Karena tetap mau melanjutkan kegiatan ekskul PMR, Dira harus bertemu dengan Bagas lagi. Untungnya, Marvin menemani perempuan itu dari kejauhan sehingga Bagas tidak berani untuk mendekatinya.
Setelah acara pertama selesai, barisan dibubarkan. Marvin beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Dira. Saat itu, dia tidak sengaja berselisih dengan Bagas. "Gue peringati lo ya, jangan ganggu cewek gue!" bisik Marvin dengan suara beratnya.
Seakan tidak terjadi apa-apa, Marvin tersenyum manis saat berjalan menuju ke arah Dira. Tanpa ragu, Marvin duduk di sisi Dira yang tengah meluruskan kakinya yang terasa begitu penat.
"Kak, kakak nggak pulang?" tanya Dira membuka pembicaraan.
Keduanya tengah duduk di tengah lapangan seperti yang lain, menunggu makan malam mereka dibagikan. Iya, makan malam karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Langit pun sudah mulai menggelap dan Marvin tetap mau menemani Dira.
"Lo ngusir gue?" tanya Marvin dengan salah satu alisnya yang terangkat.
"Bukan gitu, Kak."
Wajah panik Dira membuat Marvin tertawa kecil, tangannya kemudian terangkat dan mengusap rambut Dira yang tengah diikat. "Lo cantik banget kalau ikat rambut gini," ucap Marvin tiba-tiba.
Dira yang bingung kemudian menatap Marvin dengan alis yang bertaut. "Hah, apa, Kak?" tanya Dira memastikan apa yang sebelumnya dia dengar.
Tidak ingin Dira salah paham, Marvin menggeleng pelan. Seraya berkata, "nggak pa-pa kok."
Marvin ikut memperbaiki cara duduknya dan menatap lurus ke depan. "Gue males balik, gue pengen di sini aja. Nemenin lo," jawabnya memberi alasan.
"Tapi, kakak kan nggak bawa baju ganti."
Mendengar ucapan Dira, Marvin menoleh dengan cepat. "Siapa bilang?" Pria itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi entah kemana. Meninggalkan Dira yang terdiam kaget karena ditinggalkan begitu saja.
Tak lama setelahnya, Marvin kembali datang dengan sebuah tas ransel di punggungnya. "Nih, gue bawa baju kok."
"Kakak tau dari mana aku di sini? Kan, pas jam istirahat kakak bilang mau ke acara keluarga."
"Gue udah ke sana kok, abis itu gue ke rumah lo. Ibu lo bilang, lo lagi di sini. Yaudah, gue ke sini."
Dira mengangguk pelan setelah mendengar penjelasan Marvin. Semuanya, menjadi jelas. Apalagi alasan pria itu datang ke sekolah lagi dengan membawa pakaian ganti.
Nasi kotak pun dibagikan untuk semua anggota PMR. Karena ada beberapa kotak yang tersisa, Marvin juga kebagian. Dira dan Marvin asyik berbincang sembari makan, mereka tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang terus memperhatikan mereka.
Sebelum tidur, Dira dan teman-teman satu eskulnya melakukan kegiatan malam keakraban. Mereka dikumpulkan kembali dan membuat lingkaran. Lampu dipadamkan dan sebuah lilin yang sudah mereka pegang dinyalakan.
Marvin yang bukan anggota hanya melihat dari pinggir lapangan. Dia terus memperhatikan Dira yang kini tengah menutup matanya sesuai instruksi pembinanya.
"Jangan buka mata kalian sebelum saya suruh ya!" pinta Bagas dengan sedikit keras agar semuanya dapat mendengar.
Saat itu, Marvin mendekat karena takut Bagas melakukan hal buruk pada Dira lagi. Pria itu duduk tepat di belakang Dira yang tidak menyadari keberadaannya.
Tiba-tiba Bagas lewat di sisinya dan berbisik. "Nggak usah ganggu acara gue!"
Salah satu alis Marvin terangkat saat mendengar ucapan lewat yang Bagas berikan, pria itu tidak peduli dengan peringatan yang Bagas berikan. Dia sudah terlampau menahan diri untuk tidak menghabisi Bagas sebelumnya.
Semakin lama, acara malam keakraban itu itu semakin membosankan menurut Marvin alhasil pria itu beberapa kali menguap.
Namun, pada sesi terakhir. Rasa kantuknya menghilang saat mendengar ucapan Dira disesi mengeluarkan apa yang ada di benak perempuan itu.
