Dan akhirnya, aku dan Kaishar pun menikah!
Tiga bulan setelah kami menikah, aku positif hamil! Luar biasa bahagianya saat aku tahu ada tubuh lain yang harus aku jaga keselamatannya dalam rahimku. Kaishar benar-benar sangat bertanggung jawab sekali. Bahkan dia bisa di bilang lebih kelihatan bahagiannya saat dokter menyatakan aku mengandung anaknya.
Kaishar benar-benar suami yang baik, setia, hangat dan penuh cinta. Dia merawatku dan menjagaku dengan kesungguhan. Bahkan kadang, dia kelewat over-protektif! Dia juga jadi lebih cerewet dari biasanya jika menyangkut soal makananku. Hal itu membuat aku geleng-geleng kepala sendiri. Tapi ada perasaan senang yang menjalar di seluruh tubuhku kala melihatnya seperti itu. Membuatku terbawa perasaan.
Di bulan keempat kehamilanku, kabar buruk itu menghantuiku! Aku jadi sering merasa mual dan pusing yang berlebihan sekali. Bahkan sempat beberapa kali aku pingsan, dan sedikit kejang-kejang juga. Kami memutuskan untuk memeriksakan kondisiku ke dokter kandungan. Dan betapa hancurnya perasaanku saat dokter mengatakan ternyata ada masalah di kandunganku. Itu bisa membahayakan aku jika aku mempertahankan bayi kami. Dokter menyarankan padaku untuk menggugurkannya.
Aku menolak dengan tegas! Kaishar sempat keberatan dengan keputusanku. Dia bilang, dia tak ingin sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padaku. Namun aku berusaha untuk meyakinkannya kalau aku akan baik-baik saja. Aku yakin, aku dan bayi kami bisa bertahan sampai akhir. Aku dan bayi kami kuat. Kami akan bertahan! Dan Kaishar pun akhirnya mengalah, dia menyerahkan segala keputusan padaku seutuhnya. Dan dia percaya. Aku senang.
“Nak, kamu harus kuat ya. Kita berjuang sama-sama.” Begitu kataku pada sang calon bayi yang ada dalam perutku. Kaishar tersenyum dan terus mengelus perutku dengan lembut. Dengan perasaan cinta. Senyuman dan pancaran matanya kepadaku benar-benar, meneduhkan!
***
Seminggu sebelum aku melahirkan jika di hitung menurut prediksi para dokter, aku sudah mulai di rawat di rumah sakit untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Berhubung kehamilanku ini sempat di vonis sebagai kehamilan yang berbahaya. Namun syukurlah, sampai kurang dari sembilan bulan ini, aku dan calon bayiku ternyata bisa bertahan. Aku sangat bahagia dan tak sabar ingin segera melihat calon putri cantik kami. Iya, bayiku perempuan jika mengacu pada hasil USG empat bulan lalu.
Di saat aku sedang menulis di buku harianku di atas bankar tempat tidur. Tiba-tiba suamiku datang dengan membawa seseorang yang amat aku kenali.
“Kak Ira?” Kataku terkejut saat dia datang ke ruangan ku dirawat inap.
“Hallo...” Ucap Kak Ira yang langsung dipersilahkan duduk oleh Kaishar di samping tempat tidurku. Lalu Kaishar memilih berlalu pergi meninggalkan kami bertiga.
Ya, meninggalkan aku, Kak Ira dan bayi mungil yang sedang digendongnya.
“Ini... anak kalian?” tanyaku. Kak Ira mengangguk berat sambil tersenyum kecil.
“Lucu!” aku lalu mengelus lembut pipi bayi itu dengan rasa haru. Pipinya sangat lembut sekali. Wanginya juga khas. “Berapa bulan, Kak?”
“Tujuh bulan, Ayyana.”
“Waahhh, masih baru ternyata. Selamat ya, Kak.” Ucapku dengan tulus. “Bayi kecil dan tampan, sebentar lagi kamu bakalan punya temen baru. Kamu tahu gak, di perut tante bakalan keluar tuan putri buat temenin dede,” aku mengucapkan kata itu pada sang bayi, seakan bayi kecil itu bisa mengerti akan ucapanku. Kak Ira tersenyum.
“Oh iya, Kak, namanya siapa?”
“Namanya... Samudera.”
Pandanganku beralih kepada Kak Ira. Seketika itu juga aku terdiam. Mulutku nampak kelu untuk sekedar mengucapkan kata selanjutnya. “Ehem.” Aku mendahem kecil untuk menetralisir kerongkonganku yang mulai tandus. “Samudera?” kataku lagi seakan ingin meyakinkan kalau aku tak salah dengar. Kak Ira mengangguk.
“Udah lebih dari sebulan, Reyhan di rawat di sini, Ayyana.” Kak Ira mulai mengucapkan apa maksud kedatangan dia ada di sini sekarang. Aku terhentak untuk beberapa detik. “Maghnya sudah sangsudah sangat parah.”
Aku terdiam kala Kak Ira mengatakan kabar terbaru mengenai Reyhan. Sudah hampir tiga tahun berlalu, kenapa yang aku dengar malah berita buruk soal dia? Dan kenapa hatiku masih terasa berdebar kala mendengarkan namanya?
“Ayy...” Kak Ira meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. “Jangan membenci Reyhan. Dia sama sekali gak tahu apa-apa soal itu.” Aku diam tak bisa merespon apapun. Aku bingung harus berkata apa.
“Sampai detik ini aku dan Reyhan masih tetap sama! Kita tidak saling mencintai. Yang kita cintai tetap pilihan kita masing-masing.”
“Kamu tahu, Ayy, setelah anak ini sudah cukup umur, kami sudah membuat kesepakatan untuk berpisah. Menjalani kehidupan kami yang sesungguhnya. Tapi kami akan mencintai dan merawat anak kami dengan kasih sayang yang utuh.”
“Kak Ira...” akhirnya aku sudah bisa memulai untuk berkata-kata. “Aku sudah melupakan segalanya. Dan aku sama sekali tidak membenci Reyhan. Ini adalah jalan yang sudah Tuhan gariskan untuk kisah cinta kita. Dan aku harap, Kak Ira dan Reyhan bisa bahagia bersama Samudera. Aku juga janji aku akan bahagia bersama Kaishar dan anak kami nanti.” Kataku sambil mengelus lembut perutku yang sudah membesar.
“Titip salam untuk Reyhan ya, Kak. Aku harap Reyhan bisa segera sembuh. Demi Samudera. Dan tolong sampaikan pesanku untuk Reyhan, kalau aku tidak pernah membencinya. Aku minta maaf untuk itu.” Kataku tulus dari lubuk hati terdalam.
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1