Menjelang hari pertandingan, Dira senantiasa menemani Marvin untuk latihan bahkan hingga senja menyapa. "Bentar lagi selesai kok," ucap Marvin berulang kali pada Dira yang menunggu di sisi lapangan. Padahal perempuan itu tidak merasa keberatan untuk menunggu hingga Marvin selesai latihan.
"Iya, nggak pa-pa. Kakak latihan aja yang fokus, aku tungguin di sini ya."
Marvin kembali ke lapangan setelah melambaikan tangan ke arah Dira. Ada cukup banyak orang di lapangan hari ini, mereka semua menonton Marvin dan timnya latihan tanpa bosan, sama seperti Dira lakukan.
Beberapa kali, Marvin memasukkan bola ke dalam ring dan setelahnya menatap ke arah Dira yang ikut bahagia dengan pencapaian pria itu. Semakin hari, kemampuan Marvin semakin meningkat dan Dira melihat semuanya karena selama ini dia-lah yang terus menemani Marvin. Walau kini, status mereka masih belum jelas.
Tepat setelah terdengarnya peluit yang pelatih tiup, Marvin dan teman-teman se-timnya langsung membubarkan diri. Latihan mereka hari ini akhirnya selesai dan yang tertinggal hanyalah rasa letih di benak mereka semua.
Langkah Marvin tertatih menuju Dira dan duduk di hadapan perempuan itu. Memahami jika Marvin tengah lelah, Dira perlahan memijat bahu pria tersebut. "Capek banget ya, Kak?" tanya Dira yang langsung dibalas anggukan oleh Marvin.
Tak lama, pria itu menoleh sehingga mata keduanya bertemu. "Mau makan dulu nggak sebelum balik? Gue laper."
Dira terdiam sesaat. Mengingat langit yang sudah nyaris menghitam, perempuan itu akhirnya berkata, "hmm gimana ya, Kak. Aku juga laper sih sebenernya, tapi udah mau malem. Gimana kalau kita makan di rumah aku aja?"
Salah satu alis Marvin terangkat saat mendengar tawaran Dira. Dia sedikit merasa tak enak jika harus makan di rumah perempuan itu walaupun sudah sering datang ke sana." Nggak usah-lah, gue nggak enak sama orang tua lo. "
"Ihh, nggak pa-pa kok, Kak. Lagian mereka pasti seneng, apalagi Yoga sama Yogi."
Layaknya sebuah jawaban yang ampuh dengan membawa nama kedua adik kembar Dira, Marvin akhirnya meng-ia-kan ajakan perempuan itu.
Sesampai di rumah Dira, Marvin langsung duduk di ruang tamu bersama dengan Yoga dan Yogi yang ternyata sudah menunggu kedatangan pria tersebut.
Marvin kemudian sibuk bermain dengan Yoga dan Yogi. Dira sudah meninggalkan mereka ke kamarnya sendiri dan setelahnya membantu sang ibu yang tengah sibuk di dapur.
Tak lama kemudian, Ayah Dira, Adil pun datang dan sedikit terkejut saat melihat sosok Marvin yang tengah bermain dengan kedua anak kembarnya. "Loh, ada Marvin ternyata."
"Iya, Om."
"Abis latihan, Vin?" tanya Adil lagi sembari duduk di kursi ruang tamu dan Marvin duduk di lantai bersama Yoga-Yogi seperti biasanya.
Marvin menatap baju yang dia gunakan, sedikit lusuh juga bercampur keringat. Ya walaupun tidak terlalu bau. Namun, pria itu sedikit tidak enak pada ayahnya Dira. "Hehe, iya, Om."
"Dir, Dira!" teriak Adil memanggil putrinya. Hal itu membuat Marvin bingung dan tak lama kemudian, Dira datang.
"Iya, kenapa, Yah?"
"Tolong ambilin baju Ayah di kamar, suruh Marvin ganti bajunya. Kasian, baju dia penuh keringat gitu."
Mendengar ucapan Adil, Marvin bersiap untuk menolak. Namun, tatapan ayahnya Dira seakan menahannya. "Udah, nggak pa-pa. Mending kamu pakai baju saya, daripada pakai baju basah begitu."
Dira segera melakukan apa yang ayahnya katakan. Dengan cepat, perempuan itu kembali dan membawa baju juga celana untuk Marvin gunakan.