"Hmm, aku cuman mau hidup damai dan nggak bermasalah sama siapapun agar beasiswa aku nggak dicabut."
Mendengar ucapan Dira, Marvin akhirnya paham kenapa perempuan itu bisa masuk ke sekolahnya padahal tinggal di sebuah gang yang sangat sempit. Jadi, dia dapet beasiswa?
Setelah Dira selesai berbicara, ada beberapa siswa lain yang juga melakukan hal serupa.
"Oke, acara malam ini sudah selesai. Silakan kalian masuk ke dalam ruang ekskul PMR."
Sesuai perintah Bagas, semua anggota PMR masuk ke dalam ruangan yang nampak kosong tanpa ada kursi juga meja seperti sebelumnya. Karena hanya memiliki satu ruangan, siswa dan siswi pun dijadikan satu. Namun, tetap ada batas di antara mereka agar tidak terjadi hal buruk.
Mengikuti Dira dari belakang, Marvin layaknya anak yang mengekori ibunya.
Saat Dira sudah mendapat tempat untuk dia tidur. Marvin juga melakukan hal yang sama, pria itu ikut duduk di sisi Dira. "Loh, kok Kakak ikut duduk di sini? Kalau cowok tidurnya di sana," ucap Dira sembari menunjuk sisi lain dari ruangan tersebut yang sudah dipenuhi oleh anggota pria ekskul PMR.
Mata Marvin perlahan mengikuti arah Dira menunjuk, setelahnya dia menghela napas dengan agak kasar. Hal itu tentu membuat tanda tanya di benak Dira. "Kakak nggak pa-pa, kan?" Dira takut Marvin kenapa-kenapa.
Melihat ada kesempatan, Marvin berpura-pura sakit kepala dan langsung membaringkan tubuhnya di sisi Dira yang tengah duduk. "Kepala gue sakit, gue tidur sini aja ya."
Dira menggaruk kepalanya karena bingung harus melakukan apa, beberapa anggota lain sudah tertidur dan dia juga merasa begitu kantuk. Ya udah lah, kalau dimarahin nanti Kak Marvin pindah, pikir Dira sebelum ikut tidur.
Keesokan paginya, Marvin terbangun sedikit telat. Tangan pria itu mengusap tempat tidur Dira semalam dengan mata yang masih tertutup rapat dan dia sangat terkejut karena tidak mendapati keberadaan Dira.
"Dir!" panggil Marvin sembari memaksa diri untuk membuka mata.
Untuk kedua kalinya, dia terkejut karena melihat ruangan yang kosong tanpa siapapun selain dirinya. "Anj, gue ditinggalin!"
Dengan wajah bantal, Marvin keluar dari ruangan dan mendapati sekumpulan orang termasuk Dira tengah senam di lapangan. Marvin yang masih kantuk kemudian duduk di pinggir lapangan sembari memperhatikan Dira yang sudah begitu segar. Dia sendiri masih kantuk padahal tidak melakukan apapun semalam.
Setelah selesai senam, Dira yang melihat Marvin sendirian berjalan mendekat ke arah pria itu dan duduk di sisinya. "Kakak masih ngantuk ya?" tanya Dira yang langsung dibalas anggukan oleh Marvin. Pria itu bahkan menguap setelahnya.
"Ya udah, tidur aja lagi nanti abis sarapan," lanjut Dira.
Selang beberapa menit, nasi kotak dibagikan untuk mereka sarapan. Dira dan Marvin makan bersama tanpa peduli dengan siswa lainnya. Lagipula, mereka juga membuat kelompok-kelompok khusus yang mungkin Dira tidak bisa lampaui.
Marvin terlihat lahap memakan sarapan yang dibagikan. Namun, setelah kembali disuruh oleh Dira untuk istirahat pria itu menolak. "Nggak ah, gue di sini aja. Liatin lo."
"Beneran nih? Kegiatannya masih sampai jam 12 loh, Kak. Sekarang aja baru jam sembilan."
Setelah berpikir cukup lama, Marvin kemudian menjawab. "Iya, nggak pa-pa. Gue di sini aja. Gue takut lo diapa-apain sama Bagas. Abis lo selesai kegiatan, kita langsung balik."
Dira mengangguk pelan, walau sedikit kecewa dengan ucapan Marvin. Sebenarnya dia ingin jalan-jalan dulu sebelum pulang. Namun, Marvin ingin langsung mengantarnya. "Ya udah deh, aku ke barisan dulu ya."
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?