaya banget.”

 

Kavin terkekeh dan menggeser mangkuknya yang sudah kosong, ia menatap Irsa yang baru saja menghabiskan satu butir bakso besar. Menyisakan bakso kecil-kecil yang setahunya berisi sosis. “Minta dong, kayaknya enak.”

 

Tanpa ragu Irsa menusuk salah satu baksonya lalu ia sodorkan pada Kavin. “Enak, tapi perutku udah enggak kuat.”

 

“Kamu kurusan deh,” gumam Kavin.

 

“Ini bukan kurus, tapi ideal,” protes Irsa.

 

“Kamu enggak tanya kenapa aku ngilang tiba-tiba setelah wisuda, Sa?”

 

Irsa menggeleng dan kembali menyuapi Kavin. “Kamu datang lagi setelah sekian lama, aku udah senang banget, Ka. Aku enggak peduli alasan kamu tiba-tiba pergi, padahal aku udah bantuin kamu nyusun skripsi dari nol. Yang paling penting, disaat kamu kembali, kamu masih ingat sama aku.”

 

Kedua mata Kavin bahkan sampai menyipit karena senyumnya begitu lebar.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • aiana

    Nyesek sekali, hiks

    hallo,
    Saya mampir membaca, kalau berkenan saya mau jadi temen untuk saling mengisi dan mensupoort karya.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Lalu, Bagaimana Caraku Percaya?
97      70     0     
Inspirational
Luluk, si paling alpha women mengalami syndrome trust issue semenjak kecil, kini harus di hadapkan pada kenyataan sistem kehidupaan. Usia dan celaan tentangga dan saudara makin memaksanya untuk segera percaya bahwa kehidupannya segera dimulai. "Lalu, bagaiamana caraku percaya masa depanku kepada manusia baru ini, andai saja jika pilihan untuk tak berkomitmen itu hal wajar?" kata luluk Masal...
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1025      539     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
4401      1195     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
Gi
842      476     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Under a Falling Star
707      434     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Listen To My HeartBeat
416      254     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Metamorf
95      76     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...
Unlosing You
303      209     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
A Day With Sergio
1165      569     2     
Romance
Different World
621      323     0     
Fantasy
Melody, seorang gadis biasa yang terdampar di dunia yang tak dikenalnya. Berkutat dengan segala peraturan baru yang mengikat membuat kesehariannya penuh dengan tanda tanya. Hal yang paling diinginkannya setelah terdampar adalah kembali ke dunianya. Namun, ditengah usaha untuk kembali ia menguak rahasia antar dunia.