"Nih, Kak," ucap Dira sembari menyodorkan apa yang dia bawa dan langsung diterima oleh Marvin.
"Makasih."
Wajah Marvin kemudian menoleh menatap Adil yang juga menatapnya dengan alis terangkat. "Kenapa?"
"Saya izin mandi sekalian ya, Om."
Adil tertawa kecil menanggapi ucapan Marvin. Pria itu menampilkan wajah polosnya saat berucap. "Silakan, kamar mandinya di belakang. Nanti Dira yang anter."
"Ayuk, Kak. Buruan."
Saat berjalan menuju kamar mandi, Marvin tak sengaja bertemu dengan Fani yang tengah sibuk memasak. Pria itu tersenyum kecil ke arah Fani sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar mandi.
Meninggalkan Marvin yang tengah mandi, Dira kembali sibuk membantu ibunya hingga makanan yang perempuan paruh baya itu buat tertata rapi di ruang keluarga mereka.
Cukup lama Dira menunggu Marvin selesai mandi padahal semua anggota keluarganya sudah menunggu pria itu untuk makan bersama.
Karena kesabaran perempuan itu sudah habis, dia pun berniat untuk mengetuk pintu kamar mandi. Namun, tiba-tiba pintu tersebut terbuka dan menampilkan Marvin yang baru saja selesai mandi dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya.
"Hei, lo nggak pa-pa?" tanya Marvin guna menyadarkan Dira yang tiba-tiba melamun.
Mata perempuan itu berkedip beberapa kali hingga memahami situasi yang tengah terjadi. "Hah, apa, Kak?"
Seingat Dira, Marvin tadi berbicara. Namun, entah apa yang pria itu katakan.
"Nggak pa-pa kok."
Tak mau membuang waktu, Dira dan Marvin langsung pergi ke ruang keluarga untuk makan malam. Keluarga Dira semua sudah berkumpul dan Marvin ikut bergabung layaknya keluarga.
"Mari makan, Nak," ucap Fani dengan ramah sembari menuangkan nasi ke atas piring Marvin.
"Makasih, Tan."
Mereka semua makan dengan damai sembari berbincang yang membuat suasana rumah Dira semakin berwarna. Untungnya, Marvin bisa memakan semua masakan Fani. Dia bahkan menghabiskan makanan di piringnya tanpa sisa.
"Enak nggak masakan Tante?" tanya Fani seakan meminta pengakuan dari Marvin karena piring pria itu sangat bersih.
"Iya, Tan. Enak banget, udah lama saya nggak makan, makanan rumahan begini," ucap Marvin sembari tersenyum manis. Namun, keluarga Dira malah kompak terdiam sembari saling bertatapan.
"Hmm, kapan-kapan kamu makan di sini aja. Nanti Tante masakin makanan yang lebih enak lagi," ucap Fani yang membuat Marvin bersemangat.
"Siap, Tan."
Saat Marvin akan pulang, Dira mengantarnya sampai ke depan gerbang. Keduanya seperti pasangan yang tengah dimabuk asmara, apalagi setelah melihat wajah Dira yang senantiasa tersenyum saat berbicara dengan Marvin.
"Gue balik dulu ya," ucap pria itu setelah naik ke atas motornya.
Dira mengangguk pelan. Namun tetap masih berada di sisi pagar rumahnya. Hal itu membuat Marvin mematikan kembali mesin motornya. "Loh, kenapa dimatiin, Kak?" tanya Dira dengan dahi mengerut.
Marvin yang sebelumnya sudah menggunakan helm, kemudian pria itu lepas agar suaranya dapat terdengar oleh Dira. "Gue bakal pergi, kalau lo udah masuk ke dalam rumah."
"Tapi, Kak ... ."
"Nggak usah keras kepala gitu deh, gue takut lo kenapa-kenapa. Jadinya, lo masuk dulu ke dalam rumah setelah itu gue langsung balik."
Tanpa adanya tawar menawar, Dira berjalan masuk ke dalam rumahnya. Sebelum menutup pintu berbahan kayu tersebut, Dira melambaikan tangannya ke arah Marvin dan pria itu langsung membalasnya. "Gue balik ya," ucap pria itu lagi dengan sedikit berteriak.
Sesuai ucapannya, Marvin langsung menjalankan motornya dan pulang ke rumah. Besok dia harus sekolah dan juga kembali latihan.
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?